Fajar dan senja. Keduanya memiliki masa untuk terlihat indah.
•••••
Hari ini adalah hari paling menyedihkan bagi Rana. Bagaimana tidak, hari ini Raffin mengajak Salma dan Kania untuk ikut makan malam di restaurant. Rana mengingat, bahwa ia juga kenal dengan wanita bernama Kamelia, maka Rana mengajaknya. Ia tidak mau jika Kamelia tidak ikut bersamanya. Bagaimana pun juga, Kamelia juga sering membantunya. Beruntung pula Kamelia menyutujui ajakan Rana. Karena mau menolak juga tidak enak dengan anak itu.
Kamelia bingung sendiri untuk memilih gamis dan niqab yang pas untuk dirinya. Kini, niat untuk memakai niqab berubah. Berawal dari niat agar tidak dicurigai, berakhir niat karena lillah. Terlihat banyak ghamis yang sudah berserakan di kasur, kursi, bahkan meja. Kamelia sendiri melihatnya geleng-geleng kepala.
“Duh, pake yang mana nih?” katanya sambil menggaruk-garuk tengkuk yang tidak gatal.
“Melia ....” Seorang wanita parubaya menghampiri Kamelia dengan tatapan tidak mengerti. Kamelia menyengir tanpa dosa.
“Hehehe, Mama kok di sini?” tanya Kamelia kepada sang mama.
“Iya, sengaja ke sini. Habisnya lihat kamu mau pergi serepot ini. Nggak pernah tuh Mama lihat kamu pergi kerepotan kayak gini.”
“Iya Ma, Melia bingung banget mau pakai gamis yang mana.” Kamelia menunjukkan gamis-gamisnya yang berserakan.
“Memang mau ketemu siapa?”
Kamelia bergeming, lalu berkata, “Mau ketemu sama Rana dan ayahnya.”
Mamanya terkejut mendengar itu. Mama Kamelia memang sudah mengenal Rana. Kamelia terus saja menceritakan tentang Rana dengan dirinya.
“Kamu serius? Sama ibunya Rana juga?”
Mendengar pertanyaan itu, Kamelia menatap mamanya sendu. Ia menggelengkan kepala. “Bundanya Rana sudah meninggal ketika Rana masih kecil, Ma.”
“Innalillahi, maaf, ya. Mama nggak tau.” Kamelia mengangguk. “Rana udah punya ibu pengganti?” Kamelia menggelengkan kepala.
“Mama tau, kamu suka, ‘kan sama Rana? Kamu pingin jadi ibu asuh Rana, tapi itu rasanya tidak mungkin.” Perkataan sang Mama mampu membuat Kamelia membulatkan matanya. Bagaimana mamanya bisa tau?
“Apaan sih Mama! Udah ah, Melia mau ganti. ”
Ia kembali menatap semua gamis yang berserakan. “Tapi, Kamelia nggak tau mau pakai baju apa.”Enis, Mama Kamelia mengambil gamis yang terletak di kursi. Kemudian wanita itu memberikannya kepada Kamelia.
“Melia, kamu coba pake gamis ini. Cocok buat kamu.” Kamelia menerima gamis yang baru saja diberikan mamanya.
“Syukran, Mama.” Enis mengangguk. Enis melangkahkan kakinya keluar kamar.
Derap kaki Enis melangkah. Membawanya keluar dari kamar Kamelia.
“Semoga, kamu berjodoh dengan ayah dari Rana, Nak.”
Sejujurnya, ia memang sangat berharap jika Kamelia berjodoh dengan ayahnya Rana. Karena, jika berada bersama Rana, Kamelia sangat bahagia. Sudah lama juga Enis menunggu kehadiran seorang menantu dan cucu di rumah ini. Jika saja Kamelia tidak diculik, pasti ia sudah menikah dengan seorang pria. Namun, takdir Allah pasti yang terbaik
Jam menunjukkan pukul 19.30, ini adalah jam perjanjian makan malam mereka. Kamelia sampai di restaurant harus pukul delapan malam. Kini dirinya sudah berada di perjalanan menuju restaurant. Sampai di restaurant Kamelia langsung mencari Rana. Ia kebingungan, karena lupa tidak tanya kepada Rana ia dan keluarga memesan bangku nomor berapa.
“Tante!” refleks Kamelia menoleh. Kamelia menyipitkan matanya. Mendapati Rana yang kini melambaikan tangannya. Kamelia lantas melangkah menuju tempat di mana Rana dan yang lain tempati. Sedikit rasa gugup ditemani. Terlebih ada wanita lain juga di sini.
Rana mempersilakan Kamelia duduk, sedangkan yang lain hanya tersenyum.
“Oiyah Ayah, Mba Salma, dan Kania. Kenalin, ini Tante Kamelia. Dia dekat dengan Rana, orangnya baik sekali.” Kamelia tersipu malu karena pujian yang diberikan Rana terlalu berlebihan.
Selepas makan malam, mereka semua masih berada di meja makan. Kelimanya masih asik berbincang. Banyak sorot mata melihat mereka. Banyak yang mengira bahwa Raffin memiliki dua istri. Istri pertama adalah Kamelia, dan anaknya adalah Rana, sedangkan istri kedua adalah Salma, dan memiliki anak bernama Kania.
Si kecil Kania memberikan lawakan bagi mereka semua, mereka tertawa renyah. Tidak sengaja, sorot mata Kamelia dan Raffin bertemu. Keduanya sontak langsung diam. Beberapa detik kemudian keduanya langsung menundukkan pandangan dan istighfar. Raffin dan Kamelia merasakan debaran jantung yang tidak biasa.
“Ya Allah ada apa ini?” tanya pria itu dalam hati.
“Ya Allah, ada rasa apa yang menyelinap di hati ini. Setiap kali melihat ayah Rana, hamba selalu merasakan debaran yang luar biasa. Ini kali pertama aku bertemu dengannya, dan ini, pertama kalinya aku merasakan debaran yang luar biasa.” Kamelia langsung mengaduh pada Rabb-nya dalam hati. Ia tak kuasa jika harus menghempas jauh-jauh rasa ini, sementara Salma yang melihat keduanya saling pandang, merasa tak suka.
“Mau bilang cemburu aku bukanlah siapa-siapa, dan rasanya, aku tidak pantas untuk merasakannya. Bagaimanapun juga, aku tidak mempunyai tempat di hati Mas Raffin, tapi mengapa hati ini sakit jika dia dekat dengan wanita lain. Ya Allah, kuatkan hati hamba.”
Seperti kisah cinta segetiga.
Rana yang melihat Ayah, Kamelia, dan Salma merasa bingung. Kenapa ketiganya memasang mimik wajah yang tidak bisa diartikan. Walau wajah Kamelia dihalangi niqab, tetap saja dari matanya masih terlihat jelas bagaimana raut wajah itu mendeskripsikan.
“Jatuhkanlah hati Ayah hamba kepada salah satu di antara wanita yang akan jadi ibu pengganti hamba ya Allah. Entah mengapa, hamba sangat yakin bahwa salah satu di antara mereka akan menjadi ibu pengganti bagi hamba. Aamiin.” Rana terus berdoa meminta petunjuk kepada Sang Khalik. Sang Maha pembolak-balik hati. Mereka semua mengaitkan doanya masing-masing melalui naluri hati.
—————
Kamelia langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Ia benar-benar lelah hari ini. Akan tetapi, rasa lelah itu mendadak hilang dan digantikan dengan senyuman ketika dirinya mulai mengingat seseorang. Siapa lagi kalau bukan Raffin?
“Astaghfirullah.” Ia mendesis kala sadar karena terus-terusan memikirkan Raffin.
Kamelia mengganti gamisnya dengan piyama tidur. Kemudian kembali naik ke kasur dan berbaring di sana. “Ini adalah frist time, di mana aku bertemu dengan kamu dan yang jelas, aku tidak bisa untuk menyimpulkan rasa ini, tapi satu hal yang aku mengerti, jika bersamamu aku merasakan kenyamanan.”
Kamelia langsung membaca doa sebelum tidur dan memejamkan matanya perlahan. Matanya terus memejam hingga waktu fajar kembali.
Pagi yang cerah dengan segelas teh hangat. Memandangi indahnya komplek perumahannya di balkon rumah. Hal pertama yang ia rasa adalah teriknya matahari yang menyengat ketubuhnya.
Kamelia, gadis itu penyuka fajar, tapi penikmat senja. Keduanya sama-sama indah pada waktunya. Seperti kehidupan, kita tidak akan terus menerus berada di posisi kurang baik. Karena, semua itu akan indah pada waktunya, dan akan selalu indah bila kita mensyukurinya.
•••••
To be continued.
All rights reserved. Tag me on instagram @syadrabakri if you want to share special part or everything about this stories.
Indonesia, 15 Juli 2020 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detikan Pelukan Mama [END]
Roman pour Adolescents[Teenfiction - Sekuel Selembar Kisah] Laki-laki itu terjebak pada toxic relationship yang membuatnya harus kehilangan banyak hal; termasuk ibunya. Dunianya sudah berakhir. © stories 2020 by Syadira Hr. © cover 2021 by Pinterest. All rights reserved...