Hari ini cuacanya cukup cerah, ditandai oleh matahari yang dapat memancarkan sinarnya tanpa dihalangi oleh hamparan awan putih di langit. Kicauan dari burung-burung pun terdengar, seolah mereka tengah bernyanyi karena disuguhi hari yang cerah ini. Di dalam kamar berbentuk segi empat yang dominan berwarna biru dan putih itu, terdapat gadis mungil yang sedang berdiri berhadapan dengan cermin panjang miliknya. Ia memegang sebuah dress bermotif bunga, lalu menimbang-nimbang apakah dress tersebut cocok untuk ia kenakan sekarang atau tidak.
Kedua mata gadis itu menatap pantulan dirinya di dalam cermin, kemudian merasa tidak puas dengan pilihannya itu. Dress bermotif bunga yang ia pegang pun kini dikembalikan ke dalam lemari pakaian miliknya. Setelah itu, tangannya mencari pakaian lain yang dirasa cocok untuk dikenakan. Sebenarnya, gadis itu memiliki pakaian yang cukup banyak. Namun entah mengapa, ia merasa kehabisan pakaian untuk dipakai sekarang.
Beberapa pasang baju sudah dicoba. Mulai dari yang berwarna-warni sampai ke yang hitam-putih, mulai dari baju casual, street style, sampai ke dress yang baru saja ia kembalikan ke lemarinya tadi. Ia rasa, tidak ada satu pun baju yang benar-benar pas untuknya.
"Sadarlah, Sa! Ini bukan kencan!" ujar Aresha sambil menepuk pipinya dengan kedua tangan. Bagaimana tidak? Dirinya sudah mengacak-ngacak baju di lemari pakaian dan masih belum menemukan satu setel pakaian yang akan ia kenakan.
Gadis mungil itu menghela napasnya pelan. Hari ini memanglah hari Sabtu, hari di mana Jeno mengajaknya jalan bersama. Namun, jika ada yang berpikir bahwa perkataan Jeno saat itu merupakan ajakan kencan, jawabannya adalah tidak. Lelaki itu hanya meminta Aresha untuk membantunya mencari hadiah untuk Jia dan Jeya, seperti tempo hari di mana Aresha memilihkan boneka untuk kedua adiknya tahun lalu. Ya, itulah yang sebenarnya terjadi. Bukan kencan.
Tiba-tiba, ponsel milik Aresha berdering, pertanda ada yang sedang meneleponnya sekarang. Gadis mungil yang tadinya fokus mencari pakaian pun kini mendekati ponselnya yang berada di atas meja, penasaran dengan orang yang meneleponnya sepagi ini. Apakah itu Jeno? Semoga saja bukan, karena dirinya belum siap untuk pergi ke luar sekarang.
Setelah benda berbentuk persegi panjang itu ada di genggaman Aresha, kedua matanya melihat bahwa yang meneleponnya adalah Kyla. Gadis mungil itu mengernyit, terheran mengapa teman sebangkunya itu menelepon di pagi buta seperti ini.
"Halo?" ucap Aresha sambil menaruh ponselnya disebelah telinga.
"Halo, Sa? Gimana? Udah siap belom lo nge-date sama Jeno?" tanya Kyla di seberang sana.
"Ih! Apaan sih La? Udah berapa kali gue bilang ini bukan nge-date," jawab Aresha agak kesal. Entah sudah keberapa kali sahabatnya itu mengompori Aresha dengan kata-kata kencan. Yang pasti, Kyla melakukan hal itu setelah Aresha memberitahu bahwa Jeno mengajaknya jalan berdua.
"Pasti sekarang lo lagi bingung ya mau pake baju apa?" tanya Kyla tepat sasaran.
Karena gengsi, Aresha langsung menolak perkataan dari Kyla. "Ng-nggak, tuh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Classmate [Jeno] ✓
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Ada banyak hal yang tidak Sasa (Aresha Lynelle) ketahui tentang teman sekelasnya, Arkana Jeno. Entah mengapa lelaki yang memiliki tahi lalat di dekat mata kanannya itu memikat perhatian Sasa. Bukan karena wajahnya yang rupawan ataupun k...