🌼🌼🌼
Bima menghampiri Saka yang kini terlihat sibuk dengan ponselnya. Sementara Sakti, di sebelahnya sibuk menghirup sebatang rokok yang terlihat masih utuh, seperti baru saja dibakar.
"Nyebat mulu lo!" Bima mendorong kepala Sakti dengan pelan, namun cukup membuat Sakti mendelik padanya.
"Tumben sepi." Bima menduduki kursi yang kosong tepat di hadapan Saka. Hanya dipisahkan sebuah meja yang atasnya sudah berserakan dengan kertas-kertas berisikan gambar rumah yang terlihat dilukis asal. Kini mereka tengah berkumpul di kantin kampus dengan memilih tempat ujung khusus smoking area.
"Sakti baru aja diputusin Puri noh." Saka belum mengalihkan tatapannya dari ponsel, namun kekehannya yang keluar dari bibirnya menular pada Bima yang sekarang memberikan seringaian jahil pada Sakti.
"Mampus! Banyak omong lagian lo. Anak orang udah pengen diseriusin juga."
"Ck." Sakti mematikan puntung rokoknya dengan menekannya pada meja kantin. "Pengen diseriusin, tapi diajak susah mah nggak mau."
Sakti menatap segerombolan cewek yang baru saja masuk dengan tawa cekikik yang terdengar mungkin sampai ujung lorong kampus.
"Lagian, cewek sekarang kenapa kalo udah capek sama semuanya pada pengen nikah sih?"
"Biar biaya hidupnya berkurang."
"Teori darimana tuh?"
"Dari Profesor Bima yang tampan dan baik hati ini."
"Iyain." Sakti berdecak kembali, masih memperhatikan gerombolan cewek yang kini memilih tempat duduk di pojok kantin.
"Eh, Rak."
"Rak-rak pala lo!" Bima melemparkan kertas bekas yang telah dibentuk bola pada Sakti. "Orangtua dia udah kasih nama bagus-bagus, lo panggil dia seenaknya banget."
"Yaa gua harus panggil dia apa sih, hah?! Sayang? Ribet banget lagian lo. Orangnya aja diem bae."
Saka hanya menggeleng tipis. Sudah terbiasa mendengar perdebatan kedua temannya yang mempermasalahkan panggilan namanya.
"Kenapa?" Saka menatap Sakti yang masih menatap sinis Bima.
"Nanti yang interview buat karyawan di Caffe gua aja ya?"
"Kan!" Bima menunjuk Sakti dengan tidak santai. "Buaya-buaya daratnya keluar nih."
"Ribet lo!"
"Terserah," ucap Saka dengan santai.
"Yes."
"Ka!"
Saka menyimpan ponselnya di meja, menatap kedua temannya bergantian ketika mendengar dua protesan dengan nada yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Meet Again - (Tamat)
Teen Fiction"Untuk masa kecil yang telah memberi banyak warna, aku ucapkan terimakasih." "Dan untuk masa depan yang memisahkan kita, aku harap kita bisa bertemu kembali. Sebagai seseorang di masa kecil terdahulu." -Daisy ~~~ "Saka, punya cita-cita?" Anak perem...