sibuk

506 51 9
                                    

      Malam ini, Fathim tengah sibuk dengan tugas baru yang diberikan oleh sekolah padanya yakni tugas untuk besok mengikuti lomba cerdas cermat untuk mewakili sekolahnya. Ia sedang mempelajari berbagai macam buku yang baru ia pinjam dari perpustakaan untuk menjadi bahan tambahan.

     Saat ia tengah fokus dengan buku bacaannya, handphone yang berada di laci belajarnya berbunyi. Fathim masih sibuk dengan pelajarannya, membuat dirinya tidak menggubris handphone yang sudah berkali-kali berdering ingin segera di pencet tombol hijaunya. Hingga akhirnya, konsentrasi Fathim terganggu dan ia melihat handphone nya itu. Dari nomor tidak dikenal, dengan malas Fathim mengangkatnya.

   "Halo, fat!" Ujar orang di sebrang telpon.

    "Iya?" Jawab Fathim.

    "Ini gue Fika," ucapnya lagi.

    "Oh, ada apa?" Fathim malas berlama-lama.

    "Gak kenapa-napa, gue baru dapat nomor telpon Lo nih, dari Davin."

    "Oh," jawab Fathim singkat.

    "Terus, udah kan?" Fathim tak mau waktunya semakin banyak terbuang.

    "Oh, Lo lagi sibuk ya? Yaudah deh kalau gitu. Sampai ketemu di sekolah," jawab Fika ramah. Dan langsung dimatikan oleh Fathim.

     Fathim melihat ke arah jam dinding di kamarnya, 3 menit 29 detik waktu gue kebuang, batin Fathim mengeluh. Jujur saja, Fathim sangat tidak suka jika ada orang yang membuang buang waktunya, terlebih ini adalah waktu yang tengah ia gunakan untuk belajar.

     Ternyata, balik nya ingatan masa lalu Fathim tidak mampu untuk mengembalikan kepribadiannya yang lama. Ia sudah terlanjur terbiasa dan nyaman dengan dirinya yang sangat serius dan introvert. Terlalu lama menutup diri dari sembarang orang diluar sana, membuat Fathim lebih nyaman menjadi dirinya dan fokus pada tujuannya.

    Memiliki sifat serius dan ambisius dalam mencapai suatu cita-cita dan tujuan yang baik, adalah hal yang baik sebenarnya. Akan tetapi jika karena hal itu menjadi lupa dan tak peduli pada lingkungan sekitarnya justru akan menjadi hal berbahaya. Tidak bisa bersosialisasi dan tak punya rasa simpati terhadap orang lain membuat kita justru akan menjadi bulan-bulanan orang nantinya.

*****

     Hari ini, dokter Vina baru saja menelpon Rio untuk menanyakan kelanjutan tentang program yang beberapa waktu yang lalu mereka jalani. Rio tak mau memutuskan hal ini sendiri, oleh sebab itu ketika waktu sarapan Rio bertanya pada Fathim.

     "Oh iya, Fathim. Masih mau lanjutin program dietnya?" Tanya Rio seusainya mereka menyantap menu sarapan dari bi Munah hari ini.

     "Eh, gak usah deh bang. Bikin capek tau gak, lagian kan yang tukang bully Fathim juga udah gak ada," jawab Fathim yang kemudian meneguk segelas susu hangatnya.

     "Yaudah, kalau gitu nanti biar Abang konfirmasi ke dokter Vina."

     "Yakin Lo gak mau lanjutin, kan untuk kebaikan diri Lo juga, bukannya untuk teman-teman jahil Lo itu," ujar Farel yang memang sudah dua hari ini menginap di rumah Rio. Rumah utama sudah lama kosong. Bi Inah sebagai pembantu rumah tangga yang sudah bertahun-tahun bekerja bersama keluarga mereka sudah kembali ke kampung halamannya. Beberapa waktu ini, Farel tinggal di rumah Reno.

     "Ah, gak mau gue bang. Capek tau!" Ucap Fathim yakin.

    "Gak nyesel Lo punya badan segentong?" Farel berujar cukup kasar.

    "Enggak kok, Lo nya aja tuh yang suka nyibukin hidup gue. Padahal guenya gak masalah," nyinyir Fathim.

    "Eh, Lo aja yang belum ngerti. Nanti kalau udah paham, pasti nyesel deh Lo!" Farel masih tak mau kalah.

    "Udah-udah, kalian kayak anak kecil tau gak!" Marah Rio melihat kedua adiknya yang bertengkar itu. Sementara Lia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah lucu dari adik iparnya. Fifi pun ikut tertawa melihat, cek-cok mulut dari uncle dan aunty nya.

 

   "Lo berangkat sama siapa?" Tanya Farel yang memang hendak keluar rumah.

   "Sama Davin lah. Ogah gue sama Abang judes kaya Lo!" Ujar Fathim yang kemudian terburu-buru meninggalkan ruang makan agar tidak terkena ocehan dari abangnya.

    "Yeh, bucin Lo dasar!" Maki Farel dari kejauhan yang sebenarnya tidak lagi di dengar oleh Fathim karena dirinya telah berlalu hingga ke halaman depan. Rio yang ingin marah pun menjadi tertawa melihat kehebohan dari dua adiknya itu. Fifi yang tak mengerti dengan kata yang diucapkan oleh Farel pun mengerutkan dahinya.

    "Bucin apa ya, uncle?" Fifi bertanya dengan polosnya.

   "Bucin itu kayak Aunty Fathim sama bang Davin tuh," jawab Farel yang bingung harus menjelaskan seperti apa.

    "Oh, pacaran ya?" Fifi memastikan jawaban yang ada di kepalanya. Ucapan dari Fifi membuat semua orang yang ada disana menjadi tertawa. Bi Munah dan bi Lisna yang kebetulan mendengarnya dari dapur pun turut tertawa.

    "Fifi setuju gak kalau aunty Fathim sama bang Davin?" Tanya Farel dengan nada candaan pada Fifi.

    "Setuju dong!" Jawab Fifi penuh semangat sambil mengangkat tangannya ke atas, sebagai tanda dari kesetujuannya.

    "Mantap!" Jawab Farel tak kalah semangat sembari menyuguhkan tangannya untuk beradu cash dengan Fifi yang langsung dibalas olehnya.

  
   Sementara di halaman rumah, Fathim masih menunggu Davin yang tak kunjung terlihat batang hidungnya. Davin mana lagi! Batin Fathim menggerutu. Hingga tak lama kemudian, Davin pun akhirnya tiba.

    "Kok lama sih?" Komentar Fathim.

    "Gue gak lama kali. Lo aja yang kecepetan hari ini," ucap Davin membela diri.

    "Gara-gara bang Farel tuh, ngeselin banget!" Fathim mengadu dengan monyongan khas nya ketika sedang kesal. Melihat pose tersebut membuat Davin tertawa. Salah satu yang Davin sukai dari Fathim adalah ketika melihat kekonyolan dan tingkah polosnya.

  


  

Fat? BodoAmat! [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang