Terima kasih karna sudah jadi pembaca yang sering berikan masukan dan memperbaiki typo-ku
Happy reading!
***
Setelah mengajak anak-anak menyebut nama hewan yang ada pada gambar yang aku tunjukan, anak-anak sudah bisa bermain lagi. Tidak seperti TK, KB lebih banyak bermain. Kalau pun belajar, itu hanya hal-hal yang sangat dasar dan dengan cara yang menyenangkan. Seperti yang aku lakukan tadi. Selain menyebutkan nama hewan, aku mengajak anak-anak menirukan suaranya. Bila perlu, aku juga mengajak anak untuk menirukan gerakannya.
Sekarang anak-anak bermain bebas. Aku dan Kak Nikmah mengawasi dengan sesekali ikut bermain sekalian menyisipkan pesan melalui bermain tersebut.
Kak Emi masuk setelah mengetuk pintu. Dia membawa Azka dan tasnya.
"Bu Tania bisa jaga Azka?" tanya Kak Emi yang terdengar seperti permohonan.
"Kondisinya gak memungkinkan untuk belajar," terangnya.
Saat mengantar Azka, Pak Rafa sudah menyampaikan bahwa anaknya kurang enak badan. Tadi juga Azka tidak kami suruh untuk mengikuti gerak dan lagu di lapangan. Jadi sepanjang senam, dia hanya duduk memerhatikan teman-temannya. Tatapannya pun sedari tadi terlihat sayu.
"Iya, Bu. Biar Azka di sini saja."
Setelah mendengar ucapanku, Kak Emi pamit kembali ke kelas.
Aku mengecek suhu badannya dengan telapak tangan. Panas. Kak Nikmah juga melakukan hal yang sama.
"Panas banget ini. Mending kamu istirahatkan dia di ruang tidur, Ta."
"Kak Nikmah gak apa-apa sendiri?"
"Ck. Gak apa-apa. Daripada Azka yang apa-apa."
Ya sudah. Aku pun membawa Azka ke ruang tidur dan membaringkannya di kasur.
"Bu Guru bikinkan susu dulu ya. Azka mau, kan?" tanyaku setelah Azka nyaman di posisi tidurnya.
Azka mengangguk pelan. Aku pun ke dapur yang terletak di samping ruangan ini. Tidak perlu keluar ruangan, karena ada pintu yang menghubungkan ruang tidur dengan dapur.
Aku kembali setelah membuatkan susu hangat untuk Azka. Untung bubuk susunya masih ada, walau tinggal sedikit. Nanti aku suruh Papanya membawakan lagi.
Kondisi Azka terlihat tidak sebaik tadi. Sudah banyak keringat yang turun dari dahinya. Dalam pejamnya, dia memanggil-manggil Mamanya lirih.
"Azka ...."
Astagfirullah! Aku terperanjat saat kulitku menyentuh kulit anak ini. Suhu tubuhnya lebih tinggi dari tadi.
Segera kubuka tas Azka, mencari obat. Namun, tidak ada obat di dalamnya. Hanya bekal dan baju ganti. Di kantong kecilnya pun tidak ada apa-apa.
Khawatir, kukeluarkan ponselku dari saku baju gamis, dan menelpon nomor Papanya Azka.
"Assalamu'alaikum. Ada apa, Bu Tania?"
"Wa'alaikum salam. Maaf, Pak. Kayaknya Azka harus pulang sekarang. Panasnya tinggi."
"Saya ke sana sekarang," jawab Pak Rafa cepat. Ada nada khawatir yang terdengar.
Kutatap wajah Azka dan menyeka keringat di keningnya dengan ujung bajuku. Mulut kecilnya masih menggumamkan Mamanya. Kugenggam tangan anak itu, dan dia membalas genggamanku dengan sangat erat. Gumamannya berhenti, walau dia masih belum tenang karena demam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
ChickLit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...