Bab 08 - Satu Kedok

70 17 0
                                    

Jangan mudah percaya terhadap siapa pun. Terkadang, ada penyusup yang mampu menusuk lembut sanubari.

•••••

Rana, Salma, Kania, dan Joko sudah sampai di Bandara Juanda. Mereka semua turun dari mobil dan segera menuju keberadaan Raffin. Sayangnya, mereka semua terlambat lima belas menit. Alhasil membuat Raffin yang menunggu kedatangan putranya.


“Ayah ... kangen!” seru Rana sembari memeluk ayahnya. Raffin mengangkat kecil tubuh Rana sembari berpelukan. Keharmonisan yang membuat Salma dan Kania ikut merasa senang melihatnya.


“Rana kangen banget-nget-nget sama ayah.”

“Ayah juga kangen sama kamu,” kata Raffin ssmakin mengeratkan pelukan.

Namun, pelukan itu tiba-tiba mengendur. Teringat Kania berada di belakang Rana. Raffin menghampiri Kania kemudian berjongkok menyamai tingginya.

“Hai Kania, apa kabar?” gadis kecil itu menyalimi tangan Raffin.

“Kania baik, Ayah Raffin gimana kabarnya?”

“Coba lihat, ayahmu ini sehat atau sedang sakit?” tanya Raffin sembari menunjukkan tubuhnya yang gagah.

“Tidak sakit, tapi lelah.” Mendengar itu mereka semua tertawa.

“Kok ketawa? Apa aku salah bicara?” Raffin mencubit pipi anak itu gemas. Kania meringis kesakitan sambil mengerucutkan bibirnya.

“Oh sorry,” ujar Raffin sembari mengelus pipi Kania.

—————

“Rana!” Ristha menyapa Rana yang baru saja datang. Mereka kini bersama berada di depan gerbang sekolah.

“Eh Ristha, kamu udah sehat ya?” tanya Rana terkekeh.

“Kok? Kok kamu bilang kayak gitu, Ran?” tanya Ristha sembari menyipitkan matanya heran.

“Ahaha, engga-engga, sorry. Jadi, kemarin kamu aneh banget, dan sekarang udah balik jadi Ristha yang aku kenal. Itu maksudnya.”

Ristha sontak bungkam. Batinnya bersyukur atas kelegahan ini semua. “Aku kira apaan,” katanya terkekeh.

“Yuk masuk kelas!” imbuh Ristha diangguki Rana.

Pelajaran dimulai. Di kelas semua murid terlihat begitu serius menyimak penjelasan dari Pak Halim, salah satu guru IPS sekolah ini.

“Sudah paham semua?”

“Paham Pak.” Semua murid serempak menyahuti.

“Kita langsung ulangan ya!” sontak membuat semua murid melototkan matanya, terkecuali Rana yang setia tersenyum.

“Lho, Pak? Kok langsung ulangan aja? Baru juga dibahas,” protes Husein dengan nada tak suka.

“Justru itu yang saya suka. Saya ingin mengetes kalian semua. Seberapa protes kalian dalam ulangan ini, yang protes berarti belum paham.” Pak Halim menduduki kembali bangku gurunya. “Makanya, kalau guru tanya paham apa enggak, jawab sejujurnya aja. Kalau kayak gini ‘kan ketauan.”

Semua murid terdiam.

“Tapi jika diperhatikan. Ada satu murid yang tidak keberatan di sini, dan saya suka murid seperti dia,” ungkap Halim yang membuat semua murid dengan mudah menebaknya.

Detikan Pelukan Mama [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang