Bab 24 - Mulai Dekat

52 12 0
                                    

Kita tidak berhak memaksa orang lain untuk ikut membenci apa yang kita benci.

•••••

SMAN 4 Lamongan sedang asyik makan bersama di halaman utama. Acara ini digelar atas dukungan sabun cuci tangan yang saat ini sedang tenar di televisi. Kini pergerakkan cuci tangan Ristha sedang di shooting. Anak itu bangga, baru sehari ada di sekolah ini sudah akan masuk televisi saja. Elegant.

Kini Asst. Director yang tidak lain asisten sutradara mengarahkan Ristha untuk mengucapkan kalimat yang sudah tertulis di naskah.

Ristha mengelap tangannya menggunakan kain serbet, lalu menunjukkan kepada kamera sambil tersenyum. “Yuk cuci tanganmu pakai sabun Jebol!”

“CUT!” satu kata yang membuat Ristha menghela napas lega. Anak itu bubar dari lokasi dan mendudukkan tubuhnya di bangku dekat lapangan basket.

Ia mengkibas-kibaskan tangannya gerah. Lalu tiba-tiba ada tangan yang menjulur sambil membawa Polari Sweet. Ristha mendongak menatap siapa pemilik tangan itu.

“Untuk siapa?” tanya Ristha.

“Untuk kamu.” Ristha mengangguk, anak itu kemudian menerimanya.

“Terima kasih, Dit.” Radit mengangguk, lalu memilih duduk di sebelah Ristha. “Kamu tuh humoris, beda banget sama Asfar. Dia dingin, kayaknya jutek juga,” imbuhnya sengaja.

“Kamu suka Asfar?” Alina menggeleng. “Lalu?”

“Enggak. Hanya saja, semenjak kehadiranku, kayaknya momok banget di kehidupannya.” Ristha sengaja berkata seperti itu karena ia ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi.

“It was normal. Karena kamu perempuan.”

Ristha mengerutkan dahi mendengar jawaban itu terlontar dari mulut Radit. Karena dirinya perempuan?

“Maksudnya?”

“Asfar nggak suka ada murid baru perempuan. Apalagi mukanya mirip sama orang yang dia benci.”

Sungguh, kata terakhir yang terucap dari bibir Radit seketika membuat Ristha merasa dadanya begitu nyeri. Gadis itu mulai dapat menyimpulkan bahwa perempuan yang Rana benci adalah dirinya. Dia ‘kan anak baru di sekolah SMPnya.

“Aneh, ya?” katanya sambil membuang muka. Ia masih sakit. Ia masih belum sanggup mendengar semuanya lebih dalam lagi, tapi ia ingin cepat-cepat menyelesaikan semua ini.

Radit menundukkan kepalanya. Ia menghela napas gusar. “Dia pernah dikhianati sama sahabatnya waktu di SMP, dia perempuan.” Jantung Ristha seketika seakan dibuat berhenti berdetak. Rasanya ia sampai sesak napas. Maafin aku Rana. Aku nyesel.

Hatinya menangis ingin memperbaiki semua ini. Mendapatkan maaf memang tidak mudah, dan kali ini Ristha benar-benar mengalaminya. Jika mudah, belum tentu mereka ikhlas. Kejahatan kita terlalu membekas untuk bisa dimaafkan dengan ikhlas.

Pandangan Rana tidak sengaja tertuju pada Radit dan Ristha yang sedang berbicara. Mereka terlihat sangat dekat. Ada rasa tak suka setiap kali Radit dekat-dekat dengan Ristha, ia takut kejadian yang menimpanya akan menimpa sahabatnya juga. Dengan berani Rana mendekat ke arah mereka berdua.

“Dit, berdiri!” pintanya dingin.

“Kenapa, Far?” tanya Radit.

Rana menarik paksa tangan Radit yang membuat laki-laki itu memberontak tidak suka. “Apa sih?” tanyanya sedikit meninggikan nada bicara. Ristha ikut berdiri.

Detikan Pelukan Mama [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang