Bab 07 - Teka Teki

85 16 0
                                    

Kita tidak akan pernah bisa menebak. Kapan hidup akan terjungkir karena ulah diri sendiri.

So. Take care what you do.

•••••

“Ris, kamu tau orang yang semalam ada di ruang daur ulang, nggak?” Ristha menggelengkan kepala tanda ia tidak tau. Karena kemarin ia langsung pergi setelah dirinya menemukan ruang rahasia.

“Orang itu bilang sama aku,” kata Rana yang membuat Ristha langsung menolehkan kepalanya melihat Rana.

“Bilang apa?”

“Ciye, kepo ciye,” bukannya menjawab, Rana malah menggoda.

“Bodo!”

“Dia bilang, nyawa aku bakal terancam. Aku harus segera pergi dari sini,” kata Rana.

Uhuk! Ristha seketika terbatuk-batuk.

“Rana? Kamu yakin itu?” tanya Ristha memastikan.

“Iya, dia bilang gitu sama aku, dan itu membuat aku mikir-mikir nggak jelas semalaman.”

“Aku rasa, itu cuma tipu muslihat deh,” ujar Ristha tidak percaya, tapi jika diamati lagak-lagaknya sangat berbeda. Seperti gerogi, takut, seperti ada sesuatu yang disembunyikan.

“Masa? Dia kok bisa ngenalin aku? Padahal aku sendiri gak tau dia.” Laki-laki itu masih bimbang.

“Ya, ya, ya bisa aja dia sok kenal,” kata Ristha. Sedikit membuat Rana berpikir Ristha menyembunyikan sesuatu.

“Kamu kenapa? Kok gugup gitu?”

“Hah? Enggak kok, enggak,” ucapnya seolah tak ada apa-apa.

Rana berdehem. Mencoba untuk memilih acuh, tapi tidak bisa. Anak itu kembali melihat ke arah Ristha. “Tapi kenapa dia nyuruh aku pindah sekolah?”

“Rana, jangan percaya. Bisa aja dia ngadi-ngadi, please jangan percaya!” Ristha menegaskan. Rana jadi semakin bingung dibuatnya.

“Kamu kenapa? Aku yang disuruh pindah sekolah kok kamu yang kekeh nggak mau?” Rana menanyakan hal ini karena rasa penasaran yang tidak bisa dihilangkan.

“Ya, ya, karena ....” Ristha bingung harus menjawabnya bagaimana.

“Kamu menyembunyikan sesuatu?”

Deg. Seakan disambar petir di siang bolong, tiba-tiba jantung Ristha terasa berhenti berpacu. Sesak. Anak itu langsung melotokan matanya. Sedikit rasa gugup diselimuti. Cengar-cengir dan tak berani menatap Rana.

“Enggak kok,” katanya tanpa melihat kearah Rana.

“Terus?”

“Aku sahabat kamu Ran, mana bisa aku mau kamu pindah sekolah.” Ini alasan logis, dan Rana mempercayainya.

Huh, setidaknya masih bisa lega.

—————

Brak!

Seseorang menggebrak meja dengan sangat keras. Membuat gadis yang duduk di hadapan meja itu tersentak kaget. Rasa takut terus berada di dalam dirinya. Lagi-lagi gadis ini mendapat ancaman.

“Dia jangan sampai lolos!” kata seorang yang menggebrak meja tadi. Gadis itu hanya mengangguk mengiyakan.

“Dia itu titik kehanxuran kita, jika kamu berani mengacaukan. Lihat saja nanti!” ancamnya dengan begitu kejam. Hingga bulir bening mengalir membasahi pipi gadis itu.

Detikan Pelukan Mama [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang