Part 1 aku tambahin sedikit di awal. Sebelumnya, Part 1-nya bukan 'Target Menikah'. Malah Aqlan gak disebut-sebut. Tapi, setelah dibaca ulang, benar kata mbak yang beri krisan untuk pertama kali, kalau feel-nya kurang. Makanya aku hapus, dan jadilah part 2 yang Terget Menikah itu naik ke part 1. Tapi setelah aku baca ulang kemarin, Papanya Azka malah gak dibahas di part 1 itu. Padahal dia termasuk salah satu orang yang bikin Tania dilema.
Mungkin ada saran lain untuk menambah feel. Atukah mungkin kalian merasa ada plot hole?
***
Aku memasuki ruang kepala sekolah. Tumben sekali dia memanggilku secara pribadi. Biasanya semua didiskusikan secara bersama. Apakah ini masalah pribadi? Kok aku jadi gugup ya.
"Kemarin kamu yang antar Azka?" tanyanya setalah aku duduk di sofa. Dia juga duduk di sebelahku.
"Iya, Bu," jawabku takut-takut. Kenapa tiba-tiba Bu Hasna tanya tentang ini? Perasaan, Azka baik-baik saja. Anak itu masih masuk sekolah hari ini, dan tidak ada tanda-tanda kalau dia sakit.
"Ini untuk kamu." Bu Hasna menyodorkan amplop panjang berwarna putih.
Ini isinya bukan surat pemecatan, kan?
"Apa ini, Bu?" tanyaku seperti basa-basi, karena tanganku sudah bergerak membuka amplop dan mengintip isinya.
"Mashaa Allah!"
Aku kaget melihat beberapa lembar uang berwarna biru. Apa aku betulan dipecat dan ini uang pesangonku? Apa salahku? Apa mengantarkan anak didik ke rumahnya dengan selamat adalah kesalahan?
Tidak ada kertas lain selain kertas bergambar pahlawan Ir. H. Djuanda Karta Widjaja di dalam amplop. Jadi aku dipecat atau bagaimana?
"Itu dari Papanya Azka. Sebagai ucapan terima kasih karena sudah direpotkan."
Mendengar penjelasan Bu Hasna, aku bernapas lega. Alhamdulillah ini bukan pemecatan.
"Padahal saya gak masalah lho, Bu. Toh rumahnya Azka searah sama saya," ucapku jujur. "Tapi guru lain juga dapat kan, Bu? Kemarin kami nunggunya sama-sama lho, Bu."
Aku tidak mau enak sendiri. Mau bagaimana pun, kami adalah tim.
"Saya sudah kasih bagian mereka. Dan karena kamu yang mengantar Azka, jadi saya kasih kamu lebih."
Wah, seberapa banyak uang yang dikasih Papanya Azka? Yang dikasih ke aku saja banyak banget. Terlampau kaya kayaknya ini orang. Kentara sih sebenarnya.
-----
Hari ini lagi-lagi Azka terlambat dijemput. Dia anak terakhir yang masih ada di sekolah sampai jam empat lewat.
"Ini Azka harus diantar pulang lagi atau gimana?" tanya Kak Meli seraya melirik Kak Eni selaku wali kelas Azka.
Aku tidak tahu apa jawaban Kak Eni, karena aku sudah menjauh kala ponselku berdering. Ada panggilan masuk dari nomor baru.
"Halo, Assalamu'alaikum," sapaku pada orang diseberang sana. Terserah dia islam atau tidak.
"Wa'alaikumsalam," balas suara bariton di seberang telepon.
Islam rupanya.
"Bu Tania, kan?"
Bu? Cuma orangtua murid yang memanggilku 'Bu'.
Saat mataku tak sengaja melirik Azka yang sedang bermain ayunan sendirian, aku akhirnya tersadar.
"Iya. Papanya Azka ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
Chick-Lit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...