Ch.3 Kenyataan Pahit & Tekad

135 32 0
                                    

Rasa penasaran seorang anak kecil dalam diri Shen Yun mulai menyala kembali.

Apalagi ditambah dengan firasatnya yang mengatakan bahwa sesuatu yang dirinya cari ada disana, membuat Shen Yun tanpa sadar sudah mulai mendekati keramaian itu dengan diam-diam.

Terlihat dari kejauhan, paman, bibi, nenek, kakek dan ayah Shen Yun tengah berdoa dihadapan sebuah peti mati yang terdapat banyak kertas kuning disekelilingnya.

Shen Yun sudah beberapa kali melihat kegiatan seperti itu diantara keluarga besar Shen.

Oleh karena itu wajah Shen Yun menjadi cemas dan segera mendekati keramaian itu secara diam-diam.

'Memangnya siapa yang meninggal baru-baru ini? Aku tidak mendengar kerabat keluarga Shen ada yang meninggal.' Shen Yun masih berusaha berpikiran positif meskipun tentu perasaannya sangat tidak baik saat ini.

'Dan kenapa mereka melakukannya saat malam hari? Bukankah seharusnya pagi hari lebih baik?' Melihat semua orang sedang khusyuk berdoa, Shen Yun segera bergerak mendekati peti itu untuk sekedar melihat papan nama yang tertulis di peti tersebut.

Shen Yun berjalan tanpa suara dan berhasil mendekat tanpa ada satu orang pun yang menyadarinya.

Kemudian Shen Yun mulai membaca tulisan di papan yang ditaruh di samping peti mati.

Tulisan dalam peti mati itu cukup rumit baginya yang hanya hafal huruf-huruf dasar, namun ternyata dia merasa tidak asing dengan huruf tersebut.

"Zhi...Shin-?" Mata Shen Yun terbuka lebar dan tubuhnya bergetar hebat, ia begitu mengenali nama siapa yang ia baca.

"Aku hanya salah membaca kan..." Shen Yun mendekati peti itu dengan tatapan terpaku pada peti mati tidak peduli dengan reaksi terkejut semua orang sekitarnya ketika menyadari dirinya tiba-tiba berada disana.

"Bukankah itu Shen Yun?"

"Adik Yun."

"Yun'er." Shen An dan yang lainnya sangat terkejut melihat Shen Yun tiba-tiba berada di tempat ini, Shen An langsung berniat menahan anaknya namun seseorang menahan pundaknya.

"Dia bisa keluar dari kamar meskipun kau sudah mengunci kamarnya bukan?" Ucap Shen Han dengan tatapan penuh makna.

"Aku sudah memastikan itu, bahkan aku menaruh jebakan di bawah bantalnya. Bagaimana bisa..."

"Biarkan dia mengetahui semuanya, kita tidak akan mungkin bisa menyembunyikan semua ini darinya... Dia anak yang cerdas, percayalah padanya." Lanjut Shen Han lalu Shen Yun dengan pandangan berbeda.

Shen An mengepalkan tangan keras, terpaksa membiarkan Shen Yun mengetahui semuanya.

Tubuh Shen Yun tiba-tiba menjadi lemas saat melihat kedalam peti siapa yang berada di dalamnya, dugaan dan firasat buruknya terbukti benar, ia tentu tidak bisa menerima hal itu, pagi hari yang lalu, orang yang ada di dalam peti mati tersebut baru saja membuatkannya sarapan dan memeluknya dengan hangat, bagaimana mungkin ia bisa percaya bahwa orang yang sama kini terbujur kaku di dalam peti mati.

"I-bu... Apa yang kau lakukan disana?" Suara Shen Yun lirih, berusaha menahan gelombang air yang datang dan mulai terkumpul di kantung matanya.

"Bangunlah ibu, Yun tau ibu hanya butuh istirahat karena terlalu lelah setelah melahirkan adik-kan? Lalu mengapa ibu berada disini? Ayo biar Yun antar ke kamar..."

"Ibu, mereka ingin menguburmu, bangunlah bu, jangan tinggalkan Yun." Shen Yun semakin terisak, ia tidak bisa menerima kepergian ibunya yang begitu mendadak.

Disisi lain para kerabat Shen Yun semakin berduka atas kepergian Zhi Shin. Zhi Shin terkenal dengan kebaikan hati dan keramahannya, tidak pernah sekalipun kerabat ataupun orang-orang disekitarnya melihat Zhi Shin berbicara dengan nada tinggi ataupun marah.

Gambaran wajah seorang wanita yang selalu tersenyum muncul dibenak semua orang, bahkan diantara mereka yang mengurusi jenazah Zhi Shin pun masih tidak percaya telah melihat seorang wanita yang tersenyum begitu bahagia sampai akhir hayatnya.

Shen An segera memeluk tubuh Shen Yun, ia tidak berkata apapun namun perlahan isakan tangis dari Shen Yun mulai mereda.

"Maafkan ayah, nak." Ucap Shen An, menyesal berusaha menyembunyikannya dari Shen Yun.

"Hm... Aku mengerti alasan ayah." Jawab Shen Yun, menggeleng pelan.

Shen An mengusap air mata anaknya sebelum berkata, "Bisakah kau melihat wajah ibu yang tersenyum nak?"

"Ya, ibu sangat cantik. Bahkan..." Air mata mulai terkumpul kembali di kantung mata Shen Yun.

"Benar, dan kau tau nak? Seseorang yang meninggal sambil tersenyum akan masuk surga. Bisakah kau menerimanya nak?" Tanya Shen An.

Shen Yun terdiam beberapa saat sebelum menjawab pelan, "Ya, ayah. "

"Ayah, semasa hidup, ibu selalu ku repotkan, jadi tolong biarkan aku menyelesaikan kewajiban terakhirku untuk ibu." Shen Yun mengepalkan tangan kuat.

Shen An menatap Shen Yun dengan haru sebelum mengangguk, "Baiklah."

----

Setelah selesai melakukan prosesi pemakaman, semua orang pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Shen Yun meminta ayahnya untuk dipertemukan pada adiknya.

Shen An mengantar anak pertamanya itu menuju kamar khusus untuk adik Shen Yun.

"Ayah, siapa nama adik Yun?" Ucap Shen Yun sambil menatap wajah mungil adiknya.

"Li Wei (Bunga Mawar), Shen Li Wei, nak. Bukankah ia cantik?" Jawab Shen An.

"Ya, ayah, sangat mirip seperti ibu."

"Adik Wei, kakak Yun mu ini berjanji akan melindungimu dari orang-orang yang ingin memetik mu." Lanjut Shen Yun lalu mengelus-elus kepala adiknya.

"Ayah, Yun ingin menjadi laki-laki kuat, bisa melindungi adik dan ayah dari bahaya apapun." Ucap Shen Yun bertekad.

Shen An menatap anaknya itu sambil menaikan alis. "Ohh.... Tidak masalah."

"Apa kau yakin?" Tanya lagi Shen An.

"Sangat yakin." Jawab Shen Yun dengan yakin.

"Apa yang ingin pertama kali kau pelajari?" Tanya Shen An.

"Pengobatan... Dan bela diri."

"Pengobatan dan bela diri? Itu dua hal yang sangat sulit dilakukan secara bersamaan."

"Tidak masalah, Yun yakin bisa melakukannya." Balas Shen Yun yakin.

"Hahaha, tapi Ayah tidak mahir dalam pengobatan, bagaimana dengan bela diri terlebih dahulu? Lalu untuk pengobatan, ayah akan mengenalkanmu pada teman ayah. Kau bisa berguru dengannya." Ujar Shen An.

"Baiklah, itu tidak masalah, Ayah." Shen Yun tersenyum lebar.

Guru Besar Yun : Mawar dan AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang