Chapter 14

808 88 23
                                    

Tak terasa sudah beberapa minggu berjalan. Anneth dan Deven sedang giat-giatnya mempersiapkan diri menuju lomba fisika beberapa hari yang akan datang. Kedekatan mereka pun semakin intens. Deven yang semakin sering mengantar dan menjemput Anneth untuk berangkat juga pulang bersama. Tentunya hal ini sedang hangat-hangatnya menjadi perbincangan warga sekolah. Mereka semua berspekulasi jika memang Deven dan Anneth tengah menjalin sebuah hubungan.

Sampai ada yang membicarakan perihal kekalahan Ari sang preman sekolah. Mereka tak menyangka jika pesona dari seorang Ariandra Bagaskara akan terkalahkan oleh pangeran es sekolah mereka.

Ari, laki-laki itu tentu sedang tidak baik-baik saja saat ini. Melihat kebersamaan gadis yang ia sukai bersama lelaki lain sungguh menghancurkan segala harapannya. Selama ini, Ari selalu mencoba berfikir positif. Ia selalu menekankan pada dirinya jika mungkin alasan Anneth menolaknya karena ia belum siap untuk berpacaran. Tapi sepertinya hal itu tidak bisa ia jadikan tumpuan lagi. Melihat Anneth begitu bahagia saat bersama Deven dan binar kebahagiaan yang tidak pernah Ari dapatkan dari mata Anneth jika bersamanya seolah membuktikan segalanya.

Kalau selama ini alasan sebenarnya Anneth menolaknya bukanlah karena ia tak siap untuk berpacaran. Tapi karena perasaan Anneth untuknya memang tidak ada. Cintanya bertepuk sebelah tangan.

Ari marah. Ari emosi. Ari kalut. Bukankah kalian semua sudah tahu jika Ari adalah orang yang sangat tidak bisa mengendalikan emosinya? Ya, Ari memang selalu mencari pelampiasan untuk sakit hatinya ini. Entah itu dengan mendatangi sebuah pertandingan gulat ataupun dengan mencari-cari masalah pada musuh-musuhnya sehingga emosinya bisa tersalurkan. Hanya dengan itu. Ari hanya bisa lega akan perasaannya dengan berkelahi. Jadi sebisa mungkin ia akan mencari pelampiasan jika emosi menguasainya.

Jika kalian berfikir Ari akan mendatangi Deven dan menghajarnya habis-habisan karena telah mendekati Anneth, maka itu salah besar. Ari masih bisa berfikir jernih jika hal itu akan semakin membuat hubungannya dengan Anneth renggang. Dengan menyakiti orang yang Anneth sukai, itu akan menyakiti Anneth juga. Dan sampai kapanpun seorang Ariandra Bagaskara tidak akan pernah mau menyakiti Anneth.

Menghembuskan nafas, Ari beranjak turun dari rooftop sekolahnya. Ia memilih untuk kembali bolos ke warung belakang sekolah.

Di perjalanannya menuju warung belakang, seorang gadis menghadangnya. Ari menaikkan sebelah alisnya. Sebesar apa nyali gadis ini sehingga berani-beraninya menghadang jalannya? Apa ia tidak tahu jika seorang Ari sangat benci di ganggu? Apalagi saat ini keadaan hatinya sedang benar-benar tidak baik.

"Minggir!" Tukas Ari dingin. Sorot matanya setajam elang.

"Gue mau bicara sebentar sama lo, kak." Ujar gadis itu. Membuat seringaian diwajah Ari terbit seketika.

"Bicara?" Ari menyeringai. "Apa lo gak tau siapa gue? Apa lo gak tau hal apa aja yang bisa bikin gue terganggu dan berakibat menghajar mereka tanpa mengenal gender?" Kata Ari dengan intonasi rendah. Sangat mencekam.

Gadis itu menelan ludahnya kasar. Ia sangat ketakutan saat ini. Tapi ia tidak memiliki jalan keluar. Hanya Ari bisa membantunya. Hanya Ari yang bisa menyelesaikan segala persoalannya.

"Gue cuma mau bicara tentang cewek kesukaan lo." Ujar gadis itu setenang mungkin. "Anneth." Sambungnya. Membuat Ari sontak menoleh. Tatapan tajamnya semakin menghunus.

"Jangan main main sama gue!" Ari sudah tersulut emosi. Mendengar nama Anneth disebutkan membuatnya kesal setengah mati.

"Kita bisa berkerja sama, kak." Gadis itu berbicara dengan teramat tenang. Padahal lelaki dihadapannya sudah ingin menelannya hidup-hidup.

"Maksud lo?"

Gadis itu melipat kedua tangannya diatas dada. Memasang gaya angkuhnya. "Gue sangat tau lo suka sama Anneth. Dan gue disini punya perasaan yang sama besarnya buat Deven."

Because You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang