33. Naufal & Riana

10.3K 934 11
                                    

Tolong klik bintang di pojok sebelah kiri bawah sebelum lanjut membaca.

Happy reading!

***


"Gosip yang menyebar tentang pernikahan kalian yang dadakan, apa itu cuma gosip?"

Rafa bukan percaya pada gosip itu. Dia ingin memastikan. Walau dia sedikit ragu dengan kepercayaannya kepada Naufal bahwa laki-laki itu tidak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan orang yang dicintainya.

Setahu Rafa, keluarga Razak bukanlah orang yang dapat dengan mudah melanggar norma yang ada.

"Gosip apa maksudnya?" Dahi Naufal berkerut.

"Gosip kalau ...." Rafa memerhatikan sekeliling sebelum melanjutkan kalimatnya. Dia juga mempersempit jaraknya dengan Naufal.

"Kalau Riana hamil," lanjut Rafa dengan suara yang amat lirih.

Seketika mata Naufal membola, dan kerutan di dahinya semakin dalam.

"Kabar itu udah menyebar?" Naufal memejamkan matanya, dan memijit pangkal hidungnya.

"Jadi maksudmu, gosip itu bukan hoax?"

Jelas Rafa terkejut melihat respon Naufal. Jika kabar itu salah, reaksi Naufal tidak akan seperti ini, kan?

"Tolong, apa yang kamu dengar jangan beritahu siapapun, terutama keluargaku," mohon Naufal, lalu dia pergi meninggalkan Rafa yang terpaku di tempat. Dia tidak menyangka kalau Naufal berani berbuat seperti itu. Tidak adanya elakan, artinya Naufal membenarkan.

Secinta apapun, tetap saja perbuatan itu tidak boleh dilakukan tanpa ikatan pernikahan.

***

Naufal membuka pintu apartemen yang akhir-akhir ini sering dia kunjungi. Apartemen milik orang yang dicintainya. Salamnya mengumandang ke seisi apartemen.

"Riana!" panggil Naufal, karena perempuan itu tidak membalas salamnya.

"Ana?"

Naufal membuka pintu kamar tidur Riana, karena dia mulai khawatir.

"Astagfirullah! Maaf."

Seketika Naufal membalikkan badannya dan menutup pintu kembali saat melihat Riana keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamar tidurnya.

Riana yang hanya memakai handuk hanya bisa mematung dengan wajah memerah. Dia malu karena Naufal melihat dirinya yang hampir telanjang.

"Aku tunggu di dapur ya, Na."

Naufal bersuara dari balik pintu. Tanpa menunggu sahutan Riana, dia melangkah menuju dapur.

Dua puluh menit kemudian, Riana sudah duduk di dapur. Gara-gara insiden tidak sengaja tadi, kini mereka jadi canggung.

"Ehem." Naufal mencairkan suasana dengan berdeham.

"Apa kamu pengen sesuatu?" tanya Naufal. Dia sudah siap sedia, cerdas tangkas untuk bergerak jika Riana mengidam. Berkat tantenya, latihan menjadi calon ayah siaga sudah pernah dilakukannya.

Riana menggeleng seraya menunduk.

"Apa gak masalah kalau kamu nikahin aku?" tanya Riana lirih. Kepalanya semakin menunduk dalam.

Naufal tak langsung menjawab. Dia pindah duduk di samping Riana yang tadi duduk di depannya.

Diraihnya tangan Riana. Lengan baju panjang Riana disingkap naik, menampakkan bekas-bekas sayatan di pergelangan tangan Riana.

Riana mengamati setiap pergerakan Naufal. Jari jempol pria itu mengelus bekas luka yang sudah mengering di pergelangan tangannya.

"Sekarang kamu gak sendiri, Na. Ada nyawa lain yang harus kamu jaga, dan ada aku yang selalu di sampingmu. Aku selalu cinta kamu, Riana. Aku terima kamu apa adanya, kamu tahu itu." Tatapan lembut Naufal ditangkap oleh mata indah Riana yang terkadang cahayanya hilang, seperti sekarang.

Riana tergugu mendengar ucapan Naufal. Ada rasa bersalah yang mendalam di hatinya, tapi dia juga sangat mencintai Naufal. Hanya lelaki itu yang memahaminya, dan mau menemaninya di saat rapuh sekali pun. Bahkan dia tidak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya, sebesar yang Naufal berikan.

Lelaki di hadapannya inilah yang dirasa lebih cocok bersama Riana, dibandingkan lelaki pilihan Papanya yang dikenalnya hanya sebatas nama.

***

Cinta berarti mampu menerima kekurangan.



Sebenarnya, part ini dan sebelumnya itu cuma promosi cerita baru. Haha ....

Baiklah, kita tutup kisah Naufal dan Riana di sini, karena mereka punya lapak sendiri. Judulnya "Dopamine". Tadi aku udah publish sampai 3 part sekaligus. Baru publish, udah ada 5 pembaca di part 1. Entahlah itu pembaca dari cerita "The Teacher Becomes a Mom" atau bukan. Tapi kalau iya, berarti part ini gak surprise dong.

Kalau mau baca "Dopamine", mohon diingat warning yang aku berikan ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau mau baca "Dopamine", mohon diingat warning yang aku berikan ya. Hanya pembaca bijak yang boleh baca "Dopamine". Soalnya, bakal ada beberapa adegan kekerasan. Udah tau kan gimana kerasnya Pak Genta?

Aku bakal tamatin "The Teacher Becomes a Mom" dulu sebelum lanjutkan "Dopamine".

Nah, karena ini cuma iklan, aku mau publish lagi part selanjutnya malam ini.

The Teacher Becomes a MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang