Salah Orang

695 101 12
                                    

    Pagi ini sama seperti hari-hari sebelumnya, Fathim akan berangkat ke sekolah bersama dengan Davin yang merupakan tetangga dan orang yang dekat dengan keluarganya meski ia sendiri tak tau kedekatan apa itu. Sebenarnya Fathim tidak enak hati jika setiap hari harus berboncengan bersama Davin. Bagaimanapun ia sadar akan dirinya, Davin sangat berbanding terbalik dengannya. Kalian tau, bagaikan bintang yang jauh tinggi di angkasa dengan seekor semut di lapisan tanah bumi. Namun, mau bagaimana lagi ia tak bisa melakukan apapun.

     Setibanya mereka di sekolah, Fathim segera berjalan terlebih dahulu tanpa mempedulikan Davin yang sedari tadi memanggilnya. Ia hanya tak ingin jika dilihat oleh orang-orang di sekolah ini. Rasanya perkataan kakak-kakak kelasnya beberapa hari yang lalu ada hubungannya dengan kedekatan yg ia miliki bersama dengan Davin. Itulah alasannya mengapa ia ingin menghindari Davin.

     Sesampainya di kelas, Fathim melihat beberapa orang yang sudah ada disana, seketika dengan kehadirannya mereka semua langsung menatapnya. Entahlah, Fathim tak dapat mengartikan tatapan mereka namun sepertinya itu adalah tatapan yang tak bersahabat. Dan ketika Davin datang setelahnya mereka malah kembali pada kondisi awal mereka seolah menghindari tatapan - tatapan itu dari Davin.

     Tak ingin berlama-lama Fathim segera duduk ditempatnya, ia mengeluarkan buku matematika nya yang memang kebetulan hari ini adalah jam nya. Ia mencatat dibuku catatan yang selalu ia bawa didalam tas nya. Namun ada sesuatu yang aneh, kalian tau apa yang aneh? Fathim bukannya mempelajari buku matematika kelas XI melainkan buku kelas XII, dan bagi Fathim itu bukanlah sesuatu yang aneh bahkan sangat normal baginya.

  *****

   "Fat kantin yuk!" Ajak seseorang yang tak lain adalah Davin. Siapa lagi yang akan mengajak Fathim bicara selain dirinya. Setelah satu hari berlalu dihari pertamanya bersekolah disini, tak ada lagi yang mengajaknya bicara. Dan bagi Fathim, itu bukan sebuah masalah. Hal itu memang sudah biasa terjadi di sekolah lamanya. Hanya ada sedikit yang berbeda yaitu, ketika disini Fathim tidak mengikuti ekstrakurikuler apapun yang biasanya menjadi satu-satunya alasan mengapa ia akan bicara dengan siswa sekolah.

    "Enggak ah Vin, gue mau di kelas aja."

     "Enggak mau nitip?" Dan mendapatkan gelengan ringan dari Fathim. Hingga akhirnya Davin mengalah dan meninggalkan Fathim didalam kelas yang sedang dalam keadaan kosong itu sendirian.

    15 menit berlalu dan para siswa sudah kembali pada habitatnya masing-masing, apalagi kalau bukan kelas mereka. Terlebih karena setelah ini adalah jam pelajaran astronomi yang pengajarnya merupakan Waka kesiswaan yang sudah terkenal seantero sekolah dengan ketegasannya.

    Saat pak Yatno masuk kedalam kelas terlihat dengan jelas dari raut wajahnya bahwa ia sedang naik pitam. Bahkan wajahnya itu sudah terlihat merah padam. 

GUBRAK!!!

    Pak Yatno menghentak meja dengan sangat kuat. "Katakan dengan jujur siapa yang sudah mengambil uang dari dalam tas Melly?!" Ujarnya dengan penuh penekanan.

   Hening, tak ada yang menjawab.

    "Jujur!!!" Bentaknya lagi.

   "Pak!" Seseorang mengangkat tangannya dan dia adalah Lina.

    "Kenapa Lina?"

    "Saya gak tau sih pak, tapi yang tadi sendiri di kelas cuma Fathim."

     "Fathim?"

     "Iya pak, anak baru itu."

     "Gak mungkin Fathim pak," sahut Davin tak terima.

      "Saya juga yakin tidak mungkin Fathim, siswa yang berprestasi seperti dia tidak akan melakukan tindakan seperti itu," ujar pak Yatno.

      "Kita gak bisa nilai orang dari luarnya aja kan pak, coba geledah seluruh tas siswa aja deh pak," Lina kembali bersuara yang kemudian disetujui oleh pak Yatno.

     Hingga tibalah pemeriksaan kepada Fathim, setelah semua siswa di bagian depan terbukti tak bersalah. Dan, bagaimana mungkin? Amplop berisi uang itu ada disana, didalam tasnya dan itu benar-benar terlihat dengan jelas.

     Fathim sempat kaget, namun sedetik kemudian ia tersenyum ketika menyadari ada orang yang sengaja mengerjainya. Tidak ada wajah tegang sama sekali dari dirinya, ia terlihat santai.

    "Fathim apa benar kamu yang mengambil nya?" Pak Yatno menatap tajam ke arah Fathim.

     "Menurut bapak?" Fathim justru balik bertanya yang membuat pak Yatno mengerutkan keningnya. Begitu juga dengan para siswa yang semakin fokus melihat pertunjukan didepan mereka.

     "Gini aja ya pak, jika memang saya yang mengambil duit Melly, apa mungkin dari tadi saya hanya duduk tenang saja saat bapak datang dengan keadaan naik pitam seperti itu. Dan, apa ada maling yang sengaja meletakkan barang curiannya tepat di bagian tas teratasnya tanpa ia sembunyikan. Jika saya memang yang mengambilnya kemungkinan terbesar raut wajah saya akan berubah ketakutan dan apa bapak melihat hal itu dari diri saya?" Tutur Fathim, yang di mengerti oleh pak Yatno.

     "Pak, saya yakin dia pasti udah nyusun kata-kata seperti ini untuk berjaga-jaga jika ketahuan." Tampaknya Lina masih tidak ingin mengalah.

     "Nah, kemungkinan terbesar disini saya dijebak. Dan biasanya orang yang menjebak akan menjadi yang paling semangat untuk menjatuhkan target jebakannya," ujar Fathim yang tertuju pada Lina. Sontak Lina membulatkan matanya, kaget dengan segala penjelasan yang disampaikan oleh Fathim.

      "Maaf pak," ujar Lina kemudian mengakui kesalahannya. Lina masih cukup pintar untuk memikirkan akibat yang lebih buruk lagi jika ia masih terus mencoba untuk menambah kebohongannya.

     "Kenapa bisa?" Pak Yatno tampak tak percaya.

     "Pribadi aja ya pak," jawab Lina karena merasa malu jika harus menjelaskan dihadapan seluruh teman-temannya.

   Dari awal Fathim sudah menyadari tentang Lina yang tidak menyukai dirinya. Terlebih lagi ketika Bu Surya membandingkan dirinya dengan Fathim. Namun untuk menjebak Fathim? Kamu Salah Orang.

      Tapi jika dipikir-pikir, kapan Lina memasukkan uang itu kedalam tas Fathim? Jawabannya ada di part selanjutnya yahh.. see you!

Fat? BodoAmat! [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang