Bahasa Planet

5 0 0
                                    

Sebagai "third culture kids" dan besar di Jakarta. Tentu hanya bahasa indonesia yang ku mengerti, kalau pun pernah belajar beberapa bahasa daerah tentu hanya sebatas memenuhi persyaran lulus mata pelajaran saat SMP dan SMA.

Tentu sebuah mimpi buruk dan butuh effort yang lebih ketika mempelajari kitab-kitab dengan arti bahasa jawa. Sudah tidak bisa bahasa jawa, tak bisa bahasa arab pula. Lengkap sudah... Yang ku tangkap hanya bahasa planet yang tidak ku mengerti kecuali kalau itu dijelaskan dalam bahasa indonesia.

Bait-bait diatas adalah ungkapan yang sejujur-jujurnya belajar di Pesantren. Satu tahun pertama di Pesantren aku tak mengerti apa yang aku pelajari, maklum bagaimana aku bisa mengerti jika penyampaiannya menggunakan Bahasa jawa halus dan lengkapnya lagi aku tidak bisa Bahasa jawa. Rasanya tak habis-habisnya menceritakan kebodohanku di Pesantren.

Akhirnya tahun kedua, masih tetap bertahan dikelas satu. Tidak naik kelas bukanlah aib, rasanya hampir kebal dengan Namanya menghinakan diri. Tapi rasanya penyakit hati dan hawa nafsu ini rasanya juga tak bosan untuk hampir dan hinggap di dalam jiwa. Benar dawuh Rasulillah setelah Perang Badr usai "Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran akbar. Lalu sahabat bertanya, "Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, "jihad (memerangi) hawa nafsu."

Tapi setidaknya di tahun kedua ini aku terinspirasi dari temanku Zainul Ibad ketika melihat catatannya. Beliau mungkin orang yang sering dianggap remeh oleh teman-teman pondok, tapi bagiku Ibad adalah salah satu inspirasiku dan aku tak pernah memandang beliau sebelah mata. Maklum karena banyak cerita santri di Pondok yang ketika mondok biasa-biasa saja bahkan kurang pintar tapi sukses menebarkan kebaikan di masyarakat dan sebaliknya banyak santri yang outstanding di Pondok tapi ilmunya kurang barokah. Jadi pikirku mungkin Ibad bisa jadi salah satu dari bagian orang-orang yang menerima keajaiban tersebut suatu hari nanti.

"Anak muda, selama ini aku sibuk memperhatikan urusan hatiku, bertahun-tahun aku berusaha menata hatiku, hingga aku tidak sempat berprasangka buruk kepada orang lain."

-Seorang Guru Sufi

Suatu hari di salah satu catatannya aku melihat berlembar-lembar kertas dimana ia menulis ulang isi kitab dan memaknainya dengan rapih. Melihat kegigihan Ibadpun akhirnya ku ikutilah metodenya agar dapat mengikuti pelajaran di Pondok tahun kedua. Dengan segala ketidak beruntungan dan gelapnya jalan yang pernah ku lalui, semoga apa yang ku tulis menjadi berkah untuku dikemudian hari.

LIFE : The Unexpected JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang