Chapter 32 + 33

2.3K 281 50
                                    

Aku menggeser pintu kamarku, lalu masuk ke dalam. Aku duduk di pojok entah apa yang bisa ku pikirkan saat ini. Tiba tiba seseorang mengetuk pintu kamarku.

" Siapa? " Ucapku.

" Ah~ini aku, Tanjiro. "

" Pergilah. "

" Tolong bukakan pintu ini. Kumohon." Ucap Tanjiro.

Aku membuka pintunya. Tanjiro terlihat khawatir dan memegang sebuah bunga wisteria di tangannya.

" Ada apa? Kalau tidak penting pergilah! " Ucapku.

" Bolehkah aku masuk? " Ucap Tanjiro.

" Pergi! "

" Kumohon! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu di dalam. " Tanjiro mendesak ku.

" Asalkan itu penting. "

Aku membiarkan Tanjiro masuk.
" Ini. "

Tanjiro memberikanku bunga wisteria.

" Ku rasa kau menyukainya― aku sering melihatmu duduk di antara bunga westeria jadi ku pikir― mungkin kau suka. " Ucap Tanjiro.

Aku mengambilnya lalu mencium bunganya. " Jadi apa yang ingin kau bicarakan? "

" Kenapa kau sangat menyukai bunga wisteria? " Tanya Tanjiro.

" Masalah pribadi. " Ucapku singkat.

" Bisa ceritakan? " Ucap Tanjiro.

Aku kembali duduk di pojok lalu memeluk erat bunga wisteria yang di berikan Tanjiro.

" Bunga ini― memiliki warna yang sama dengan warna mata ibuku. Itulah kenapa aku menjadi begitu tenang setiap kali duduk di antara bunga wisteria, rasanya seperti― aku mendapatkan perlindungan ibuku. " Ucapku menjelaskan.

" Eh?! Maaf bukan bermaksud begitu. " Ucap Tanjiro.

" Tidak apa, santai saja. " Jawabku.

" Ngomong ngomng kau ahli ya... Dalam memegang pedang! Kata Urokodaki- san itu karena kau memiliki darah ayahmu. " Ucap Tanjiro.

Aku menggeleng. " Itu salah, aku memiliki darah ibuku. Aku lebih ahli dalam memanah. " Ucapku.

" Maaf bukan bermaksud memaksamu. Hanya saja― boleh ceritakan lebih lengkap? " Tanya Tanjiro.

Aku sedikit mendesah. Menatap Tanjiro dengan penuh harapan. Entah apa yang ku harapkan darinya.

" Bukan cerita yang bahagia. " Ucapku.

Tanjiro duduk di sampingku, lalu memelukku. Aku menyenderkan kepalaku di bahunya.

" Tidak apa, ceritakan saja. " Ucap Tanjiro lembut.

" Ibuku seorang pemburu yang handal. Dia sering pergi ke hutan dan pulang dengan banyak hewan yang bisa di masak.

Ayahku tidak begitu menyukai apa yang di lakukan ibuku. Katanya ibuku itu seorang perempuan, dan tidak ada perempuan yang berburu. Katanya sikap ibuku membuat keluargaku aneh.

Aku tidak begitu suka dengan sikap ayah yang selalu memaksa ibu untuk berhenti. Dan ayah selalu menyiksa ibuku dengan anak panah setiap kali ibu mencoba membela dirinya.

Aku belajar memanah ketika umurku 5 tahun, pergi ke hutan bersama ibuku―" Cerita ku terus henti karena isakanku.

" Eh??! (y/n) sudahlah kalau kau tidak bisa jangan memaksakan. Aku mengerti. " Ucap Tanjiro menenangkanku.

" Tak apa― tadi kau bilang ingin mendengar ceritaku. Biar aku lanjutkan. " Ucapku sambil menyeka air mata yang hampir terjatuh.

" Aku berhenti berburu pada umur 8 tahun, tepat ketika ayahku membunuh ibuku― di depan mataku."

Air mataku sudah tak tertahan. Aku menangis, Tanjiro mencoba menenangkanku. Tapi aku tidak bisa berhenti menangis. Mengingat adegan ketika ibuku terbunuh.

" Apa pada saat itu ayahmu berubah menjadi iblis? " Tanya Tanjiro ketika berusaha menenangkanku.

" Ya― tepat setelah dia membunuh ibuku. Aku bersembunyi di bawah meja, Muzan datang menawarkan ayahku menjadi iblis. Ayahku menginginkan kekuasaan yang di janjikan Muzan jadi dia bilang ya.

Lalu dia merintih kesakitan, setelah Muzan memasukan darahnya. Muzan pergi setelah ayahku benar benar menjadi iblis.

Aku menerjang ayahku, melukai lehernya dengan anak panah. Lalu kabur dari rumah ketika ayahku sedang kesakitan.

Aku hampir mati ketika aku terpojok di jalan buntu. Lalu Urokodaki- san datang dan menyelamatkanku. "

Tangisku sudah benar benar kencang, bahkan hampir menjerit.

" Aku mengerti. " Ucap Tanjiro dengan lembut sambil mengelus rambutku.

" Maaf. " Ucap Tanjiro.

" Apa yang harus di maafkan. Semuanya sudah terjadi, kata Urokodaki- san. " Ucap ku, sambil sedikit membentak.

Aku sudah berhenti menangis berberapa saat kemudian tapi perasaanku masih campur aduk.

" Itulah kenapa kau sangat menyukai dan sangat membenci anak panah? " Tanya Tanjiro.

" Bagimana kau tahu?!" Ucapku, balik bertanya.

Chapter 33.
!!Adegan bermuatan dewasa!!

" Maaf, bukan bermaksud menguping tapi aku mendengarnya― ketika kau sedang berbincang dengan Urokodaki- san. " Jawab Tanjiro.

Aku menarik nafas. Lalu mengangguk.

" Lain kali coba tunjukan padaku ya.." Minta Tanjiro.

" Kalau aku masih hidup. " Ucapku.

" Aku akan menjagamu tetap hidup. " Ucap Tanjiro.

" Bunuh saja aku kalau aku menjadi beban untukmu. " Minta ku.

" Tidak akan. "

Tanjiro membelai pipiku lalu mendekatkan wajahnya. Aku menahan bibirnya dengan tanganku.

" Jangan― kau sudah menutupnya dengan benar. " Ucapku.

Tanjiro mengangguk. Aku melepaskan tanganku dari bibirnya, lalu membiarkan dia menciumku. Rasa hangat menjulur ke seluruh tubuhku. Kali ini aku yang memasukan lidahku ke dalam mulutnya.

Aku merasakan  Tanjiro meraba tubuhku tapi kubiarkan dia melakukannya. Sesekali aku mengingat apa yang akan di ucapkan Kriss, tapi aku tidak peduli. Aku rasa aku membutuhkan sentuhan saat ini.

Aku membalik tubuhku. Membuat dadaku ter dempet dengan dada milik Tanjiro. Aku membiarkan lidahnya masuk ke dalam mulutku.

Kami berhenti berciuman untuk menarik nafas. Ku lihat wajah Tanjiro yang merona, membuatku ikut merona.

Tanjiro mendengus leherku. Lalu menggigitnya. Rasanya memang sakit tapi tidak sesakit cakaran iblis.

Tanjiro mulai menarik bajuku perlahan membuat dadaku hampir terbuka. Aku memeluk Tanjiro dan menariknya ke arah dadaku.

Tanjiro menjilat dadaku lalu menggigitnya. Aku menahan mendesah. Aku takut Zenitsu atau Kriss atau malah Inosuke mendengarnya. Tanjiro semakin menarik bajuku sehingga dadaku terbuka.

Akuenarik wajahnya sehingga menatapku lalu menciumnya. Aku berusaha menarik baju Tanjiro sehingga tubuhnya juga terbuka.

•••

" Kau sudah berkemas? " Tanyaku.

" Tentu. " Jawab Tanjiro.

" Kalau begitu ayo kita keluar. " Ajak
Ku.

Aku membuka pintu kamarku lalu terlihat Zenitsu dan yang lain sedang menunggu di luar.

" Akhirnya keluar juga! Hey! Apa yang kalian lakukan di dalam!? Hanya berdua di kamar, benar benar mencurigakan. " Ucap Zenitsu.

Terlihat bahwa Zenitsu sedang marah. Aku menatap mata Kriss dengan tajam. Wajahnya terlihat begitu licik, lalu dia tersenyum sinis. Mulutnya tiba tiba terbuka mengatakan sesuatu tetapi tidak bersuara.

" Apa yang kau lakukan di dalam, gadis? "

Kurasa itu yang di ucapkan Kriss. Aku melakukan hal yang sama, menggerakan mulut tetapi tak bersuara.

𝙏𝙖𝙣𝙟𝙞𝙧𝙤 𝙓 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙚𝙧𝙨 [√] I Have to Choose...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang