24. When The War Starts

14 3 0
                                    


"Kalau kemarin
senjata makan tuan, sekarang
Sudah jatuh tertimpa tangga
Kalo tertimpanya
Berkali-kali gimana?"

Almira dan Amira sudah menuju ke rumahnya masing-masing. Dan tentu saja Harry harus pulang hari ini. Walau sebenarnya ia enggan, tapi tidak mungkin kan mengajak Dev tidur di sekolah?

Suasana di dalam mobil Harry pun sangat hening. Tidak ada yang bersuara karena mereka sama-sama asik dengan pikiran masing-masing. Hingga ketika Harry merasakan dunianya berputar. Pusing. Sangat pusing. Kepalanya serasa ingin pecah. Dan jangan lupakan mereka yang sedang berkendara di jalan walaupun sepi. Harry pun membawa mobil dengan ugal-ugalan dan kecepatan tinggi. Dev yang tau bahwa Harry tidak baik-baik saja pun mencoba untuk menyadarkan Harry. Ia menepuk-nepuk bahu temannya mencoba menyadarkan temannya yang brutal. "Woii, Har bangun lo. Lo mau mati? Woi setan, gue masih mau hidup, gue belom cerita kan siapa gue?" Berbicara dengan nada tinggi dan mencoba setenang mungkin, Namun tidak bisa.

Kondisi Harry sekarang semakin parah. Harry tertidur, namun kakinya masih menginjak pedal gas dengan kencang. "Ahh sialan!" Maki Dev yang bingung bagaimana cara membangunkan si pengemudi. Hingga akhirnya, ada cara yang melintas di otaknya. Jangan pernah remehkan Dev, dia bukan lagi bocah cupu yang bodoh. Dia adalah Dev Rebbeck yang pintar, yang berbeda dari 7 tahun yang lalu. Dev terlalu asyik dengan pikirannya hingga ia tersadar, sepuluh meter dari mobilnya kini ada perempatan, dimana sebuah truk tronton sedang melintas.

Akhirnya Dev pun berusaha menerobos kaki-kaki Harry. Tidak bisa. "Sialan!" Jarak antara mereka dan tronton itu hanya 5 meter. Dev masih mencoba menyingkirkan kaki Harry. Tentu saja itu mustahil, Harry tidak akan melepaskan pedalnya sekalipun ia tertidur.

Tiga meter

Dua meter

Satu meter

Oke, dia tidak berhasil

Buakhhh....

Suara hantaman pun terdengar dan bagian depan mobil Harry pun ringsek. Tidak parah, hanya plat dan lampunya saja yang hancur. Mereka masih selamat. Tentu saja tabrakan itu tidak sampai merenggut nyawa karena Dev. Ketika jarak sudah sangat dekat, Dev berhasil mengerem mobil Harry dengan tangannya yang panjang. Itu rem yang sangat mendadak. Saking mendadaknya, kepala Harry pun menabrak stir mobilnya. Darah segar pun keluar dari lukanya yang sedikit lebar. Belum lagi badannya yang terbanting ke belakang kursi dengan cukup keras. Kecelakaan itu, hanya Harry yang terluka. Dev baik-baik saja walaupun mungkin ia sedikit trauma.

Pengemudi truk tronton tersebut pun tetap melaju. Mengabaikan tabrakan yang baru saja terjadi. Keadaan tronton tersebut pun masih baik. Hanya sedikit ringsek.

Dev mencoba mengatur napasnya kembali. Jantungnya pun berpacu lebih cepat. Kejadian memang sudah terjadi dan mereka selamat. Tapi bukankah itu sangat mengerikan?

Tess....Tesss

Dev yang belum beranjak dari tempatnya pun terkejut ketika tau bahwa tetesan tersebut adalah tetesan darah segar dari kepala Harry yang terbentur. Dan sialnya Harry masih memejamkan matanya. Tidak tahu ia tertidur atau pingsan. "Har, woi harr, bangun!" Terdengar suaranya mencoba membangunkan temannya. "Sialan! Lo minum apaan sih!?" Umpatnya kesal. Ia pun keluar dari mobil lalu membuka pintu sopir dan penumpang. Ia mengangkat Harry yang berat—uhm... Lebih seperti menyeret ke kursi penumpang. Ia masih terus mengumpat. Ia tidak mau mati di tangan kakaknya sendiri dan ketika menghindar, baru saja ia seperti di tantang oleh maut. Oke ini tidak lucu!

Dev pun menancap gas dengan kecepatan tinggi. Menuju ke rumah sakit.

***
Syukurlah Harry baik-baik saja. Dia boleh langsung pulang karena lukanya pun sudah di tangani. Ia tidak pingsan, hanya saja dosis obat tidur yang berada di tubuhnya terlalu tinggi. Hal itu membuat Harry tidak merasa kesakitan dan ia tetap tidur.

"Kemungkinan pasien bakal bangun besok siang. Karena dosis obat tidurnya terlalu tinggi dan juga pasien harus istirahat. Dia kelelahan." Ujar Dokter tersebut kepada Dev. Dev yang tidak mengerti hanya mengangguk. Ia juga di suruh menebus obat yang dapat meringankan efek obat tidur.

Kesialan menimpa Dev berkali-kali. Kini ia tidak tahu harus membawa Harry kemana. Rumahnya pun ia tidak tahu. Membangunkan Harry? Ahh mustahil rasanya dia akan bangun. Kini Harry seperti Putri tidur dalam dongeng. Dan sialnya lagi, Dev belum mengambil seragam dan peralatan sekolah lainnya. Apakah dia harus pulang? Rasa-rasanya malas sekali.

Sekolah.

Dia—Uhm mereka bisa tidur dan mandi di sana bukan?

***

Mobil Harry kini berada di jalan yang sepi. Dan itu bukan jalan menuju ke sekolah. Itu jalan menuju ke—ke rumah Caroline. Hingga mobil itu berhenti melaju di sebuah rumah yang besar. Dan rumah itu terlihat—seram. Dev pun memanjat pohon yang ada di sebelah kamarnya

Hupp...

Secepat mungkin berusaha mengambil barang-barang yang dia perlukan. Sebenarnya tidak banyak, hanya ia perlu mengambil seragamnya. Sedangkan buku, tas, dan alat-alat mandi pun sudah ada di lokernya. Sekolah adalah rumah bagi Dev. Seperti Harry, hanya saja Dev lebih sering menginap di rumah teman dibanding di sekolah.

***

Pelajaran sudah selesai hari ini. Bel pulang sekolah pun sudah di bunyikan 3 menit yang lalu. Keadaan Harry pun sudah membaik. Dia sudah bangun tadi pagi. Beruntung obat yang diberikan dokter kemarin bekerja dengan sangat baik.

Kini Harry, Dev, Amira dan juga Almira sedang menuju ke kedai about love. Mereka hanya sekadar ingin 'nongkrong' ala anak muda:p.

***

Mereka kini mengobrol random. Hingga topik pembicaraan beralih. "Terus itu si caroline gimana?" Celetuk Almira bingung. "Yaa... Gak gimana-gimana." Jawab Harry asal. Kini mereka asyik dengan pikirannya masing-masing. Hingga sebuah suara membuat mereka menoleh sekaligus terkejut. "Gue boleh gabung gak?" Ujar gadis tersebut duduk di tengah-tengah mereka. Tanpa meminta persetujuan. *jadi duduknya dua-dua gitu, almira sama amira, dev sama harry. Terus di tengah mereka ada kursi kosong, jadi 2 bangku kosong sisanya.

Mereka semua terkejut. Sangat terkejut. Terutama Dev hingga mulutnya terbuka lebar. Semua orang speechless hingga gadis tersebut memesan french toast. Harry mulai bersuara ketika gadis itu sudah menyantap pesanannya. "Ngapain lo kesini? Emang ada yang ngundang?" Tanyanya sarkas. Gadis itu hanya tersenyum. "Kemaren gue juga kesini kan? Duduk bareng kalian juga kan? So, what's wrong?" Ujar Caroline tenang namun menusuk.

Harry dan Amira pun mendecih. "Gak guna lo ada disini njir." Ujar Amira dengan tatapan sinisnya. Almira mencoba untuk tidak bertanya walaupun di otaknya kini banyak pertanyaan yang sudah tertahan di ujung bibir. Sedangkan Dev hanya menunduk. Tidak ingin berkata, apalagi ikut mencaci kakaknya. "Pindah apa balik nehh? Ada virus anjirr..." Tanya Harry dengan senyuman smirk khas nya. Dan berdiri meninggalkan tempat tersebut. Yang lain pun hanya mengikuti takut-takut.

Wajah Caroline kini memerah. Ia terlihat sangat marah. Tatapannya datar dan alisnya menukik. Wajahnya terlihat seperti ingin membunuh semua orang. Terlebih lagi, di tangan kanannya terdapat pisau roti yang cukup tajam. Uhm—bukan cukup. Tetapi memang tajam.

Grepp....

Sebuah pisau tertancap di perut bagian kiri Harry. Ia terlihat meringis kesakitan. Darah pun merembes dari perut kirinya. Ya, pisau tersebut di lemparkan oleh Caroline Rebecca. Si wanita tempramental. Pandangan semua orang yang ada di kedai tersebut tertuju pada si pelempar.

"Astaga... Ga—ga mungkin gu—gue ngelakuin hal yang sama kaya 12 tahun yang lalu..." Cicitnya pelan sembari menutup wajahnya.

Tbc 😐

Huhu... Udah pada ngerti kan siapa yang nasibnya kaya sudah jatuh tertimpa tangga?? Penasan ga sama 12 tahun yg lalu??? Stay tune yahh syngg 😘

Jan lupa voment 😚

See u next part 🤗

PSYCHO LOVE STORY✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang