Davin Finanda

888 109 24
                                    

Rintik hujan yang kini berjatuhan, mengingatkan sosok Davin Finanda akan hal di masa lalu yang selalu mengganggu pikirannya. Perasaan tidak tenang dan kegelisahan akan kerinduannya pada sosok gadis kecil ceria yang penuh tawa dimasa itu. Namun sayangnya semua sudah berubah saat ini. Bagaimanapun hanya kenyataan yang bisa Davin hadapi.

Saat sedang dengan lamunannya ditengah keramaian siswa yang berteduh dibawah atap parkiran, ia melihat sosok perempuan yang diamanahkan padanya untuk ia lindungi. Gadis itu memilih untuk berlindung dibawah pohon sendirian, dengan baju yang sudah terlihat basah dan memeluk erat tas dalam dekapannya. Dengan segera Davin menghampiri gadis tersebut yang tak lain adalah, Fathim.

"Fathim, Lo kok disini?" Tanya Davin yang dengan segera melepas jaket kulitnya dan memasangkan di bahu Fathim.

"Gak kenapa-napa, disana rame gue gak nyaman."

"Udah terlanjur basah kan, yuk kita pulang hujan-hujanan aja," ajak Davin yang langsung menarik tangan Fathim menuju tempat dimana motornya terparkir.

"Eh, kok.." kaget Fathim, namun tak dapat berbuat apa-apa.

"Lo berat ya," ujar Davin setibanya mereka diparkiran motornya. Jujur saja, Fathim merasa kesal dengan ucapan itu, meski ia sering mendengar celotehan yang sama dari abang-abang nya, teman sekolahnya yang lama tak pernah ada yang menyinggung tentang hal itu.

"Bodo!" Ujar Fathim yang hendak pergi dari sana karena kesal, namun gagal karena ditahan oleh Davin.

"Eh, jangan gitu. Udah gue anter pulang," ujar Davin yang sepertinya tak membutuhkan persetujuan dari Fathim karena ia langsung duduk di motornya.

"Udah naik!" Titah Davin yang entah mengapa tak ditolak oleh Fathim. Ia pun duduk di jok belakang motor Davin. Dengan segera motor itu melesat meninggalkan parkiran dihalaman sekolah yang masih terdapat banyak siswa yang tengah berteduh disana.

Fathim dan Davin langsung menjadi pusat perhatian para siswa itu. Bagaimana tidak? Seorang Davin yang ketampanan dikenal seantero sekolah dan seorang siswi baru yang bahkan tidak memiliki daya tarik apapun diantara siswi SMA Garuda yang lainnya. Terlebih lagi mereka boncengan di tengah-tengah rintikan hujan yang sedang membasahi bumi saat ini.

Selama perjalanan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Fathim, walau sebenarnya ia bingung bagaimana Davin bisa mengetahui arah jalan rumahnya namun tak ia pertanyakan tentang itu. Tak butuh waktu lama, hanya sekitar 10 menit motor Davin sudah mendarat di depan gerbang rumah Rio, yang langsung dibuka oleh pak Ripto selaku satpam.

Fathim turun dari motor, dan ia teringat akan perkataan Davin pagi tadi tentang pentingnya mengucapkan terima kasih. "Makasih," ujar nya kemudian dan berlalu pergi.

"Gitu doang," ucap Davin yang entah bagaimana sudah sejajar dengan Fathim yang hendak masuk kedalam rumah.

"Jadi?" Fathim menghentikan langkahnya.

"Nawarin masuk kek, diluar masih hujan kali."

"Eh Fathim kok udah pulang?" Tanya Rio yang tiba-tiba sudah berada di depan mereka.

"Ada Davin juga, hujan-hujanan lagi.. yuk masuk dulu," sambungnya lagi.

"Iya bang, maaf gue nganter Fathim pulang malah hujan-hujanan gini," Davin merasa tak enak hati.

"Ya udah gak apa-apa, Fathim langsung bersih-bersih dikamar gih, Lo pakai baju gue aja ada di kamar belakang tuh," ujar Rio.

Fathim segera beranjak ke lantai atas menuju kamarnya, begitu juga dengan Davin yang langsung berjalan menuju kamar belakang yakni yang letaknya di dekat tangga. Fathim sempat heran mengapa Davin bisa langsung mengenali setiap sudut ruangan dirumah ini, begitu juga dengan abangnya yang tampak sudah akrab dengan Davin, namun ia malas menanyakan hal itu.

Setelah selesai membersihkan dirinya Fathim tak berniat untuk keluar dari kamar, ia memilih untuk merapikan tumpukan buku yang masih berserakan itu. Dan seketika ia tersadar akan buku novel pinjaman perpus yang sempat terlupakan olehnya. Baru saja lembar pertama ingin dibukanya namun seketika ia dikagetkan dengan kehadiran Davin yang tiba-tiba masuk ke kamarnya itu.

"Baca novel Lo?" tegur Davin yang tiba-tiba itu.

"Ngapain Lo masuk kesini, gak tau apa kalau ini kamar cewek!" Amarah Fathim terlebih karena keterkejutan nya.

"Yaelah, lagian pintunya gak ketutup, berarti siapa aja boleh masuk dong."

"Enggak gitu ya, lagian Lo siapa sih main nyelonong masuk rumah orang aja."

"Gue udah sering kali keluar masuk rumah ini. Udah sono, ditunggu sama Abang Lo tuh di bawah," ucap Davin akhirnya sebelum ia pergi meninggalkan kamar Fathim.

Fathim memang heran dengan ucapan Davin, mengapa ia bisa seringkali keluar masuk rumah ini. Namun, seperti biasa ia tak menampakkan rasa penasarannya. Positif thinking saja, mungkin ia adalah teman dari abangnya atau bisa saja Davin merupakan anak dari salah satu asisten rumah tangga disini. Meninggalkan segala pemikirannya, Fathim segera keluar dari kamar dan menuju meja makan dimana abangnya tengah menunggu, Fathim tidak ingin jika harus dimarahi oleh abangnya yang satu ini.

Sesampainya di meja makan pemandangan yang dilihat oleh Fathim adalah Rio dan Davin yang tengah asik bercengkrama, entah apa topik pembicaraan mereka Fathim tak peduli namun nampaknya mereka benar-benar sudah akrab sekali.

"Kak Lia mana bang?" Tanya Fathim sekaligus untuk mengalihkan perhatian kedua sejoli itu agar menyadari kehadirannya.

"Oh, dia baru pergi ke butik siang tadi palingan malam baru pulang," jawab Rio.

Fathim pun ber oh ria menanggapinya, kemudian mengambil tempat duduknya yang memang adalah tepat disebelah Davin duduk sekarang.

"Oh iya bang, jam segini kok Lo udah pulang?" Tanya Davin.

"Gue emang lagi gak ada jadwal, dan tadinya gue mau jemput Fathim, tapi Fifi minta gue yang jemput dia. Akhirnya gue nyuruh pak Yono aja yang jemput Fathim, eh belum berangkat Lo malah udah nongol hujan-hujanan sama Adek gue," tuturnya.

"Kalian kok bisa udah akrab banget?" Tanya Fathim akhirnya ditengah-tengah keseruannya menelan makanan.

Sontak pertanyaan itu membuat dua sejoli yang tadinya sedang fokus pada kegiatan makan mereka justru sekarang menghentikannya. Apa ada yang salah dari pertanyaan Fathim? Ya, seharusnya tidak. Itu adalah pertanyaan wajar seorang adik yang melihat abangnya bisa akrab dengan teman disekolah barunya.

"Kami temenen," jawab Rio yang justru membuat Fathim mengerutkan keningnya. Seorang Rio yang dingin dan ambisius dengan pekerjaan bisa-bisanya memiliki teman yang merupakan anak remaja ingusan yang masih SMA. What the hell? Menyadari ketidakpercayaan Fathim, Davin segera mengalihkannya.

"Gue temen satu tim nya farel di futsal, kami udah akrab banget. Makanya bang Rio juga jadi akrab sama gue. Lo aja yang gak pernah sadar," tuturnya. Yang berhasil meyakinkan Fathim, karena memang selama ini Fathim tidak pernah peduli dengan siapa teman dari abang-abang nya.

Tapi, apakah kalian menyadari ada sesuatu yang janggal disini? Ya.. sepertinya ada something antara hubungan Davin Finanda dengan keluarga Fathim. Entahlah, bahkan Fathim sendiri belum menyadarinya untuk sementara waktu ini.

Fat? BodoAmat! [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang