Bab 22 - Hadir Lagi

51 15 0
                                    

Aku harap setelah ini kamu jangan pergi, ya. Aku nggak kuat.

•••••

Sesuai kebiasaan sebelum menikah, Kamelia selalu berkreasi di dapur mamanya. Hari ini dia berniat membuat pancake kesukaan Rana. Ia pikir pancakenya bisa dibawa ke sekolah.

Perhatian Raffin yang semula tengah memasang arloji kini menatap kagum istrinya. Ana akan selalu menjadi yang pertama, tapi Kamelia adalah bagian dari masa depannya. Ia tidak boleh tidak menerima jika takdir sudah berjalan. Pria itu mendekat ke arah istrinya.

“Istri aku lagi ngapain?” tanyanya sambil melihat dapur yang sedikit berantakan. “Celemeknya sampek berlumur tepung gitu.”

Kamelia terkekeh. “Lagi buat pancake kesukaan Rana, Mas.” Kamelia mulai memasukkan pancake tersebut ke dalam kotak bekal Rana.

“Cuma Rana yang dimasakin, nih? Kesukaan aku enggak?” Raffin menaikkan kedua aliasnya. “Brownies keju. Masa nggak dibuatin sih.”

Kamelia tersenyum. “Besok, ya. Kalau hari ini aku buatin pancake durian kesukaan Rana dulu.”

Raffin menggelengkan kepalanya. Lalu mencium kening Kamelia gemas. “Oke. I’m still wait it.” Kamelia tersipu. “Ilih pakai malu segala.” Keduanya lantas sama-sama tertawa.

“Aku ambil tas kerja dulu.” Kamelia mengangguk, ia mengikuti langkah Raffin sambil membawa sepiring pancake durian dan bekal untuk Rana. Wanita itu kemudian meletakkan pancake duriannya ke meja makan.

Rana tersenyum lebar begitu melihat makanan apa yang menjadi menu sarapan hari ini. “Really? Mama buatin Rana pancake durian?”

Kamelia mengangguk. “Sure. Makan gih.”

“Lets eat!” Rana mengambil garpu dan sendok, lantas mengambil satu pancake dan memakannya. Kamelia senang melihat putranya tumbuh dengan baik.

“How yesterday?” tanya Kamelia. Kebiasaan mereka setiap pagi adalah membicarakan hari kemarin. Hal kecil yang menurut mereka sulit untuk orang-orang lakukan.

“Everything good.” Kamelia mengangguk-angguk. “How Mommy day?”

“I’m good too.” Kamelia melirik pancake buatannya, lalu kembali menatap Rana. “Enak?”

“Ya! Rana sukak banget. I like it. Thank you Mama.”

Kamelia mengangguk. Rana tiba-tiba memegang tangannya dan menciuminya berkali-kali. “I have no word to describe about you, but I really really thank you for everything.”

“Apa sih pagi-pagi kok udah drama gini,” kata Raffin yang baru saja datang dan menduduki kursinya.

“Rahasia,” kata Kamelia sambil mengedipkan satu matanya.

“Oo gitu ya, sekarang mainnya rahasia-rahasia,” kata Raffin sambil memotong pancake menggunakan sendok, lalu melahapnya.

“Enak ‘kan, Ayah?” Raffin mengangguk.

“Sangat enak.” Raffin melahap lagi. “Sayangnya udah habis. Kamu sih nggak bagi-bagi.”

“Maaf. Habisnya enak. Nggak kerasa udah habis. Terus Mama makan apa?”

Detikan Pelukan Mama [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang