Jeno memarkirkan motor hitamnya di tempat parkir khusus untuk pegawai yang sudah disiapkan oleh pemilik Café. Lelaki itu masuk ke dalam Café, menyapa rekan kerjanya dan segera bersiap untuk bekerja. Ia menyimpan tas ranselnya di loker khusus pegawai, mengganti jaket abu-abu miliknya dengan apron hijau army yang menjadi ciri pegawai Café tersebut.
Setelah itu, Jeno menurunkan kursi-kursi yang tadinya disimpan di atas meja dan menatanya agar terlihat rapi. Tak lupa ia mengelap meja dengan kain basah untuk menghilangkan debu-debu yang menempel pada permukaan meja itu. Jika sudah selesai, Jeno melanjutkan pekerjaannya dengan mengelap kaca Café tersebut. Sebenarnya pekerjaan Jeno adalah menjadi pelayan Café, tapi karena Café baru buka sekitar jam 11, maka dari itu Jeno mulai membersihkan tempat terlebih dahulu sampai Café dibuka.
Saat Café telah dibuka, Jeno akan bertugas sebagai pencatat menu yang dipesan oleh pengunjung dan mengantarkan pesanan mereka. Tidak hanya Jeno, beberapa pegawai lainnya juga memiliki pekerjaan yang sama. Namun, bosnya pernah bilang bahwa Jeno memiliki daya tarik tersendiri sebagai pelayan di Café. Bosnya juga bilang bahwa semenjak Jeno menjadi pelayan di Café ini, jumlah pengunjung yang datang bertambah setiap harinya. Mungkin karena Jeno yang paling muda dan tampan, berbeda dengan pelayan lainnya yang rata-rata lebih tua dari lelaki itu. Jeno hanya bisa tertawa ketika mendengar bosnya berbicara demikian.
Lalu, jika Jeno ditanya dia suka dengan pekerjaan ini atau tidak, Jeno akan menjawab bahwa dia menyukainya. Selain karena jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah omnya, Café ini juga memiliki bos yang baik dan rekan kerja yang ramah. Jeno tidak merasa terbebani dengan pekerjaan ini, dia menjalankannya dengan semaksimal mungkin seperti apa yang selalu ia terapkan dalam proses belajarnya di sekolah.
Kini Jeno tengah membawa salah satu pesanan pengunjung yang duduk di pojok ruangan, satu kopi hitam yang masih panas. Bisa dilihat olehnya punggung lelaki paruh baya—yang merupakan pengunjung Café—sedang menerima telepon. Jeno pun menuju ke meja pengunjung tersebut secara perlahan dan menyimpan secangkir kopi hitam di atas mejanya.
"Selamat menikmati," ucap Jeno tanpa melihat lebih jauh siapa pengunjung tersebut dan langsung berniat untuk beranjak pergi dari tempat itu.
Ketika Jeno membalikkan badannya, tiba-tiba pengunjung itu berbicara.
"Jadi kamu lebih milih kerja di sini?" tanya pengunjung tersebut dengan nada rendahnya, suara khas yang membuat Jeno langsung menoleh ke arah pengunjung tersebut dan membelalakkan matanya.
Lelaki paruh baya yang mengenakan setelan jas tengah duduk santai di kursi Café, menggenggam ponsel yang tadi ia gunakan dan melihat Jeno dengan tatapan yang cukup tajam. Jeno masih berdiri mematung, karena tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.
Haris Prabaswara, ayah dari Arkana Jeno Prabaswara—yang selama ini kerap dikenal dengan sebutan Arkana Jeno saja karena Jeno sendiri tidak suka dengan nama belakangnya itu. Nama yang sama dengan ayahnya, lelaki yang paling ia benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Classmate [Jeno] ✓
Fanfic[COMPLETED] Ada banyak hal yang tidak Sasa (Aresha Lynelle) ketahui tentang teman sekelasnya, Arkana Jeno. Entah mengapa lelaki yang memiliki tahi lalat di dekat mata kanannya itu memikat perhatian Sasa. Bukan karena wajahnya yang rupawan ataupun k...