Terima kasih sudah setia baca cerita ini dari awal.
***
"Apa-apaan ini?! Saya kan sudah bilang, ukuran tanahnya satu hektar. Sisanya setengah untuk taman! Kenapa ini bisa ambil tiga perempat bagian, hah?! Desainnya juga kenapa gak kreatif sekali. Ini sudah pernah kamu tawarkan tahun lalu, kan?! Yang kita kalah tender? Kamu mau pakai desain gagal?! PERBAIKI! SEKARANG!"
Nirma-si sekretaris-yang mendengar suara bentakan dari dalam ruangan atasannya itu segera menyumpal telinganya dengan earphone. Kepalanya menggeleng-geleng, bukan menikmati musik melainkan merasa aneh dengan sikap sang atasan yang akhir-akhir ini sering marah-marah walau dengan hal kecil sekali pun. Semua karyawan yang sudah berhadapan dengannya beberapa hari terakhir, sepertinya sudah pernah kena marah. Termasuk dirinya. Kalau temperamen bosnya tetap tidak berubah sampai minggu depan, Nirma akan mengundurkan diri. Toh dia sudah memiliki suami. Di rumah saja sepertinya lebih baik. Dua anaknya juga membutuhkan perhatian lebih darinya.
Begitu seseorang keluar dari ruang bosnya, Nirma segera melepas earphone, dan mengepalkan tangan di udara.
"Semangat," lirihnya agar suaranya tidak terdengar oleh si bos.
Pria yang keluar ruangan dengan menekuk wajahnya itu hanya mengangguk pasrah. Dia pun berjalan gontai menuju lift. Bersamaan dengan pria itu memasuki lift, seorang perempuan berpakaian modis keluar dari lift.
Hak tingginya yang terdengar nyaring, membuat Nirma memerhatikannya. Dia pun tersenyum ramah.
"Mas Rafa ada?" tanyanya dengan sopan.
"Di dalam, mbak Aulia. Tapi mood-nya gak bagus." Kalimat terakhir diucapkan Nirma dengan berbisik.
Aulia mengernyitkan dahi. "Kenapa?"
Nirma mengedikkan bahu.
"Oke lah. Semoga sama gue mood-nya bagus." Aulia pun melenggang masuk setelah mengetuk pintu dan dipersilakan dari dalam.
Melihat gerak-gerik Aulia, pikiran Nirma jadi muncul dugaan-dugaan yang tidak pasti.
"Apa mbak Aulia jadi pelakor? Terus istrinya Pak Rafael cemburu, mereka marahan. Makanya Pak Rafael lampiaskan ke bawahannya?"
Nirma mengangguk, memercayai dugaannya. Bukan tanpa bukti. Aulia akhir-akhir ini sering berkunjung ke kantor untuk menemui Rafa. Dan hanya kepada perempuan itu, Rafa tidak pernah naik emosi.
"Kasihan istrinya Pak Rafa. Baru juga menikah, udah ada pelakor. Ck ck ck."
***
"Bagaimana mereka, Al?" tanya Rafa tanpa basa-basi begitu Aulia masuk ke ruangannya.
Aulia mendengkus. "Biarin aku duduk dulu kenapa sih, Mas?"
"Sorry, sorry." Rafa menyusul Aulia yang duduk di sofa. Mereka duduk berhadapan dengan meja kaca sebagai pembatas.
Rafa sudah tidak sabar menunggu kabar yang akan dibawa Aulia. Sekarang, Aulia sudah seperti agen rahasianya.
"Mereka baik-baik aja. Istri dan anak Mas Rafa. Tapi Tania masih harus bad rest. Kalau kandungannya kuat, mungkin lusa Tania udah bisa pulang."
Cukup mendengar bahwa istri dan anaknya baik-baik saja, Rafa sudah bersyukur.
"Alhamdulillah kalau mereka baik-baik aja. Terus ada kabar apa lagi? Tania ada cerita mau ketemu sama aku?"
Sampai sekarang, Rafa belum bertemu dengan Tania. Kabar terakhir dari Pak Razak adalah Tania masih bersikukuh tidak mau bertemu dengannya. Setiap namanya disebut, Tania langsung murung. Jadi, untuk sementara, Rafa harus menahan rindunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
Chick-Lit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...