30. Bang Naufal Kenapa?

12.7K 1.1K 7
                                    

Coba tebak, Bang Naufal kenapa?
***

Akhirnya aku benar-benar mengundurkan diri dari PAUD Kasih Ibu. Agak kesal, karena Mas Rafa melarangku ke sekolah. Katanya, di sana banyak anak-anak lari-lari. Dia takut anak-anak itu tidak sengaja menabrakku. Bahkan surat pengunduran diriku, Mas Rafa yang berikan kepada Bu Hasna. Sampai-sampai Bu Hasna meneleponku.

"Selamat ya, Tania. Akhirnya bakal punya anak kandung juga," ucap Bu Hasna di seberang telepon.

"Hehe ... Iya, Bu. Makasih, Bu."

"Jangan sedih ya sama sikap protektifnya suamimu. Dia takut kejadian sebelumnya terulang lagi. Kamu tau, kan?" tutur Bu Hasna, mengingatkanku.

"Iya, Bu. Tapi Tania udah terbiasa ngajar, Bu." Aku cemberut.

"Sabar, sayang. Saya yakin, kalau kamu udah lahiran, dia pasti bakal izinin kamu ngajar lagi. Kasih Ibu selalu terbuka untuk kamu, Tania."

"Makasih, Bu. Tapi Bu Hasna tetap harus cari penggantiku. Kasian Kak Nikmah nanti sendirian."

"Kamu gak perlu khawatirkan di sini, Tania."

"Iya, Bu."

"Kalau gitu udah dulu ya, mau ngajar. Kapan-kapan saya boleh ke rumahmu, kan?"

"Tentu saja boleh, Bu."

"Semoga kamu dan calon bayimu sehat selalu."

"Aamiin."

Kemudian, panggilan terputus setelah aku menjawab ucapan salam Bu Hasna.

Usai telepon dari Bu Hasna, gantian notifikasi WA dari grup sekolah berbunyi. Hampir semua ucapannya sama. Ucapan selamat dan doa untukku dan janin yang aku kandung.

Aku balas ucapan mereka dengan ucapan terima kasih. Tak lupa aku meminta maaf karena tidak bisa pamit secara langsung. Seperti Bu Hasna, mereka memaklumi.

Malam harinya, aku, Mas Rafa, dan Azka mengunjungi kediaman orang tuaku untuk menyampaikan kabar bahagia ini sekaligus menginap.

"Alhamdulillah!" ucap Bunda dan Ayah bebarengan setelah Mas Rafa memberitahu kabar bahagia.

Bang Naufal lagi tidak di rumah. Sayang sekali dia terlambat tahu. Pasti dia lebih heboh dari Ayah dan Bunda. Secara, selama ini dia yang ngotot pengen punya keponakan dariku.

Bunda memelukku dengan erat, lalu mengecup pipi kanan-kiri dan keningku.

"Jadilah ibu yang baik, Ta. Contoh baik bagi anak-anakmu," pesan Ayah.

"Saya rasa Tania udah membuktikan itu, Yah. Azka buktinya," ujar Mas Rafa seraya mengedikkan dagu ke arah Azka yang fokus menonton kartun di televisi.

"Itu beda. Itu ada campur tanganmu dan istrimu terdahulu. Kali ini, Tania benar-benar mulai dari nol."

"Inshaa Allah, Bun, Yah. Aku selalu berdoa yang terbaik," ucapku.

"Oh iya, perusahaanmu pekerjakan karyawan di hari libur, Fal?" tanya Bunda pada Mas Rafa.

"Gak, Bun. Libur ya libur."

"Duh, terus Naufal ngurus apa dong?" gumam Bunda lirih, tapi masi bisa aku dengar. Tentu saja, aku kan di sampingnya.

"Bang Naufal kenapa, Bun?" tanyaku penasaran cenderung khawatir.

"Abangmu itu tiap libur gak pernah di rumah. Gak biasanya. Kalau ditanya ke mana, jawabannya selalu 'ada urusan'. Ya Bunda pikir urusan pekerjaan," cerita Bunda.

"Naufal gak ada cerita apapun sama kamu, Ta?"

Itu Ayah yang bertanya.

"Gak ada tuh, Yah," gelengku.

The Teacher Becomes a MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang