Di usia berapa target kalian untuk menikah?
***
Weekend adalah waktuku untuk syantai syantik di rumah. Jadi setelah urusan membantu Bunda di dapur selesai, aku tidak boleh diganggu lagi.
Semenjak aku menjadi guru tetap di tempatku PPL, aku sering chatting-an dengan Bu Naila—Mamanya Azka sekaligus istrinya hot daddy yang pernah bikin teman-teman kuliahku memasang indra penglihatannya dengan baik demi melihat suami orang itu. Aku mengakui ucapan mata teman-temanku. Papanya Azka memiliki tubuh yang proporsional dan wajah yang tampan. Bu Naila juga tidak kalah cantiknya. Makanya, ketampanan Azka—anak didikku—sudah terlihat sejak kecil. Lalu, aku ... aku adalah fans mereka. Hahaha ....
Cukup kita bahas keluarga sempurna itu, karena mataku terasa berat saat masker hijausudah memenuhi wajahku siang ini. Upin dan Ipin menemaniku di ruang tengah. Tayangannya kekanakan? Wajar dong, aku kan guru PAUD. Nonton kartun anak-anak bisa memberiku referensi untuk mengatasi anak-anak. Yah, walaupun pendapatku itu selalu dikatakan hanya alasan oleh Abangku. Pasalnya, dari kecil sampai sekarang, aku selalu menonton kartun.
Sinetron? Berita? Hooh. No!
Jadi kalau Ayahku menonton berita, dengan wajah puppy eyes, aku minta ganti channel. Karena aku anak kesayangan Ayah, tanpa berat hati beliau memberikan remot kepadaku.
Sinetron itu favorit Bunda. Tapi aku gak berani minta ganti channel kalau itu Bunda.
Jangan tanya alasannya. Kalian pasti tahu.
"Kamu tidur, Tania?"
Aku membuka mata saat mendengar suara Bunda. Oh, kayaknya aku hampir ketiduran.
"Kenapa, Bun?" tanyaku saat melirik Bunda dan kudapati wajah seriusnya tengah menatapku. Tidak biasa. Pasti ada maunya nih. Apa ya? Perasaan, aku sudah melakukan semua tugas rumahku?
Membersihkan kamar mandi? Itu sudah dilakukan Bang Naufal kemarin. Masa mau dibersihkan lagi hari ini? Harus sekinclong apa tuh kamar mandi?
Atau Bang Naufal tidak bersih menggosok lantai kamar mandi? Ah, tidak. Aku dari kamar mandi tadi, dan setiap sudutnya bersih-sih-sih tanpa ada noda membandel, maupun kecoa.
"Dengerin Bunda ya, Tania," pinta Bunda, membuat aku menegakkan dudukku yang tadi bersandar di punggung sofa.
Sepertinya ini pembicaraan serius. Kukecilkan volume televisi, lalu memasang pendengaran dengan baik. Kemarin aku sudah bersihkan telingaku, kan? Jangan sampai kotoran telinga menghalangi getaran suara masuk ke gendang telingaku.
"Kamu tahu anaknya Haji Radi, kan?"
"Yang depan rumahnya ada pohon kurma yang gak pernah berbuah itu?" tanyaku memastikan.
"Iya."
"Tahu, tapi sudah lama deh Tania gak lihat anaknya."
"Wajarlah, kan dia di pondok setelah lulus SMA. Minggu lalu dia baru balik dari pondok."
"Oh." Aku manggut-manggut. Sebenarnya masih belum mengerti arah pembicaraan Bunda.
"Anaknya Haji Radi, si Aqlan mau ngelamar kamu."
"Oh." Aku manggut-manggut lagi menanggapi ucapan Bunda. Namun, sedetik kemudian, aku terpekik dengan mata melotot.
"APA, Bun?!"
Rasanya maskerku yang hampir kering sekerang retak-retak.
"Suaramu, Tania," tegur Bunda.
"Maksudnya ngelamar siapa, Bun? Aku? Tania?" tanyaku masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Volume suaraku aku normalkan agar tidak mendapat teguran lagi dari Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
Chick-Lit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...