IMPERFECT GOODBYE

2K 127 113
                                    

IMPERFECT GOODBYE

Oleh: RefianyNatalie 

Kisah ini berawal ketika aku menganggap bahwa semuanya masih baik-baik saja. Sejak cinta ini tumbuh tanpa ku minta, sejak rasa ini terus menggebu dan bergejolak dalam jiwa. Aku menunggunya, menantikan kehadirannya sejak ia melangkah pergi dan menjauh tanpa kata. Ketika diriku ini percaya bahwa ia masih milikku dan akan terus menjadi separuh dari napasku. Aku berdiri di sana, di antara kerumunan orang yang menatapku dalam diam. Aku menyadari bahwa aku mungkin saja sudah membunuh jiwaku secara perlahan. Kini, yang tersisa hanyalah raga penuh luka yang mungkin terlihat begitu kentara.

Tak perlu tanyakan seberapa sering aku memimpikannya. Tak perlu bertanya berapa ratus kali aku melihat bayangan semu miliknya. Tak perlu tanyakan seberapa banyak aku bertanya keberadaannya karena aku tak lagi bisa menghitungnya. Tak perlu tanyakan pula seberapa besar aku menyukainya, ini bukan lagi soal suka melainkan cinta.

***

Angin kencang membuat debur ombak terdengar jelas. Awan hitam menyelimuti langit Esbjerg, satu pulau yang bisa di sambangi sekitar 2 jam 51 menit dari kota Kopenhagen. Oh, tidak! Denmark secara keseluruhan memang seperti ini setiap harinya. Mendung dan hujan adalah dua hal yang tak asing, begitupun yang terjadi hari ini di Pantai Blavand—salah satu pantai di Esbjerg yang tampak gelap karena mendung sudah mendekap langit sejak pagi tadi. Airmata langit itu kini berhamburan dan menghantam tanah dan juga tebing sisi pantai. Ombak besar bergelung dan menghempas karang dengan keras, sementara tak jauh dari sana suara burung mulai terdengar.

Burung-burung beterbangan di udara. Ranting dan daun bergerak, menari-nari bersamaan dengan rintik yang menerpa dengan pasti. Seorang pemuda dengan rambut hitam legam dan mata indah itu masih setia memandang lepas lautan biru di depan sana sejak satu jam yang lalu. Sesekali mata indahnya terpejam dan sesekali pula jemarinya terkepal dengan erat. Napasnya memburu seolah ada banyak hal yang ia redam hingga ke dasar, hingga tenggelam dan tak lagi bisa dilihat oleh siapapun.

“Yibo.”

Wang Yibo, itulah nama si pria. Ia membuka kedua matanya dan menoleh ke sumber suara. Di sisi kanannya, Haikuan tersenyum dan menarik napas panjang lalu melepaskannya dengan perlahan.

“Kau tidak akan kembali ke Beijing?”

Yibo masih tak bersuara. Ia masih dengan setia menatap laut lepas di depannya.

“Aku dan Yanli akan kembali ke Beijing besok sore. Jika kau mau, kau bisa..”

“Aku tidak akan.”

Haikuan menatap Yibo dengan penuh tanda tanya, adik sepupunya itu masih mengepalkan kedua tangannya di sisi paha dengan erat.

“Kau akan tetap di sini? Sampai kapan? Ziyi sudah setuju jika kau memang semestinya pergi dari tempat ini agar kau bisa melepaskan semuanya. Yibo, ini saatnya. Saat dimana kau harus melepas apa yang bukan milikmu. Semuanya harus kau lupakan dan mulailah hidupmu yang baru. Kau, aku, Yanli dan juga Ziyi, mari kita kembali ke Beijing secepatnya.”

Yibo terkekeh pelan, “Apa yang harus ku lepas? Aku hanya berusaha untuk mempertahankan apa yang ku punya. Aku hanya berusaha untuk meyakinkan bahwa diri ini baik-baik saja, walau nyatanya luka akan tetap ada.”

Haikuan menatap iba, ia berusaha untuk kembali menghibur Yibo sebelum pemuda dengan wajah tampan itu menatap Haikuan dengan serius.

“Haikuan-ge, kembalilah. Ajak Ziyi juga bersamamu untuk sementara waktu. Jika saatnya tiba, jika hatiku sudah sembuh dari duka, aku akan kembali dengan sendirinya. Aku akan kembali menemuimu dan aku juga akan kembali membawa Ziyi kembali ke dalam hidupku.”

KONTES MENULIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang