Luruskan niat, carilah cara. Maka niat baik, harus dilakukan dengan cara yang baik pula
•••••
Hari ini SMP Garuda Agraning tengah mengadakan kerja bakti. Tugas telah dibagikan dan tiap kelas VII mendapat bagian membersihkan sekolah bagian selatan. Sekolah bagian selatan terdapat ruang perpustakaan, UKS, gudang, dan lapangan voli.
“Anak-anak per kelas sudah mendapatkan bagiannya masing-masing, dan kelas delapan sudah mendapat bagian sekolah kita yang selatan. Sekarang, Bu Tuti bakal bagi tugas untuk semuanya.” Bu Titi memberi arahan kepada anak-anak yang saat ini tengah berkumpul di lapangan voli.
Rana dengan satu tim kelas lain mendapat bagian untuk membersihkan gudang. Di gudang ada sebuah rak-rak buku, Rana dan Ristha membersihkan bagian yang paling belakang.
“Tolong ....” Terdengar suara lirih meminta tolong menggema di telinga Rana. Laki-laki itu mendekat ke arah Ristha.
Ia berbisik. “Ristha, kamu denger ada orang yang minta tolong, nggak?” tanya Rana. Keduanya baru baikan tadi pagi.
“Aku tidak mendengarnya,” kata Ristha menggeleng, kemudian gadis itu beralih meninggalkan Rana karena harus mengembalikan kemucing.
“Aku khawatir, ada orang yang terjebak.”
Karena penasaran dan takut terjadi sesuatu, Rana memutari gudang mencari sumber suara. Ketika ia berhasil menerka suara itu berasal darimana. Ia langsung segera menghampirinya. Rupanya berada di dalam ruangan buku-buku yang akan di daur ulang. Tempat ini di sudut gudang bagian belakang.
Anak itu mencoba memutar knop pintu, tetapi dikunci. “Suara berasal dari sini, tapi pintunya dikunci.” Rana mengerutkan dahinya. Sedikit otaknya mencerna apa yang terjadi di dalam.
“Astaghfirullah! Mungkin ada seseorang yang terkunci disini,” tangkapnya cepat. Rana langsung berlari mencari kunci ruangan ini, tapi dalam semua ruangan bagian selatan ini, kunci dipegang oleh Pak Abdi.
“Berarti aku harus cari Pak Abdi!” Rana berlari sedikit kencang mencari pak Abdi. Sehingga beberapa barang yang semula dibersihkan berserakan kembali di lantai.
“Ah, maaf-maaf.” Anak itu meminta maaf, tapi langkahnya tak berhenti.
“Heh banci! Kalau lari itu pake mata!” kata Helna tidak terima ketika beberapa barang bekas yang sudah ditata rapi kembali berhamburan.
“Maaf!” teriaknya sembari berlari. Saking asiknya berlari ia tidak melihat bahwa ada guru yang tengah menjalankan motornya keluar dari halaman sekolah.
Bruk. Tabrakan kecil tidak bisa dihindari Rana. Segera guru itu turun, dikenali namanya adalah Soecipto.
“Aataghfirullah! Ran, kamu nggak papa?” Pak Soecipto turun dari motornya.
“Rana nggak papa, Pak. Maaf, ya. Rana tadi nggak lihat,” katanya sambil menangkupkan dada.
“Kaki kamu berdarah Rana, ayo ikut Bapak,” kata Soecipto. Kemudian pria itu membantu Rana berdiri. “Pelan-pelan,” katanya peduli.
“Kamu masih bisa jalankan? Kalau nggak bisa biar Bapak yang gendong ke UKS,” tawar Soecipto. Segera ditolak oleh Rana, karena ia sangat malu jika digendong oleh gurunya menuju UKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detikan Pelukan Mama [END]
Teen Fiction[Teenfiction - Sekuel Selembar Kisah] Laki-laki itu terjebak pada toxic relationship yang membuatnya harus kehilangan banyak hal; termasuk ibunya. Dunianya sudah berakhir. © stories 2020 by Syadira Hr. © cover 2021 by Pinterest. All rights reserved...