Tahukah kamu kutak 'kan pernah lupa saat kau bilang punya rasa yang sama?
***
"Nah, kalau kayak gini Mas kelihatan lebih seger." Tania mengakhiri aksi mencukur kumis dan jenggot Rafa yang mulai tumbuh. Jujur saja, Tania risih saat tadi Rafa mencium keningnya. Ada rasa menusuk di kulitnya. Tidak nyaman sekali. Terlebih saat mereka menjadi bahan tontonan. Tania berharap tidak ada yang merekam. Yah, mungkin itu hanya harapan, karena zaman sekarang apa-apa serba direkam. Penting tidak penting, rekam-posting. Faedah tidak berfaedah, rekam-posting. Mungkin slogan manusia zaman sekarang 'hidup tanpa mengunggah bagai taman tak berbunga'.
Rafa tersenyum menatap Tania yang duduk di kursi sedangkan dia duduk di dudukan kloset. Sekarang, wajah Rafa sudah bebas dari bulu halus itu. Kalau tangan kanannya tidak diinfus, dia yang mencukur sendiri kumis dan jenggotnya.
"Mas Rafa kenapa gak pernah senyum lebar ke aku? Kenapa cuma ke orang lain Mas Rafa senyum lebar?" tanya Tania yang sudah berani mempertanyakan keresahannya selama ini.
Kening Rafa berkerut dalam. "Kapan Mas senyum lebar? Senyum Mas biasa aja kok. Ya kayak gini." Rafa mengulang senyum tipisnya.
Sekarang Tania yang mengerutkan kening dalam. "Mas Rafa gak sadar kalau ke orang lain Mas pernah senyum pepsodent, tapi ke aku setelah jadi istri Mas, gak pernah sama sekali?"
Rafa mengedikkan bahu. "Mas gak tahu. Kayaknya Mas gak ngerasa deh."
Ketika Rafa menyebut dirinya dengan "mas", selalu ada desiran hangat menjalar ke hati Tania. Tania sendiri yang meminta Rafa untuk mengubah ucapan 'saya' yang cenderung terdengar kaku. Atas inisiatif sendiri, Rafa memanggil dirinya sendiri dengan sebutan 'Mas', padahal cukup 'aku' sudah cukup bagi Tania. Tapi 'Mas' lebih bagus.
"Mas Rafa coba senyum pepsodent."
"Gini?"
Tania pikir dia akan terpesona dengan senyum pepsodent Rafa seperti yang pernah dilihatnya, tapi kali ini senyuman itu terlihat seperti menahan sesuatu. Bukannya bikin terpesona, Tania malah tertawa sampai hampir menangis.
"Mas Rafa lucu," ucap Tania setelah meredakan tawanya.
Rafa sedari tadi menatap heran Tania. "Lucu apanya?"
"Mukanya. Hahaha ...."
"Tadi katanya kalau udah dicukur bersih, jadi ganteng. Kok malah dibilang lucu?"
"Mas." Tawa Tania mereda, air mukanya berubah serius.
"Iya, sayang?"
Tania tersipu mendengar Rafa memanggilnya 'sayang', tapi dia berusaha mengendalikan mimik wajahnya dan debaran jantungnya. Semoga pipinya tidak merona.
"Mas Rafa cinta Tania Zahrani binti Razak, gak?" tanya Tania, karena dia masih belum mendengar langsung Rafa mengucapkan cinta padanya.
Rafa menatap dalam mata Tania. Tangannya menggenggam tangan istrinya dengan lembut. Sebisa mungkin Tania berusaha tidak salah tingkah.
"Gak mungkin aku nikahin kamu dan sampai bikin kamu hamil kalau aku gak cinta kamu, Tania. Aku kan udah bilang, kalau aku susah percaya sama orang lain. Jadi kalau ada orang yang aku percaya, apalagi percayakan Azka sama dia, artinya dia spesial."
"Berarti Mbak Aulia spesial dong? Dia kan yang jaga Azka beberapa hari ini." Tania mulai tersulut api cemburu lagi.
"Mas gak pernah serahkan Azka ke Aulia. Mungkin Aulia ngelihat Mas gak ngurus Azka, makanya dia bawa Azka. Beberapa hari ini, Mas sendiri gak tahu mikir apa." Rafa tertunduk, menyadari sikapnya beberapa hari ini sudah merugikan orang lain dan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
Chick-Lit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...