Bertemu kembali dengan yang tercinta adalah judul yang tepat untuk menggambarkan betapa senangnya diriku dapat bertemu beliau. Setelah menuntaskan Pendidikan di Kediri dan perjalanan Panjang dari Lirboyo – Mbah Ampel – Sidoarjo dan akhirnya kembali ke Malang. Hal yang pertama aku lakukan sesampainya di Malang adalah menyowani beliau, rasanya aku ingin sekali menceritakan segudang pengalaman yang aku dapatkan selama tiga bulan lebih terakhir bersama Gus Gholib. Dan benar saja, sowan dengan beliau kala itu merupakan sowan terlama yang pernah aku lakukan, kalau tidak salah baru selesai jam setengah 12 malam.
Arbain Nawawi dan Ramadhan
Diakhir sowan ku dengan beliau pada malam itu, beliau berpesan "Ramadhan ngaji sama saya ya mas ?" dan seketika aku menjawab "Siap, Gus". Jika tahun lalu kitab yang diajarkan selama bulan Ramadhan adalah Kitab yang membahas Kopi dan Rokok Karangan Syeikh Ihsan Jampes. Sekarang kitab yang dibahas adalah 40 hadist yang dikaji oleh Imam Nawawi. Biasanya ketika bulan Ramadhan, pengajian dimulai setelah Shalat Teraweh sekitar pukul 08:00.
Selama bulan Ramadhan, di dalam kajian beberapa kali kode selanjutnya diberikan. Setidaknya beliau mengkodekan hal-hal yang yang sungguh mustahil untuk dilakukan.
1. Jangan jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan alasan yang paling kuingat karena tawakalnya kecil terhadap rezeki.
2. Jangan ambil beasiswa, karena sesuatu yang dibiayakan dari hal-hal subhat ilmunya akan menjadi kurang bermanfaat.
3. Jadi seorang pengusaha.
Sungguh sebuah kode yang sulit untuk dilakukan, lagi-lagi batinku berkonflik mengenai impian sekolah keluar negeri yang ku impikan. Merencanakan untuk apply LPDP ke Luar Negeri saat itu begitu rumit memang, aku tak mau tergesa-gesa dalam menentukan pilihanku kali ini. Akhirnya hari-hariku hanya kuhabiskan untuk merenung dan berpikir mengenai rasionalisasi berbagai pilihan. Pikiran ini masih terus berpikir hingga akhir Ramadhan dan pengajian berakhir. Aku berpamitan dengan Gus, yang mungkin saat itu mungkin aku rasa adalah terakhir kalinya aku bertemu dengan beliau. Kalau ini adalah The Real Goodbye. Karena sungguh tak ada alasan lain untuk membuatku kembali ke Malang setelah lulus, meski hati ini masih berat untuk meninggalkannya.
"Tak ada yang bisa menggambarkan sebuah kebahagiaan, ketika engkau menggandeng dan menggenggam tanganku pada sore itu. Di Pantai Kuta, bersama dua orang kekasih yang tak pernah absen dalam lantunan doa harianku"
Sudah aku bilang, rasanya ada saja seribu alasan untuk kembali bersama beliau. Siapa yang menyangka bahwa, Dari Jakarta aku bisa terbang ke Lombok bersama Gus Shampton dan Ning Udho (isteri beliau) untuk menghadiri sebuah acara. This is one of the unexpected journey yang kesekian dalam hidup.
Kenangan di Lombok sungguh luar biasa Indah, bisa bertemu Tuan Guru Turmudzi merupakan sebuah kesempatan langka. Padahal sebelumnya aku tidak tau siapa beliau, dan setelah kucari tau ternyata beliau merupakan salah satu kyai sepuh rekan seperjuangan Gus Dur dan Abah Masduqi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIFE : The Unexpected Journey
SpiritualSebuah buku berisikan kisah seorang pemuda yang sedang mencari jati diri hingga makna kehidupan melalui jalan yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Namun siapa sangka, ternyata jalan inilah, jalan yang membawa dirinya untuk mengenal lebih luas San...