Bab 21 - Langkah Awal

49 12 0
                                    

Nikmat Tuhan tidak akan pernah putus selagi kita menikmati segalanya yang Ia beri.

•••••

Tiga tahun berlalu.


Laki-laki tampan dengan tinggi lebih dari rata-rata laki-laki pada umumnya dengan postur tubuh ideal membuat para gadis yang ada di sekolahnya klepek-klepek.

Rana Asfar. Semenjak menduduki bangku SMA mendadak ia dipanggil Asfar. Setelah tiga tahun Kamelia menetap pada kehidupannya dengan sang ayah, kini kehidupannya begitu indah.

Sayangnya, laki-laki itu memiliki trauma dengan perempuan yang tiba-tiba mengajaknya mengobrol, jangankan mengobrol menatap saja seolah ada petir yang baru saja menyambar alias takut banget.

Dapat dikatakan bahwa Rana memiliki trauma sejak tiga tahun silam. Di mana persahabatannya dengan Ristha dimulai hingga hancur dalam satu kali kedip.

Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Ia saat ini sedang santai menikmati jus wortel yang baru saja dipesan di kantin.

“Far, kamu aslinya orang Jekate, ‘kan?” tanya Radit. Rana mengangguk.

“Sering mudik? Sering ke Monas, nggak?” Rana mengangguk lagi.

“Nggak punya mulut, Far? Dari tadi ngangguk-ngangguk mulu.” Jeff merasa kesal melihat temannya yang kaku itu. Menyebalkan.

Rana menunjuk mulutnya, lalu menggerakkan kepala dengan dahi yang mengerut seakan-akan berkata ‘ini.’

“Ngomong sama orang kayak gini berasa ngomong sama kebo.” Radit kesal, tapi Rana tetap santai.

Jeff merebut jus wortel yang baru Rana seruput hingga habis tanpa sisa. “Heegh!” Jeff menutup mulutnya seketika. Ia malu karena sendawanya terlalu keras.

Kira-kira bau nggak, ya?

“KOMPROS YO!!!!” pekik Radit jijik.

“Namanya juga kelepasan.”

Rana berdiri, ia meninggalkan teman-temannya tanpa pamit. Anak itu menuju perpustakaan hendak mencari novel yang sedari kemarin menarik perhatiannya.

—————

Dua gadis asyik tertawa tak ingat waktu. Tanpa disangka keduanya memiliki wajah yang cukup mirip, tak jarang orang-orang menganggap mereka kembar. Tharina Ramandita dan Ralistha Purnama.

Tharina dan Ristha, keduanya tengah menikmati pangsit yang tersedia di sekolah setelah sepuluh menit yang lalu baru keluar dari perpustakaan. Ristha sedikit berubah. Ia sangat membatasi pertemanannya dengan laki-laki. Ia takut akan mengulangi hal yang sama meskipun tidak ada yang memicunya. Gadis itu takut dibenci lagi.

Bayang-bayang masa lalu masih menghantuinya. Memorinya terus berputar pada masa dia berkhianat. Ketakutannya ada pada rasa benci yang keluar dari mulut orang yang dulu ia lukai. Ini wajar, tapi rasanya Ristha ingin memperbaiki semuanya. Sebuah usaha yang sulit untuk dilakukan karena Rana sudah lagi tidak sudi dengan dirinya.

Hari itu hari keberangkatan Ristha ke Jakarta bersama Ica dan keluarganya. Setelah lika-liku yang dihadapi, kini Ristha harus kembali ke tempat asal kedua orang tuanya untuk melanjutkan hidup.

Anak itu ragu berpamitan kepada Rana. Dalam hati masih ada rasa bersalah yang terus menyerang. Ia merasa malu dengan semua yang terjadi. Namun, sebisa mungkin ia mencoba untuk berpamitan sekaligus meminta maaf kepada Rana.

Detikan Pelukan Mama [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang