Gus Mus x Abah Masduqi Mahfudh

76 1 0
                                    

Perjalanan mencari seorang guru-pun akhirnya aku mulai, dengan lingkungan yang jauh dari kenalan ustad atau pemuka agama, aku bingung kemana harus mencari seorang guru pembimbing yang dimaksud. Akhirnya aku meminta tolong temanku, Ido (Panggilan akrabnya) untuk mencarikan aku seorang guru menggunakan link-nya. Hingga sekitar dua minggu berlalu, akhirnya aku menerima pesan line dari Ido yang berbunyi kurang lebih seperti ini.

Ido: "Sen, ini udah ketemu.. dari temennya Eli (Eli merupakan teman seangkatan HI 2012). Katanya orang yang bakal temuin kita ke Gus Mus (Ahmad Mustofa Bisri)

Sena: "Anjiirrrr.... Serius do ?? mana mau anjir Gus Mus ngampu preman tobat macam kita ? emang Gus Mus tinggal di Malang yak ? (Maklum kala itu aku hanya tau bahwa Gus Mus adalah seorang ulama terkenal, tapi tak tau lebih mengenai siapa beliau sebenarnya).

Ido: "Iya serius, tapi bentar deh.. gue tanya lagi"

Sena: "Oke"

Pasca itu, Ido terus menggali informasi mengenai guru yang akan membimbing kami. Oh ya.. Ido merupakan salah satu sahabatku yang selalu menemani ku kemana-mana. Sampai saya ajak bergurupun ia yang menemani dan mencarikannya. Pada suatu hari di bulan Maret, akhirnya hari bertemu guru pembimbingpun tiba. Hari itu hari Rabu, malam hari aku bersama Ido bertemu dengan Hawazun (Murid dari sang guru yang telah lama Bersamanya). Dan saat menuju lokasilah baru aku mengetahui bahwa ternyata orang yang akan kita temui merupakan menantunya Gus Mus, jadi bukan Gus Mus sungguhan hehe..

Dari titik poin bertemu di Kampus Brawijaya, kami menuju ke daerah Kota Lama. Jujur, selama perjalanan menuju rumah sang guru, perasaanku campur aduk, senang, deg-degan, excited dan minder jadi satu. Sampai di depan pintu rumahnya pun, perasaan makin tidak karuan.. Entah berapa kali aku menyebut kata "anjir" sebuah kata yang kalua dikonversikan ke dalam Bahasa inggris "oh shit" atau "omg" kalau dikonversi ke Bahasa jawa "cuk".

Kala kami datang malam itu, beliau sedang membaca Al-Quran dan kami baru masuk ketika beliau sudah menyelesaikan bacaannya. Sebagai orang kota yang jauh dari adab yang diajarkan Pesantren, saya hanya modal bekal kesopanan yang diajarkan pada saat SMA saja. Masih teringat dalam benak pandangannya yang menyejukan hati, wajah bersinar yang membuat aku tak bosan untuk menatapnya serta ucapan yang sangat santun sehingga membuat hati ini menjadi luluh.

Sebelum memulai pengajian, aku ceritakan terlebih dahulu tujuanku bertemu dengan dirinya, bahwa aku mendapat pesan bahwa diriku "kosong" dan perlu mencari guru pembimbing. Ketika aku berkata "kosong" beliau mencoba seolah "menerawangku" matanya menyipit seolah melihat tajam kepada sesuatu yang tak bisa aku nalar oleh logika.

Selanjutnya beliau menceritakan bahwa pentingnya menggali ilmu agama melalui sanad yang jelas. Saya masih ingat sekali bahwa beliau menggambarkan bagan seperti gambar dibawah ini.

Jarak kita ke Rasulillah sudah terlalu jauh, Dan kita semua yang hidup pada masa ini adalah umat di akhir zaman, maka dari itu untuk mendapatkan ilmu agama kita perlu berguru kepada ulama-ulama yang sanad keilmuannya sampai dengan Rasulillah" kata...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarak kita ke Rasulillah sudah terlalu jauh, Dan kita semua yang hidup pada masa ini adalah umat di akhir zaman, maka dari itu untuk mendapatkan ilmu agama kita perlu berguru kepada ulama-ulama yang sanad keilmuannya sampai dengan Rasulillah" kata beliau.

Mendengar penjelasannya pun aku semakin tertarik untuk mencari tahu lebih dalam akan Agama Islam yang selama ini dijelaskan kepadaku tidak sistematis. Pelajaran agama semata-mata dilampaui hanya untuk formalitas, dan saya tidak pernah mendapatkan intisari dari pelajaran agama itu sendiri. Dilingkungan saya dulu, Al-Quran hanya sebatas dibaca, ketika orang dapat membaca Al-Quran maka mereka sudah tergolong ke dalam orang alim. Namun sedihnya, yang pandai membaca Al-Quran itu nantinya adalah orang-orang yang tidak mencerminkan seorang Muslim sejati. Mereka yang pandai membaca, namun mereka pula yang mengotorinya dengan perbuatan mereka yang kurang baik. Nilai-nilai Al-Quran tidak terserap ke diri mereka, dan semenjak itu saya berpikir bahwa Al-Quran bukan hanya dibaca namun harus dikaji, dimaknai hingga diresapi.

Hingga golongan Ahli Sunnah wal Jamaah yang diyakini sebagai umat yang memiliki sanad keilmuan hingga Rasulillah SAW.

"Yang membedakan kita dengan kaum lain adalah sanad kelimuan. Sanad merupakan bagian dari agama. Kalau tidak ada sanad seseorang dapat melakukan sesuatu semena-mena"

- Abdullah Ibnu Mubarrok

LIFE : The Unexpected JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang