Happy Reading❤
Kiya mendudukan dirinya dibangku yang terletak disamping panggung. Lelah sekali rasanya saat ini. Sesekali ia memijat lututnya pelan.
"Capek?" Gus Altaf duduk sekitar beberapa cm disamping kanan Kiya.
"Eh.. Enggak gus" jawab Kiya kikuk.
Gus Altaf tersenyum tipis. Suasana sudah sedikit sepi daripada tadi. Sebagian santri sudah beristirahat diasrama masing-masing. Tinggal beberapa yang masih membersihkan sisa potongan-potongan bahan yang tadi digunakan.
"Kenapa nggak istirahat?" tanya Gus Altaf yang tahu raut lelah Kiya.
"Sekalian nanti nunggu semua selesai"
Gus Altaf hanya mengangguk mengerti. Sekejap hanya ada keheningan diantara keduanya.
Kiya menatap lurus kedepan. Pikirannya teringat bahwa Ning Arifa akan kesini. Tapi dimana?. Ada sedikit rasa senang dihati Kiya sebenarnya karena Kiya tahu kalau sebenarnya Ning Arifa menyimpan perasaan kepada Gus Altaf.
"Emm Gus? Katanya Ning Arifa kesini tapi dimana dari tadi Kiya kok nggak lihat sama sekali?" Kiya memberanikan diri untuk bertanya.
Gus Altaf menoleh. "Ada didalem baru sampai jadi nggak bisa bantu-bantu disini" jawabnya.
"Ohh" Kiya mengangguk.
"Alhamdulillah deh" gumamnya reflek membuat Gus Altaf menoleh.
Gus Altaf mengernyitkan dahinya, "Alhamdulillah? Kenapa?".
"Eh.. Emmm.. Nggak papa" kilah Kiya. Dasar bodoh !! Batinnya.
Gus Altaf tersenyum yang tak bisa diarti. Membuat Kiya sedikit menatapnya bingung.
"Iya alhamdulillah" ucapnya.
"Kenapa?" tanya Kiya.
"Nggak suka aja"
Kiya tertawa kecil, "Gus'e gimana sih? Masa saudara berkunjung malah nggak suka?"
"Bukannya gitu" jawab Gus Altaf dengan menatap lurus kedepan.
Kiya paham maksud Gus Altaf. Jadi apa Gus Altaf tidak menyimpan rasa pada Ning Arifa.
"Gus Altaf mau dijodohin sama Ning Arifa?"
Kiya merutuki kebodohannya sendiri. Bisa-bisanya ia menanyakan seperti itu kepada Gus Altaf yang latar belakangnya adalah GUSnya.
Dasar bodoh !! Batin Kiya.
Kiya menunduk dan menggigit bibir bawahnya gugup bercampur malu setengah mati. Jika saat ini ada harimau lewat didepannya pasti Kiya lebih memilih untuk dimangsa saja. Eh tidakkk...
Gus Altaf menatap Kiya yang menunduk takut. "Iya" jawab Gus Altaf.
Kiya mencekal roknya kuat dengan tubuh yang sudah bergetar.
Loh kan bener...
"Tapi aku nggak mau" celetuk Gus Altaf.
Kiya mengangkat wajahnya menatap Gus Altaf. Ternyata benar perkiraan Kiya. Kalau Gus Altaf itu tampan. Eh apaan sih..
"Kenapa?"
"Maunya sama yang duduk disamping ku" ucap Gus Altaf tersenyum kearah Kiya.
Kiya membelalakkan matanya menatap Gus Altaf. Memang sih ucapannya terdengar santai dan bercanda namun Kiya tidak menemukan kebohongan pada sorot mata Gus Altaf.
Kiya memalingkan tatapannya mencoba bersikap setenang mungkin, "Hahaha.. Gus bercanda kan?" Kiya mencoba tertawa palsu.
"Enggak"
Spontan Kiya kembali menatap Gus Altaf dengan degup jantungnya yang sudah tidak bisa dikendali.
Gus Altaf menatap Kiya serius, "Aku serius" ucapnya dan memang benar-benar serius.
"Dikeluarga kyai Darul Muttaqin sudah menjadi budaya seorang Gus dijodohkan dengan seorang Ning yang masih satu kerabat dekat" ucap Gus Altaf menatap luris kedepan.
Kiya mengikuti arah pandang Gus Altaf. Hatinya merasa tercabik keras mendengar penuturan dari Gus Altaf saat ini.
Kalau memang mau dijodohkan sama Ning Arifa. Ngapain Gus Altaf bicara kayak tadi ?!! Batin Kiya sungguh ia tidak suka dengan ini.
Gus Altaf menoleh kearah Kiya yang tak sadar tengah ditatapnya. Ia bisa melihat guratan kecewa dari wajah cantik Kiya. Apa Kiya juga menyukainya? Batin Gus Altaf.
"Dan aku rasa tak akan selamanya seperti itu" ucap Gus Altaf.
Kiya menoleh, "Maksud gus?"
"Aku sudah merencanakan masa depan ku, terlepas dari itu semua"
"Maksudnya?"
Kiya sebetulnya sedikit paham maksud Gus Altaf. Namun ia memilih untuk pura-pura tidak mengerti. Toh juga dia tidak ingin terlalu berharap dulu.
"Nanti kamu akan tahu" jawab Gus Altaf lalu bangkit dari duduknya.
"Jika Allah berkehendak" tambah Gus Altaf dengan senyum mautnya sebelum benar-benar berlalu dari tempat Kiya berada.
Kiya mematung ditempat memandang punggung tegap Gus Altaf dengan tak percaya. Sampai akhirnya tergaris senyum tipis dari bibirnya.
"Kiya tunggu gus" gumam Kiya lirih.
^Δ^
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" jawab seluruh penghuni kamar.
Kiya mendudukan dirinya disamping kasur dengan senyum yang masih mengembang. Pikirannya kembali mengingat tentang apa yang diucapkan Gus Altaf tadi. Sungguh bila saja Gus Altaf bukanlah anak dari kyainya pasti sudah ia cakar-cakar wajahnya. Bisa-bisanya ia membuat pikiran Kiya menjadi gila.
Sebuah tangan dingin tiba-tiba menyentuh dahinya. Membuat senyumnya langsung sirna.
Kiya melepas punggung tangan Ashfa, "Kenapa?"
"Sehat?" tanya Ashfa.
"Ishh apaan sih?" gerutu Kiya kesal.
"Perasaan dari masuk tadi senyam-senyum terus. Awas kesambet"
"Lagi bahagia aja"
"Bahagia? Kenapa?"
Kiya menyipitkan matanya, "Adadeh.."
"Terserah deh. Eh untuk acara HUT ponpes seluruh asrama disuruh untuk memberi satu perwakilan untuk pentas" ujar Ashfa.
"Pentas?" tanya Kiya.
"Iya. Kayaknya kamu aja deh yang jadi perwakilan"
"Lah kok aku sih?"
"Yakan asrama kita belum ada yang mau"
"Terus aku mau mentasin apaan?" tanya Kiya.
"Nyanyi aja deh. Kamu kan bisa gitar" jawab Ashfa.
Kiya mengusap dagunya berfikir.
"Yaudah deh. Aku mau mandi dulu" ucap Kiya lalu mengambil peralatan mandinya.
"Masih siang woii"
"Biar nggak ngantri, bye" jawab Kiya lalu pergi begitu saja.
Ashfa hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Lalu melanjutkan kegiatan hafalannya.
Jangan lupa vote ye😊
📝Wonogiri, 17 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ADZKIYA (Selesai)
Teen FictionBerhubung ini cerita pertama dan gak jelas banget. Mohon kerjasamanya untuk memberi kritik yang membangun🙏 Warning : Typo bertebaran. Salah pengetikan nama. Alur yang bikin bingung.