#26. Ganci Penyemangat

257 64 520
                                    

Berjalan pun rasanya sudah sangat berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berjalan pun rasanya sudah sangat berat. Padahal lelaki itu kini hanya membawa tas ransel yang isinya tidak banyak, hanya ada map yang diberikan oleh mantan manager-nya tadi, botol minum, dan handphone beserta charger-nya. Namun, entah mengapa tubuhnya terasa begitu berat, seperti semua beban ditimpa di atas pundaknya dan membuat lelaki itu tidak bisa berjalan dengan tegap, sehingga ia menundukkan sedikit punggungnya. Ia tidak tahu harus pergi ke mana setelah dipecat dari tempat kerjanya tadi. Apalagi alasan ia dipecat adalah karena papanya sendiri. Dirinya semakin bingung harus melakukan apa sekarang.

Sambil mengendarai motor hitamnya, lelaki itu akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah omnya terlebih dahulu. Ia akan menenangkan dirinya di sana dan memikirkan rencana apa yang akan dia lakukan untuk ke depannya. Kini ia membuka pintu rumah omnya dan masuk ke dalam rumah dengan perlahan, sambil menghela napas karena teringat kejadian yang baru saja ia alami tadi.

"Haris menyuruh kita untuk membujuk anaknya. Apa yang akan kamu lakukan, Mas?" ucap seseorang di balik tembok ruang tamu, membuat Jeno yang baru saja memasuki rumah itu terkejut. Ia bisa mengetahui bahwa itu adalah suara tantenya yang sedang berbincang dengan suaminya, Om Darsa.

Jeno berjalan dengan perlahan mendekati ruang keluarga, di mana om dan tantenya itu sedang berbincang. Ia menghentikan langkahnya setelah sampai di balik pintu dan berniat untuk mendengarkan perbincangan om dan tantenya itu di sana.

"Yunita pernah bilang untuk jangan berhubungan lagi dengan Haris," balas Darsa seolah tidak tertarik dengan topik yang dibicarakan oleh istrinya itu.

Helena menatap Darsa tajam, kesal karena jawaban dari suaminya itu bukanlah jawaban yang ia inginkan.

"Tapi mereka anaknya, Mas! Mereka masih menjadi tanggung jawab Haris. Apalagi sekarang Yunita sudah tidak ada," ucap Helena lagi.

Darsa yang tadinya sibuk membaca buku langsung menutup bukunya dan ia simpan di atas meja.  "Kamu tahu 'kan, apa yang pernah Haris perbuat pada Yunita? Yunita itu kakakku, Helena. Dia meninggalkan kakakku demi perempuan lain!"

Helena bisa melihat raut muka Darsa yang marah karena membahas masalah ini. Wanita itu tahu bahwa topik ini sangat sensitif bagi keluarga suaminya itu, tapi mau bagaimana lagi? Dia tidak boleh mengalah begitu saja sekarang.

"Itu kan sudah kejadian yang lama! Lagian, mau sampai kapan mereka tinggal di sini? Mas mau ngebiayain mereka semua?" ucap Helena dengan nada agak tinggi. Sebenarnya dia tidak apa-apa jika keponakannya itu tinggal bersamanya, tapi dengan keadaan keluarganya yang sekarang ... sepertinya bukan waktu yang tepat. Mereka tidak tinggal di rumah yang mewah, kondisi ekonomi mereka juga pas-pasan. Untuk menghidupi satu anaknya saja mereka harus bekerja dengan keras, bagaimana jika ditambah tiga orang anak lagi? Padahal keponakannya itu masih memiliki seorang ayah. Bagaimana bisa Helena membiarkan hal ini menjadi tanggung jawab suaminya?

Darsa menatap istrinya, kemudian memegang tangannya dengan lembut. "Mas akan berusaha sebaik mungkin," ucapnya sambil tersenyum.

Helena memutarkan bola matanya malas. Bukan ini yang ia inginkan. Ia melepas genggaman Darsa dan mulai berbicara.

My Classmate [Jeno] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang