• Delapan

6.5K 434 6
                                    

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."
Leyna menjawab tanpa mengalihkan pandangan. Tugas menumpuk ternyata menanti acara bercerita terpaksa terganggu dan sialnya Pak Gunawan, guru yang naksir Kinan itu mengancam jika tidak selesai maka tidak ada remedial jika jeblok nilainya. Menyebalkan!

Jana merespon dengan baik, gantinya siang ini akan berbicara melalui telepon. Kebetulan hari ini, minggu jadi Leyna tidak sekolah pikir Jana.

"Jan, sorry gue ada tugas ja-"

Jana sontak memotong dengan nada dongkol. Hatinya terasa panas, kepalanya ingin pecah saja. Sebisa mungkin menahan umpatan.

"Loh? Kan udah janji, Ley! Kok gini. Gue bahkan siap-siap buat ngomong nih!" Jana berdecak kesal diakhir, meletakkan ponsel dengan kasar diatas kasur. Airmatanya turun, dia sangat menantikan moment berbincang dengan Leyna. Jana serasa di PHP in.

Cukup dengan membatalkan pertemuan membuat Jana menghela napas kecewa. Sekarang? Malah tidak bisa. Hatinya lelah dipermainkan!

Jana meninggalkan kamar tanpa perduli ponselnya masih tersambung pada Leyna. Pokoknya dia marah.

Saat permukaan lantai dingin menyapa di dapur yang sepi, Jana yang masih emosi menenggak air dingin sekali teguk. Napasnya memburu, kecewa menggerogoti tubuhnya. Semua uneg-uneg siap dikeluarkan.

Astagfirullah.
Jana mengusap wajah, mendesah dalam lemas.

Dia sedang kalut. Benar-benar butuh sandaran. Sekarang jika sudah seperti ini bagaimana? Tidak ada telinga untuk mendengarkan dan tidak ada suara menasehati. Jana lupa bahwa ada Dzat yang sedekat nadi, lebih dekat daripada siapapun. Memperhatikan, melihat dan selalu ada.

Tidak dipungkiri minggu terakhir ini dia sangat lama tidak pernah berbincang hangat dengan Tuhan. Ah, rasanya sangat lama sekali.

Sebelum nikah artinya terhitung dua bulan ya. Pantas hatinya selalu merasa merana dan sempat mengeluarkan kata-kata tak pantas.

Bertepatan adzan Ashar, Jana bersiap wudhu dengan lebih teliti. Dia teringat hadits mengatakan bahwa:

Dari Abu Hurairah Ra, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, "Jika seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, kemudian membasuh wajahnya maka keluarlah dari wajahnya tersebut semua dosa yang dilakukan pandangan matanya bersamaan dengan tetesan air terakhir, jika ia membasuh tahngannya maka keluarlah dari tangannya semua dosa yang dilakukan tangannya bersamaan dengan tetesan air terakhir, jika ia membasuh kedua kakinya maka keluar semua dosa yang berasal dari langkah kakinya, hinga dia keluar dalam keadaan bersih dari dosa. (HR. Muslim)

Wajah Jana lebih segar, terutama hatinya yang perlahan membaik. Setelah berdoa sesudah wudhu dia menggelar sejadah, shalat qobliah Ashar kemudian melanjutkan shalat wajib. Tak terasa airmata nya jatuh saat membaca al fatihah atau bersujud tadi. Semua kepedihan terasa menyatu, membentuk rasa lelah dan mengadu pada pencipta.

Merasa sangat munafik hanya menangis tersedu-sedu saat ditimpa kekecewaan atau masalah. Sementara hari-hari lalu dengan lancar mengutuk Tuhan. Sementara sekarang, pintu gerbang Tuhan dibuka lebar-lebar. Berkata bahwa tak apa, Aku memafkanmu. Jana benar-benar menahan tangis, tidak terisak karena akan membatalkan shalat. Setaunya begitu.

Akrasia |✔|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang