Jangan Pergi_-

960 119 24
                                    

Setelah tiba di rumah sakit, Fathim dengan segera berlari dan mencari tempat dimana abangnya itu berada. Tentu saja lelaki yang mengantarnya kemari itu ikut menemaninya masuk kedalam. Dan, apa yang Fathim lihat? Tiga ranjang yang masing-masing dari ketiganya ditutupi dengan kain putih. Jangan lupakan abang-abang nya beserta kedua kakak ipar yang menangis diantara ranjang itu. Fathim juga melihat, Bu Narsih istri dari supirnya menangis sesenggukan disitu. Ia benar-benar belum dapat mencerna keadaan saat ini, apa yang sebenarnya terjadi.

Ketika menyadari kehadiran Fathim ditempat itu, mereka semua mendekat kearahnya. Memeluk dan mencoba menenangkan Fathim disaat Fathim sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, entah mengapa Fathim juga ikut meneteskan air matanya ketika melihat wajah sendu nan sayu dari orang-orang tercinta disekitarnya itu.

"Makasih banyak ya, udah mau bantuin gue," ujar Farel pada orang yang tadi mengantarkan Fathim kerumah sakit.

"Sama-sama, santai aja bro. Gue turut berdukacita ya. Gue balik dulu, nanti gue kerumah bareng anak-anak yang lain," jawab lelaki itu yang kemudian pergi meninggalkan keluarga mereka yang sedang berkumpul, dengan tanda tanya yang masih berada di kepala Fathim.

"Tunggu.. ada apa ini sebenarnya," ujar Fathim yang hendak mendekat ke arah ranjang rumah sakit yang terdapat seseorang yang tengah tertutup kain putih dibaliknya.

"Kenapa kak.., bang.. kenapa?" Fathim sesenggukan ketika pikiran buruk memasuki kepalanya. Bagaimanapun cara yang mereka semua lakukan untyk melarang Fathim melihat jasad itu, Fathim tetap bersikeras untuk melihatnya.

Ia pun akhirnya membuka kain pertama, matanya membulat melihat pemandangan didepannya, dengan keadaan masih menggelengkan kepala tanda tak percaya ia membuka kain di ranjang sebelahnya. Matanya semakin membuka lebar. Bagaimana mungkin?? Fathim mengangkat tangannya, menutup mulutnya yang kini ternganga tak percaya. Fathim benar-benar tidak dapat mempercayai pemandangan didepan matanya ini, ia berharap semua yang ia lihat saat ini hanyalah mimpi belaka.

"Papi.. mami.. Jangan pergii!!" Teriak Fathim. Meski ia tahu ini adalah rumah sakit, ia tak mempedulikan hal itu. Ia masih belum bisa menerima keadaan yang sedang terjadi saat ini.

Meski kondisi kedua jasad dibalik kain putih yang dilihat Fathim itu, gosong dan hangus terbakar, Fathim masih dapat mengenali dua sosok manusia yang paling ia cintai di dunia ini. Mengapa ini semua bisa terjadi, kenapa harus saat ini? Fathim bahkan belum sempat memberikan kebahagiaan kepada kedua orang tuanya. Mengapa Tuhan memberikan cobaan yang begini berat padanya. Ia tidak pernah mengeluh meski tidak memiliki teman, namun untuk tidak memiliki orangtuanya, ia benar-benar tidak akan sanggup.

Fathim tidak dapat lagi menahan denyutan hebat di kepalanya, bahkan air matanya tak henti-hentinya menetes terus menerus. Hingga akhirnya pandangannya menggelap, semua penglihatannya menghitam dan tak tau lagi apa yang terjadi setelahnya.

*****

"Kak Lia.. kak Lesti.. semuanya baik-baik aja kan. Mami sama papi gak kenapa-napa kan?" Tanya Fathim seolah menghindari kenyataan yang sebenarnya sudah ia ketahui. Saat ini, Fathim sedang berbaring diatas ranjang yang sepertinya berada diruang UGD. Hanya Lia dan Lesti yang menemaninya disini. Abangnya yang lain sedang sibuk dengan jasad kedua orang tuanya beserta supirnya yang menjadi korban kecelakaan yang mengakibatkan mobil itu meledak.

"Fathim, kamu harus tenang ya. Kita semua harus bisa menerima keadaan," ujar Lesti yang sudah pasti mengerti bagaimana hancurnya Fathim saat ini. Fathim menggelengkan kepalanya. Ia masih tidak dapat menerima fakta yang menghentamnya begitu keras hingga rasa sakit yang ia rasakan bagaikan jatuh dari langit ketujuh dan terjun dibebatuan.

"Kamu harus tabah ya sayang.. semua udah takdir dan kehendak dari yang maha kuasa. Kamu anak pinter, kakak yakin kamu kuat. Kita semua harus ikhlas ya," Lia juga ikut angkat suara.

Fathim hanya diam, pikirannya sedang kosong untuk saat ini. Bukannya ia tidak menerima takdir Tuhan, namun tragedi mengenaskan yang menimpa kedua orangtuanya itu benar-benar membuatnya syok berat. Terlebih lagi ketika melihat kondisi jasad keduanya, berbagai rasa bersalah menghantui diri Fathim. Fathim berfikir tentang bagaimana dirinya yang belum pernah memberikan kebahagiaan kepada mereka, selama ini sepanjang masa hidupnya Fathim merasa hanya menjadi beban bagi mami dan papinya itu. Ia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menyampaikan kata maaf dan rasa terima kasihnya atas perjuangan kedua orangtuanya selama ini.

Bagaimana ini? Bagaimana Fathim harus melanjutkan hidup kedepannya?? Meski ia memiliki banyak saudara, selama ini yang benar-benar membuatnya merasa nyaman dan menjadi penyemangat dalam hidupnya adalah kedua orangtuanya. Segala usaha kerasnya dalam menuntut ilmu, semata-mata untuk menunjukkan pada dunia bahwa ia akan menjadi anak yang paling membanggakan terutama untuk kedua orangtuanya. Namun Tuhan berkehendak lain, disaat ia bahkan belum mencapai titik kesuksesan itu, orangtuanya justru pergi meninggalkannya seorang diri di dunia yang fana ini.

Fathim hanya berharap untuk saat ini, Tuhan memberikan keadilan pada orangtuanya di alam berikutnya, agar mereka mendapatkan tempat yang layak, sebanding dengan bagaimana kasih dan sayang yang telah dilimpahkan papi dan maminya untuk dirinya.

Meski Fathim tidak ingin menerima kenyataan kejam ini, ia tetap tak dapat berbuat apapun lagi sekarang. Hanya tempat tinggal mereka yang menjadi saksi bisu kebahagiaannya selama ini. Di setiap sudut ruangan, masih tergambar dengan jelas masa-masa indah kebersamaan mereka, bahkan rasanya pantulan suara canda tawa itu masih benar-benar terngiang jelas dalam pendengarannya.

Tuhan.. jika takdir yang kau tuliskan untukku benar-benar adalah jalan yang terbaik, maka buatlah hatiku ikhlas dalam menerima takdirmu ini.

*****



Jangan lupa tinggalkan jejak ya!

Bye-bye!!

~FazahraArsyah

MuZaraay!

Fat? BodoAmat! [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang