Hwaa ... Udah berapa hari gak update ya? Bener-bener gak sempat pegang laptop. Sibuknya sampe tengah malam. Makasih untuk yang sudah mendoakan untuk kelancaran acara keluargaku. Semoga kalian dimudahkan segala urusannya.
Rasanya kayak berminggu-minggu gak update. Eh, ini serius ya. Soalnya, aku juga kepikiran Tania. Gimana keadaan Tania dan janinnya ya?
Happy reading!
***
Bandara Hasanuddin seolah jauh sekali. Padahal kediaman yang baru saja Rafa datangi ada di Sudiang, seharusnya tidak serasa sejauh ini. Mungkin karena kabar buruk yang baru saja didapatkannya, yang membuatnya ketar-ketir dalam duduknya. Ingin sekali dia mempunyai kekuatan teleportasi agar langsung bisa menemui Tania. Di dalam hati dia tak henti mendoakan untuk keselamatan istri dan anaknya. Kabar terbaru yang didapat dari Naufal adalah Tania masih diperiksa di IGD.
Seharusnya Rafa belajar dari pengalaman. Sekarang, yang bisa dilakukannya hanya berdoa.
Rafa semakin gusar ketika tidak mendapatkan tiket dalam pemberangkatan yang tercepat dari sekarang. Melalui gawainya, semua tiket pesawat sudah habis. Namun, Rafa tetap berangkat ke bandara, barangkali ada penumpang yang membatalkan tiketnya, atau ada penumpang yang tidak datang.
Rafa segera berlari menuju loket tiket, menanyakan kekosongan kursi pada pemberangkatan tercepat dari Makassar ke Jakarta. Terjadi sedikit cekcok antara Rafa dan petugas tiket. Pasalnya, kursi penumpang sudah full, tapi Rafa tetap memaksa ingin naik. Security sampai turun tangan.
Pada akhirnya, Rafa berhasil naik pesawat satu jam kemudian, karena ada penumpang yang terkena serangan jantung mendadak. Ini pertama kalinya Rafa bersyukur di atas penderitaan orang lain. Pikirannya yang sudah berpusat pada keselamatan Tania dan janinnya, membuat rasa empati Rafa pada orang lain tertutup sementara.
Doa dan zikir terus terlantun selama perjalanan ke Jakarta. Begitu kakinya mendarat di ibu kota negara, Rafa langsung menaiki taksi dan menuju ke rumah sakit yang diberitahukan Naufal. Kopernya yang masih di bagasi diabaikannya. Itu tidak penting. Sekarang yang terpenting adalah mengetahui kabar istri dan janinnya.
Rafa mulai kalut, karena Naufal tidak membalas pesannya. Bahkan telponnya tidak diangkat. Perasaan Rafa sudah campur aduk, cemas, takut, penyesalan, dan rasa bersalah menjadi satu.
Berkali-kali Rafa mengusap wajahnya dengan kasar. Sampai-sampai supir taksi menatapnya heran. Namun, supir itu memilih untuk tidak bertanya. Dengan tujuan rumah sakit, supir taksi itu sudah bisa memprediksi apa yang terjadi.
"Siapa pun itu yang bikin bapak resah, semoga bisa diberi kesehatan."
Rafa menatap supir taksi melalui kaca dashboard.
"Aamiin. Terima kasih, Pak. Dia istri saya yang lagi hamil muda. Tadi saya dapat kabar kalau dia jatuh."
"Astagfirullah. Ya Allah, semoga istri bapak dan anaknya tidak kenapa-napa."
Lagi-lagi Rafa mengaminkan.
"Sudah sampai, Pak."
"Terima kasih, Pak." Rafa memberikan beberapa lembar uang biru.
Supir taksi hendak memberikan kembalian, tapi Rafa sudah keluar dari mobil. Kakinya dengan cepat melangkah memasuki rumah sakit. Tidak tahu di mana kamar rawat istrinya, membuatnya kelabakan. Naufal masih belum mengangkat panggilannya. Sehingga Rafa mencaritahu melalui petugas di depan ruang tunggu.
"Tania Zahrani? Sebentar ya, Pak, saya cari dulu."
Rafa mengiyakan, tapi di dalam hati dia menyuruh perawat itu untuk cepat. Jarinya mengetuk-ketuk meja dengan tidak sabaran.
"Sekarang pasien sudah ada di kamar rawat nomor 047 di lantai 3."
Begitu mendengar informasi itu, Rafa mengucapkan terima kasih sebelum berlari ke ruangan yang dimaksud. Menunggu lift yang tak kunjung terbuka, Rafa memilih menaiki tangga. Toh lantai tiga tidak terlalu tinggi.
Matanya awas membaca setiap nomor kamar rawat begitu dia sampai di lantai tiga. Ruangan itu tidak jauh dari tangga. Rafa sudah melihat nomor ruangan itu berada di depan kamar rawat nomor 048. Di depan kamar rawat itu ada Naufal yang sedang menunduk dengan menyembunyikan wajah di antara kedua kakinya.
Kondisi Naufal yang tidak terlihat baik, membuat pikiran negatif Rafa menerjang.
"Fal," panggil Rafa dengan suara beratnya yang bergetar. Sebisa mungkin dia mengenyahkan pikiran negatifnya itu.
Naufal mengangkat kepalanya, menatap seseorang yang memanggilnya. Tatapan sendu itu seketika berubah menajam. Naufal pun berdiri.
"Ikut gue," ucap Naufal seraya melewati Rafa yang terkejut. Ya, tidak biasanya Naufal menggunakan gue-lo. Ah, malahan dia tidak pernah menggunakan itu kepada Rafa.
Dengan pikiran yang masih berkecamuk, Rafa mengikuti langkah Naufal yang menuntunnya ke parkiran.
Bukk.
Tanpa basa-basi, didukung suasana basement yang sepi, Naufal melayangkan tinju ke wajah Rafa.
Rafa yang tidak siap hampir saja tersungkur. Dia kembali menegakkan badannya, menatap Naufal dengan tanya.
"Lo apain adik gue, hah?!" todong Naufal.
"Saya minta maaf. Bagaimana keadaan anak saya?"
Mata Naufal semakin menajam saat mendengar pertanyaan Rafa.
"Anak? Siapa? Azka? Dia baik-baik saja," sinis Naufal.
"Anak saya di rahim Tania."
Bukk.
Lagi, Naufal memukul pipi Rafa di tempat yang sama.
"Cih. Jadi lo cuma khawatirin anak lo? Lo gak khawatir sama Tania?!"
"Tentu saya juga khawatir dengan Tania." Rafa mengepalkan tangannya. Jika dia tidak merasa bersalah, dia pasti sudah membalas pukulan Naufal. Dipikirannya, semua ini terjadi karena dia tidak menyelesaikan masalahnya sebelum pergi.
"Terus kenapa lo cuma nanya keadaan anak lo, hah?!"
Bukan seperti itu maksud Rafa. Dia menanyakan kabar anaknya, karena Rafa pikir jika anaknya selamat, maka Tania juga selamat. Pengalamannya dengan Naila membuatnya berpikir seperti itu. Janin yang Naila kandung lebih dulu meninggal, lalu Naila yang kehabisan banyak darah menyusul tidak lama setelahnya.
Belum sempat Rafa mengutarakan pikirannya, Naufal kembali bersuara.
"Kalau lo nikahin adik gue cuma bikin dia tersakiti, lebih baik kalian pisah. Tania juga udah gak mau ketemu lo lagi. Jadi jangan pernah dekati kamar rawat Tania atau datang ke rumah kami! Pokoknya jangan temui Tania lagi!" tandas Naufal, menohok hati Rafa.
Naufal meninggalkan Rafa yang tercenung. Sebelum Naufal melangkah lebih jauh, Rafa hendak menanyakan keadaan mereka lagi. Namun, ternyata Naufal sudah tak terlihat di basement.
Kini, Naufal sendiri dengan penyesalannya. Dia yang paling menghindari agar kejadian yang menimpa Naila tidak menimpa Tania, tapi ternyata dialah yang mengantarkan Tania mengalami kejadian itu.
***
Masalah sering kali berkorelasi dengan penyesalan
Masih rindu Tania? Baiklah, aku update lagi malam ini, tapi vote -nya jangan lupa. Kritik dan saran juga silakan.
Terima kasih yang sudah baca, vote, dan komentar.
IG: oryzatikastory
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
ChickLit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...