Seorang anak laki-laki berumur 18 tahun itu tengah berjalan menuruni tangga rumah yang baru saja ditinggalinya selama beberapa hari. Kepalanya menoleh ke sana dan ke mari, mencari lelaki paruh baya yang ia panggil dengan sebutan papa. Jeno sudah memiliki keputusan yang matang, bahwa dirinya akan meneruskan perusahaan sang papa; Prabaswara Corp.
Lelaki itu berjalan menuju ke ruang tengah, tempat di mana papanya menghabiskan waktu memeriksa berkas sambil menonton televisi. Sesekali ia menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan, mengontrol ritme jantungnya yang kini berdetak dengan cepat. Rasanya saat ini dia lebih gugup dibanding dengan saat ujian sekolah waktu itu.
Ketika sampai di ruang tengah, lelaki itu menghela napasnya pelan. Ia merasa sedikit lega karena tidak ada papanya di sana. Artinya, ia masih memiliki waktu untuk menyiapkan diri dalam mengambil keputusan yang tidak mudah ini.
Setelah melewati ruang tengah yang kosong itu, Jeno berjalan menuju teras; barangkali sang papa sedang menikmati kopi sambil membaca koran seperti yang Om Darsa sering lakukan. Namun, ternyata papanya juga tidak ada di sana. Lelaki itu mengernyitkan dahinya. Apa mungkin papanya sedang ada jadwal di kantor?
Jeno mengangguk kecil. Iya juga, mungkin papanya sedang berada di kantor sekarang. Itu adalah hal yang paling logis yang terlintas di otaknya. Tanpa berpikir lebih lama lagi, remaja laki-laki itu bergegas kembali ke kamar tidurnya.
Namun, belum sempat Jeno menaiki tangga, ia menemukan sosok yang tadi sedang dicari-cari. Ya, sang papa sedang duduk di halaman belakang sambil memainkan iPad-nya; alat elektronik yang selalu papanya pegang ketika berurusan dengan pekerjaan.
Detak jantung Jeno yang tadinya sudah mereda, kini kembali berdetak dengan cepat. Perlahan ia mendekati sang papa yang sedang serius menatap layar iPad-nya.
"Pa? Lagi sibuk?" tanya Jeno memulai pembicaraan.
Haris menoleh ke arah Jeno, kemudian berkata, "Eh, nggak kok. Nggak terlalu. Ada apa?"
Jeno pun duduk di kursi samping papanya. Sementara itu, Haris menutup layar iPad yang tadi ia pegang dan menyimpannya di atas meja.
Lelaki paruh baya itu menatap Jeno yang ada di hadapannya. Raut wajah anak sulungnya itu terlihat gelisah, matanya menatap ke bawah, melihat jemari yang sejak tadi ia mainkan.
Semoga apa yang gue pilih hari ini adalah keputusan yang terbaik, batin Jeno.
Kemudian, remaja lelaki itu menoleh ke arah sang papa. Otaknya kini tengah merangkai kata-kata yang akan ia lontarkan. Sambil menunggu Jeno berbicara, Haris mengambil secangkir kopi yang tadi dibuat oleh Bi Sari dan menyesapnya.
"Pa, Jeno mau nerusin perusahaan Papa," ucap Jeno final.
Haris yang baru saja menyesap kopinya itu langsung tersedak karena mendengar ucapan Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Classmate [Jeno] ✓
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Ada banyak hal yang tidak Sasa (Aresha Lynelle) ketahui tentang teman sekelasnya, Arkana Jeno. Entah mengapa lelaki yang memiliki tahi lalat di dekat mata kanannya itu memikat perhatian Sasa. Bukan karena wajahnya yang rupawan ataupun k...