Terima kasih untuk antusiasnya
Happy reading!
***
Pukul 15.00.
Waktunya anak-anak TPA bangun, mandi, berpakaian dan menunggu jemputan. Aku sedang menata print out laporan bulanan yang akan kami laporkan ke Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional). Sementara guru lain bersama dua orang anak PPL mengurus anak-anak.
Ya, sudah seminggu kami kedatangan anak PPL. Jumlah semuanya sepuluh orang, tapi untuk TPA, kami membagi mereka menjadi lima kelompok sesuai jumlah hari aktif sekolah.
"Azka bisa pake baju sendili."
Kudengar Azka berbicara. Dia memang sudah terbiasa memakai baju sendiri, dan dia akan menolak jika ada yang ingin memakaikannya baju. Anak PPL itu belum tahu, karena jadwal TPA baru dibagi kemarin.
"Pintarnya anaknya Bu Tania," puji mahasiswi yang saat kulirik ternyata itu adalah Ana.
Hatiku sedikit tersentil kala mendengar ucapan Ana. Aku senang jika ada yang memuji Azka, tapi ada secuil hatiku yang terluka. Aku memang ibunya, tapi bukan ibu kandung. Jadi, apa yang ada di diri Azka, tidak ada hubungannya denganku. Apalagi anak itu sudah pintar sebelum bertemu denganku.
Anggap saja aku masih sakit hati dengan ucapan Pak Rafa yang selalu membandingkanku dengan mendiang istrinya.
"Kak, bagaimana Kak Tania bisa dapat suami kayak Papanya Azka?" tanya Ana yang sudah ada di dekatku.
Rupanya semua anak-anak sudah rapi dan wangi. Sekarang mereka sudah ada di depan menunggu jemputan bersama guru lain, entah siapa. Yang jelas, di ruangan ini tinggal Aku dan dua anak PPL ini.
"Iya, Kak, bagaimana? Suami Kak Tania itu perfect banget lho." Fitri menimpali.
Mereka menunggu jawaban dariku dengan wajah berbinar.
"Sayang anak." jawabku setelah berpikir.
"Selain itu?"
"Cuma itu."
Benar, kan? Pak Rafa menikahiku, karena aku sayang dengan Azka, begitu pun sebaliknya.
"Wah, berarti Papanya Azka suami perfect," puji Ana dengan mata berbinar.
Suami perfect? Pak Rafa? Mungkin iya kalau istrinya Bu Naila.
"Masih ada gak ya, stok yang kayak Papanya Azka." Aulia berharap.
Coba cari di TK lain, Dek. Karna kalau di sini stok duda udah gak ada.
"Aku kasih tau ya, Azka itu bukan anak kandungku," ujarku.
"Hah?"
Kedua pasang mata mereka melotot.
"Aku itu ibu tirinya Azka."
"Ana, Fitri!" panggil Kak Nikmah memasuki ruangan. "Mana RPPH kalian? Guru kelas A dan B yang tanya."
"Oh iya."
Kedua mahasiswi itu berlari keluar. Mungkin ke kantor, karena tas dan berkas mereka ada di sana.
Aku melanjutkan merapikan laporan yang sudah tersusun. Tinggal dijilid. Sedangkan Kak Nikmah masuk ke dapur. Beberapa saat kemudian, dia kembali seraya membawa segelas air putih.
Duduk di sampingku, Kak Nikmah meminum air putih.
"Udah semua?" tanyanya usai meletakkan gelas di lantai. Ya, karena kami melantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
Chick-Lit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...