Klik tombol bintang di pojok kiri bawah sebelum lanjut membaca.
***
Tania tidak tahu harus berkata apa untuk menyambut kedatangan Aulia tepat saat dia sudah hendak meninggalkan rumah sakit. Sekarang, dia hanya berdua dengan Aulia di kamar rawat. Bu Puspa dan Naufal menunggu di luar, sedangkan Pak Razak masih mengurus administrasi sekaligus mengambil vitamin untuk ibu hamil.
Tania duduk gelisah di sofa. Dia merasa bersalah sekaligus sedikit ragu kepada Aulia. Tadi Aulia sudah menjelaskan kesalahpahaman Tania yang diketahui dari Naufal. Ya, saat pria itu menunggu Rafa menjemput Azka di sekolah, justru Aulia yang menjemput anak itu. Awalnya Naufal hendak marah besar kepada Rafa, karena dengan kehadiran Aulia yang menjemput Azka, membuatnya meyakini lagi bahwa Rafa selingkuh. Namun, saat Aulia menjelaskan barulah Naufal paham. Ditambah keterangan mengenai kondisi Rafa dan perusahaannya dari Nirma yang kebetulan juga menjemput anaknya yang satu sekolah dengan Azka. Oleh karena itu, dia menyuruh Aulia dan Nirma datang hari ini untuk menjelaskan kepada Tania. Sayangnya, anak kedua Nirma sedang sakit, jadi Nirma tidak bisa menemui Tania. Semoga hanya dengan Aulia, masalah bisa diluruskan.
"Aku minta maaf, karna bikin kamu salah paham, Tania," ucap Aulia. "Wajar kalau kamu mikirnya begitu. Selama ini aku gak sadar sama tindakanku. Istri mana sih yang gak marah kalau suaminya selalu pergi sama perempuan lain. Seharusnya, aku sama Mas Rafa langsung kasih tau kamu."
"Tapi soal Mbak Aulia mau minta izin ke aku itu apa, mbak?" Tania ingin percaya dengan ucapan ayahnya dan Aulia, tapi tetap saja ada keraguan di dalam hatinya.
Hei, siapa yang tidak ragu kalau suaminya tidak menunjukkan rasa cintanya?
"Oh, itu izin kamu sebagai ketua yayasan. Untuk mendaftarkan lembaga di pemerintahan, butuh tanda tangan dari ketua yayasan. Tapi Mas Rafa gak pernah ngomong ya?"
Tania terenyuh. Rupanya ucapan ayahnya benar. Rafa ingin membuatkannya yayasan. Sayangnya, Tania terlanjur suudzon.
Tania menggeleng. "Gak pernah."
"Aku pikir Mas Rafa udah cerita. Dia kayaknya takut banget kamu ikut ngurus ini-itu. Tapi sekarang kamu gak usah khawatirkan itu, karna guru dan murid udah ada. Yah, muridnya gak banyak sih. Maklum, masih baru. Hehe ... Kamu tinggal tanda tangan aja. Besok aku kasih surat-surat yang perlu kamu tanda tangani."
"Terus kenapa Mbak Aulia sama Mas Rafa pergi ke Sulawesi bareng?"
Aulia tersenyum maklum, karena Tania masih perlu meyakinkan hatinya.
"Yang punya tanah dan bangunan itu orang Makassar, kakekku. Tanah itu investasinya zaman muda dulu pas merantau di Jakarta. Sekarang tanah itu sudah gak dipakai walau masih dirawat sih. Banyak kenangan bagi kakekku. Jadi, aku sama Mas Rafa harus bujuk kakekku dulu supaya mau menjual tanahnya ke Mas Rafa. Lebih bagus kalau kakek mau mewakafkannya. Mas Rafa gak mau ambil tanah lain, karna di situ sangat cocok didirikan PAUD. Dia sudah survei hampir ke semua tempat. Dan cuma di daerah itu yang belum ada PAUD-nya. Orang tua di daerah itu memasukkan TK anaknya di sekolahkan yang jauh. Kebanyakan malah langsung SD, karna TK jauh."
"Sampe segitunya mau bangunkan aku yayasan," batin Tania.
"Apa kamu khawatir aku ngerebut Mas Rafa?"
Tania tidak menjawab. Namun, tatapannya intens pada Aulia, seolah dari matanya dia menjawab.
"Kamu gak usah khawatir soal itu. Aku memang pernah ngomong yang menjurus ke hal itu, tapi bukan begitu maksudku. Aku punya pacar, dan aku cinta dia. Kami malah udah ada rencana mau menikah tahun ini." Aulia mengangkat tangan kirinya untuk menunjukkan cincin di jari manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Becomes a Mom
Chick-Lit[END] Hidupku yang biasa saja tiba-tiba memusingkan ketika dua lelaki melamarku. Apa yang harus aku lakukan? Memilih perjaka yang merupakan teman kecilku, ataukah duda yang merupakan Papa dari anak didikku? Lalu, ketika aku sudah memilih, harus dib...