Namanya Amico, Jana bertemu dengan kucing berbulu emas itu dibelakang rumah. Ketika menemani Mbak Lastri menjemur, kebetulan Ibu tidak ada di rumah jadi seharian Jana bisa bebas melakukan apapun. Terutama menggendong kucing ini sekarang, langkah seseorang membuat kepala Jana mendongak dan tersenyum manis. Dia masih sangat senang karena bisa mendapatkan kucing penurut yang entah punya siapa.
Gema mengernyit heran sementara tangannya ikut membelai lembut bulu kucing. "Punya kamu?"
Pandangan Jana kembali terarah pada kucing yang saat ini tengah menggeliat dan bangun dari tidurnya ini. Menatap Jana dengan pupil mata membesar.
"Bukan. Tadi nemu di deket jemuran, lucu ya?" kata Jana sambil tersenyum lebar.
Binar bahagia yang tak pernah diperlihatkan oleh empunya membuat Gema terperangah dan menarik ujung bibirnya juga. "Iya lucu, udah di kasih nama?" tanyanya masih ingin melihat bahagiaan Jana.
"Udah, Amico namanya. Besok beli makan kucing ya," pintanya sambil memegang tangan Gema. Sesuatu yang tak pernah Jana lakukan dengan keinginan sendiri.
"Iya. Kamu udah makan belum? Gue bawa keb-"
Jana melebarkan mata dan melanjutkan kalimat lelaki itu. "Kebab? Mau, mau!"
Sekarang Gema tertawa geli, tangannya mengusap kerudung Jana dan membantunya berdiri.
Perempuan itu ingin membawa Amico, Gema keburu mencegah.
"Biarin aja disini, jangan dibawa masuk.""Kenapa?" tanya Jana sedih.
"Nisa alergi kucing, nanti buang kotoran sembarangan juga. Jangan ya," jelas Gema dengan halus, takut menyinggung perasaan sensitif perempuan itu.
Kepala Jana menggeleng, dia duduk kembali dengan kaki yang sudah ditekuk. Nampak sekali perempuan itu merajuk, ikut duduk Gema memperhatikan juga Amico. Tangannya meluruskan kaki Jana, perut membuncitnya nanti bahaya.
"Mau makan disini?" tawar Gema.
Tak dijawab. Pandangan mata Jana masih lurus. Tak ingin melihat lelaki disampingnya. Jangan lupa bibirnya maju tanda tak suka.
Saat jemari Gema menyentuh bahu perempuan itu, masih mode marah. Siapapun melihat itu akan tertawa geli, mereka seperti anak kecil yang sedang marahan. Berjauhan begini.
Gema memilih untuk mengambil dua porsi makanan khas Timur tengah itu di atas kulkas, membukanya hingga bagian atas kebab terlihat lalu membawanya ke tempat tadi.
Amico berada di gendongan Jana, kucing itu nyaman hingga memejam saat telunjuk Jana mengusap rahang bawah. Ujung matanya melirik Gema, dia masih mode ngambek.
"Makan, Jan. Nanti dikasih Mico nih," jenaka Gema seraya tertawa pelan.
"Bodo!"
Alis Gema terangkat keatas, tersenyum semakin lebar dan mengusap pipi gembul itu dengan sekali cubitan.
Sebelum menepis, Gema keburu mendaratkan bibirnya pada pipi Jana. Sekujur tubuh Jana berhenti bergerak, masih terasa Gema menciumnya.
"Makan ya, kalo ngga mau nanti disuapin nih."
Jana menoleh dengan wajah masih malu-malu, dia memperlihatkan mata hampir membulat sempurna. "Suapin," ujarnya manja.
Kepala Gema masih menunduk bersamaan melahap sedikit bagian kebab, mengunyah dan menelannya. "Tapi disuapin pake mulut," godanya terang-terangan.
Kontan Jana menganga dan langsung memukul bahu Gema. Dia menipiskan bibir, semakin malu saja. Dia masih remaja jadi euforia Cinta masih bisa tersulut. "Mesum!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Akrasia |✔|
EspiritualGema dan Jana terikat oleh pernikahan. Rencana masa depan harus terpupus, menikah itu seperti pergi ke tempat baru. Berkenalan dengan lingkungan Gema, menghadapi karakter orang. Segalanya terasa sulit, semesta memang paling bisa membuat manusia leb...