Part 10

5.7K 403 9
                                    


Happy Reading🧡




Hawa dingin menyeruak terasa seakan sampai pada tulang melewati pori-pori kulit. Membuat siapapun tak ingin lepas dari selimut satu-satunya penghangat malam mereka. Tapi apalah daya, suara lonceng telah dipukul sejak jam empat pagi. Membuat siapapun bergidik ngeri. Takut di marahi, takut disiram, takut dipukul dan semua ketakutan-ketakutannya.

Kiya telah rapi dengan mukena yang menutupi tubuhnya. Juga sajadah dan kitab didekapan tangannya. Tampak dari bibirnya bergumam melafalkan hafalan yang harus ia setorkan selesai subuh nanti. Sesekali ia tersenyum melihat teman sekamarnya yang sibuk berapi-rapi untuk segera menuju masjid pesantren.

" Udah belom... ? " tanya Kiya menghentikan hafalannya.

" Bentar-bentar "

" Oke ayo kuy berangkat " ucap Ashfa bersemangat. Kiya hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

Sesampainya dimasjid Kiya segera mengambil shaf paling depan. Terlihat para santri putra yang sebagian besar sudah memenuhi ruangan. Terlihat dari raut mukanya mereka telah lama menunggu. Maklumlah santriwati walaupun hanya sekedar ingin shalat pasti ribet harus inilah, harus itulah.

Adzan pun segera dikumandangkan oleh Kang Azid. Ia kakak tingkat kiya juga vokalis shalawat Ponpes Darul Muttaqin jadi wajar jika ia dikenal hampir seluruh santri.

Dan seperti biasa shalat subuh diimami oleh sang putra mahkota pesantren. Siapa lagi kalau bukan Gus Altaf putra kebanggaan Kyai Shadiq. Ya.. suaranya cukup merdu dan membuat santri lebih bersemangat untuk shalat jamaah terutama santriwati.

~♥~~♡~~♥~

Selesai sarapan kiya telah siap dengan seragam putih rok hitam juga jilbab putihnya. Ia memilih berangkat lebih awal karena hari ini akan ada test IPA.

Ia segera menuju kelasnya yang bejarak sekitar berapa ratus meter dari asramanya. Memang dekat tapi harus berjalan melewati dua komplek asrama. Juga melewati belakang asrama putra.

" Eh.. Dengar-dengar ning arifa mau kesini ya " celetuk Ashfa sambil mengeluarkan buku dari tas nya.

" Ning Arifa ? Siapa dia ?" tanya Kiya. Walaupun sudah lama nyantri kiya kurang tahu dengan orang-orang kerabat kyai. Bahkan pada gusnya saja baru tahu kemarin.

" Dia itu anaknya Kyai Ghafar pemilik pondok pesantren Ar Rasyid "

Kiya hanya mengangguk seolah tahu padahal tidak.

" Dan katanya lagi dia itu mau dijodohkan dengan Gus Altaf " ucap Ashfa

" Whats.. ?!!!" Kiya menatap Ashfa lekat-lekat.

" Iya.. Tapi itu sih baru keinginan Bu Nyai Halimah, walaupun Gus Altaf sendiri belum mengetahui "

" Lalu kamu tahu dari mana ?"

" Dari para santri yang kemarin bantu-bantu didapur dalem, kebetulan dengar percakapan bu nyai.. Emang kenapa sih ?" tanya Ashfa heran kepada sifat kiya.

" Eh.. Enggak gak papa " kilah Kiya.

Kiya sendiri sebetulnya tidak ikhlas jika Gus Altaf akan dijodohkan dengan Ning Arifa.

" Beneran gak papa ?" tanya Ashfa menatap mata Kiya. Dan hanya dijawab dengan gelengan oleh Kiya.

" Serius ? Atau jangan-jangan.. " Ashfa menggantungkan ucapannya menerka-nerka apa yang sekarang dirasakan sahabatnya.

" Eh.. Apaan sih ya enggak lah " Elak kiya setelah merasa tahu dengan apa yang ada dipikiran sahabatnya.

" Nggak usah bohong "

ADZKIYA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang