06. Nasib Buruk

1.7K 141 1
                                    

Dara menatap gerbang di depannya yang telah tertutup rapat-rapat. Memanjat, hal mustahil untuk Dara lakukan. Kepala sekolah sangat peka terhadap murid terlambat, buktinya pagar sekolah di buat setinggi mungkin hingga susah untuk menjadi jalan bagi para murid yang suka melanggar peraturan sekolah. Contohnya Dara saat ini.

"Gara-gara nonton balapan sialan itu gue jadi telat gini," Dara merutuki dirinya yang melupakan sekolahnya hingga ia harus telat seperti ini karena semalam ia menghabiskan waktu tidurnya hanya untuk menonton balapan bersama kedua kakaknya dan tidur tepat pukul dua pagi.

"Pak, bukain gerbangnya dong," mohon Dara kepada penjaga gerbang yang sedang menyesap kopinya di pos satpam.

"Aduh neng, kenapa terlambat?" tanya paruh baya tersebut berjalan mendekat ke arah gerbang.

"Telat bangun Pak," balas Dara.

"Yaudah neng Dara tunggu Bu Susan dulu ya, baru bapak bukain," jelas Penjaga gerbang tersebut seraya menggelengkan kepalanya melihat Dara yang lagi-lagi kembali terlambat.

"Tangung Pak, kaki saya pegel banget tadi abis lari maraton dari rumah," ujar Dara mengingat dirinya yang harus berjalan kaki karena dewi fortuna sedang tidak memihak padanya. Bangun telat, motor rusak, di tinggal kedua kakaknya, tidak ada angkot, jalan kaki. Itulah kesialan yang menimpa Dara hari ini. Melelahkan bukan.

"Kamu lagi. Alasan kamu terlambat apa lagi sekarang?" tanya Bu Susan seraya menghampiri Dara yang sudah masuk ke dalam gerbang setelah di persilahkan masuk oleh Pak penjaga gerbang.

"Kesiangan Bu," balas Dara.

"Kesiangan aja terus, kamu terlambat bukan hanya sekali dua kali Dara, bahkan catatan saya sudah penuh dengan nama kamu," kata Bu Susan sarkastik menatap muridnya dengan tatapan mautnya.

"Itu bukan keinginan saya juga Bu," Dara menundukan kepalanya. Berbicara dengan Bu Susan membuat bulu kuduknya meremang.

"Kamu ngak punya jam di rumah untuk kamu gunakan agar lebih disiplin terhadap waktu?" tanya Bu Susan tanpa ekspresi.

"Punya kok Bu, kalau Ibu mau Dara sumbangin buat Ibu," bukannya takut, Dara malah gencar memainkan emosi guru Bp di hadapannya ini.

Bu Susan tampak menghela nafas kasar. "Lebih baik kamu lari keliling lapangan sekarang sebanyak 10 putaran!" titahnya.

"Ngak kurang apa Bu, tadi saya udah maraton sampe sekolah, masa lari lagi sih," balas Dara mencoba bernegosiasi dengan guru di depannya.

"15."

"Saya kan minta kurang bukan di tambahin," protes Dara.

"20."

"10 aja udah cukup Bu," pungkas Dara memutar bola matanya malas, guru di depannya sangat susah untuk di bantah.

"Dasar guru budeg, diminta kurang malah nambahin," gumam Dara.

"Ngomong apa kamu?" tanya Bu Susan.

"Ngak ada Bu, cuma mau kelapangan kok," balas Dara segera berlalu dari hadapan guru Bp tersebut, tidak lupa menyumpah serapahi guru itu yang tidak tangung-tangung memberi hukuman.

"Dasar guru tua, keriputan, badan gede. Hidup lagi," cibir Dara yang masih terus berlari sembari menghina fisik guru yang telah menghukumnya. Cibiran yang ia lontarkan seakan menambah semangatnya untuk menyelesaikan hukuman yang ia dapatkan.

"Bu, satu putaran lagi hukumannya selesai," teriak Dara ke arah Bu Susan yang sedang menikmati hembusan angin di bawah pohon pelindung.

"Kesini kamu!" titah Bu Susan, Dara langsung berlari ke arah sang Guru dengan semangat yang membara.

GUNTUR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang