Up hari ini, karena mungkin besok bakal sibuk.
Allahuakbar. Selamat Hari Raya Idul Adha bagi kita para kaum muslim.
Saya atas nama pribadi memohon maaf apabila ada tulisanku yang kurang berkenan di hati pembaca.
Dan, mari kita berdoa bersama-sama agar bumi kita membaik, dan tidak ada lagi yang terkena dampak covid-19.
Shalat ied di mana besok?
Kalau di daerahku, alhamdulillah sudah boleh shalat di masjid sejak beberapa minggu yang lalu.
***
Hasil pancingan kami hampir seember penuh. Kami hanya membawa pulang tujuh ikan yang besar-besar ditambah satu ikan kecil yang Azka tangkap pertama kali. Rencananya Azka mau memeliharanya.
Di halaman samping rumah, Mas Rafa menyiapkan pembakaran. Sedangkan aku membersihkan ikan. Oh iya, tadi kami diberikan ikan lele jumbo yang masih hidup. Berhubung aku suka, jadi aku menerimanya. Namun, sekarang aku kualahan membunuh lele itu.
Aku melompat-lompat seraya mengikuti pergerakan ikan yang merangkak di lantai cuci piring. Ulekan yang aku pegang sudah aku ancang-ancang supaya mengenai kepala lele itu.
Duh, seharusnya aku menyuruh petugas pemancingan membunuh lele ini dulu sebelum diberikan padaku. Sekarang aku yang repot.
Butuh waktu setengah jam hanya untuk membunuh lele itu. Inilah kenapa Bunda jarang membeli lele kalau masih hidup. Ribet. Lele termasuk binatang yang sulit mati, tapi khasiatnya sangat bagus untuk tubuh. Salah satunya, mampu menyembuhkan luka dengan cepat.
Rasa daging lele pun gurih. Mantap pokoknya.
Satu jam kemudian, kami sudah menyantap ikan bakar ala kami. Halaman samping berubah menjadi tempat piknik. Tidak jauh dari pembakaran, membentang karpet di bawah pohon.
Aku hanya makan sedikit nasi, karena niatku ingin menghabiskan ikan bakar.
Hei, jangan salah, aku pecinta ikan bakar. Berapapun di hadapanku, aku bisa habisi sekaligus. Tapi kalau kebanyakan bisa berujung mual. Hehe ....
Mas Rafa dan Azka makan banyak nasi, dan hanya menghabiskan satu ikan. Sedangkan aku sudah menghabiskan tiga ikan. On the way empat.
"Lagi? Gak kenyang?" tanya Mas Rafa saat aku menarik seekor ikan ke piringku lagi.
"Gak. Lagian, ikan itu mengandung protein. Bagus untuk tubuh. Terutama untuk anak yang masih masa pertumbuhan."
"Emang kamu masih masa pertumbuhan?" bisik Mas Rafa. Ada nada meledek dalam ucapan Mas Rafa.
"Ish, Mas Rafa! Aku lagi nasihatin Azka supaya makan ikan." Aku pun meletakkan satu ikan bakar ke piring Azka.
Aku sengaja mengganti 'saya' dengan 'aku' kepada Mas Rafa setelah pertemuan tidak sengaja dengan sahabatnya almarhumah Bu Naila. Yah, walaupun Mas Rafa masih menggunakan 'saya'.
"Makan ya, Azka, supaya Azka bisa tinggi, pintar, dan gak cepat lupa."
"Kalau makan ikan, Azka bisa tinggi kayak Papa?" tanya Azka seraya mendongak, melihat ujung kepala Mas Rafa.
"Bisa dong." Mas Rafa yang menjawab. "Asal, bukan cuma ikan aja yang dimakan. Sayur sama buah juga. Jadi, kalau Ibu masak sayur, Azka harus habiskan. Kalau ada buah, Azka juga harus makan. Jangan cuma dilihatin aja buahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
ChickLit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...