🌼🌼🌼
Daisy membungkukan tubuhnya, seiring dengan napas lelah yang keluar dari mulutnya. Sementara Saka yang berdiri di hadapannya tertawa kecil.
"Baru segitu masa capek."
Daisy mendelik pada Saka. Tubuhnya ia tegapkan kembali, lalu mendekat pada Saka yang kini masih menatapnya dengan geli.
"Daisy tuh udah jarang olahraga yaa, Saka. Jadi wajar kalo capek."
Saka dapat merasakan pukulan di lengannya ketika Daisy sudah berdiri di sampingnya. Demi mengurangi kekesalan gadisnya, Saka mengusap sayang puncak kepala Daisy. Lalu dirinya duduk begitu saja sebelum akhirnya menepuk tanah beralaskan rumput hijau di sebelahnya.
"Yaudah, sini duduk. Katanya capek."
Daisy menurut dengan cepat. Mengikuti Saka yang duduk di sebelahnya dan mulai meluruskan kedua kakinya yang terasa pegal.
"Mau minum?" Saka menyodorkan satu botol air kemasan yang dingin.
"Daritadi kek." Daisy mengambilnya, membuka tutup botolnya seraya bergumam. "Lagian ngajak jalannya jauh banget tadi."
Saka tersenyum tipis, melihat bagaimana Daisy menenggak rakus air pemberiannya dan keringat yang mengalir di pelipis gadis tersebut membuat Saka menjulurkan tangannya. Menghentikan laju keringat yang akan membasahi sisi pipi Daisy.
"Kuliah kamu gimana?" Pertanyaan itu Daisy dapatkan ketika dirinya baru saja menyerahkan botol air kemasan yang isinya tinggal setengah pada Saka.
"Baik." Daisy mengangguk sekali. "Bunda masih bawel tapi."
"Soal nilai dan waktu kerja part time kamu?"
"Iya." Daisy mengangguk beberapa kali. Sebelum akhirnya menatap Saka. "Kalo Saka? Gimana kuliahnya?"
"Baik juga." Saka menatap lurus pada jalanan kecil di depannya yang ramai dilalui oleh beberapa orang dan sepeda. "Aku juga udah raih cita-cita aku."
"Cita-cita?"
"Hem." Saka menatap kembali Daisy, dengan dalam.
"Saka, punya cita-cita?" Anak kecil berusia 6 tahun itu bertanya pada anak laki-laki yang sibuk membereskan mainannya yang berserakan.
"Punya."
"Apa? Saka ingin jadi apa ketika besar nanti?"
"Saka mau jadi bos. Saka mau buat Caffe. Biar nanti Saka jadi bosnya, kamu jadi karyawannya. Biar Saka bisa nyuruh-nyuruh kamu. Gantian dong, kan sekarang Saka sering beresin mainan kamu."
"SIAP!"
Daisy tertawa kencang ketika Saka baru saja selesai bercerita tentang percakapan yang sudah berlalu belasan tahun, tapi masih Saka ingat sampai sekarang.
"Malah diketawain."
"Iyaa deh iyaaa. Daisy harus ngucapin selamat gak?"
"Hem." Saka hanya bergumam, karena tangannya meraih sesuatu pada jinjingan yang sejak tadi dibawa.
"Mau ini?" Saka menyerahkan permen kapas, yang langsung disambut senang oleh Daisy.
"Makasih, Saka." Daisy memberikan senyuman manisnya sebelum akhirnya membuka dan menyantap kapas manis yang sejak kecil disukainya.
"Manis," gumam Daisy, matanya terpejam ketika manis menyapa lidahnya.
"Sini tangan kamu." Saka meminta, masih terus mengulurkan tangannya.
Sementara Daisy mengerjap beberapa kali. Dirinya merasa de javu.
Langit yang cerah. Permen kapas. Saka yang meraih pergelangan tangannya.
Daisy menggeleng, menyembunyikan kedua tangannya di belakang tubuh. Membuat Saka mengernyitkan dahinya bingung.
"Kenapa?"
"Saka mau pergi lagi?"
"Ngomong apa sih." Saka bergumam, memilih meraih satu tangan Daisy. Dan perlahan, Saka mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah gelang dengan satu bunga Daisy sebagai liontinnya.
"Saka..."
"Waktu itu, aku pernah tanya sama kamu," ucap Saka seraya memasangkan gelang tersebut pada pergelangan tangan Daisy, "saat itu aku bilang, ketika waktunya tepat dan kamu udah siap. Kan?"
Saka menatap Daisy setelah selesai memasangkan hadiahnya. Menatap kedua mata kecil yang selalu membuat hati Saka menghangat.
Sementara Daisy tergagap di tempatnya. Tidak menjawab pertanyaan Saka. Baik yang saat ini ataupun saat itu. Dirinya masih selalu terkejut, atau merasa sedang bermimpi ketika mendengar permintaan Saka.
"Daisy." Saka berdeham kecil. "Sekarang, aku gak mau nunggu. Aku, ingin sedikit memaksa, tanpa harus dengar jawaban kamu. Jadi..."
Daisy mengerjapkan matanya. Jantungnya berdebar begitu saja ketika tangan Saka terselip di sisi wajahnya. Satu jarinya mengusap pipi halus Daisy, hingga perlahan tangan itu membawa wajah Daisy mendekat.
Bisikan itu datang seiring dengan kecupan singkat pada pipi Daisy.
"Menikah dan jadi istri aku."
☁️☁️☁️
Hehe..
Haloo..
Jadi.., sebelum benar-benar pamit pada pasangan ini. Ada yang ingin disampaikan?
Untuk, Saka?
Daisy?
Yasmin?
Mara?
Bima?
Sakti?
Bella?
Mina?
Bunda Vio?
Atau, Mama Rara?
Oh, atau untuk aku? Hihi
Semoga kalian suka dan puas yaaa sama extra chapternya..
Terimakasih lagi telah membaca cerita ini 😊❤
Sampai bertemu di cerita aku yang lain yaaa 🤗🤗
Aku Purple kalian semua pokoknya 💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Meet Again - (Tamat)
Genç Kurgu"Untuk masa kecil yang telah memberi banyak warna, aku ucapkan terimakasih." "Dan untuk masa depan yang memisahkan kita, aku harap kita bisa bertemu kembali. Sebagai seseorang di masa kecil terdahulu." -Daisy ~~~ "Saka, punya cita-cita?" Anak perem...