"Udah balik aja."
Gema geleng kepala dan menarik tangan Jana. "Nggak, nggak. Sekarang harus makan," ucapnya tegas. Pagi tadi perempuan ini tidak mau sarapan, mual katanya. Sekarang sudah jam dua siang belum juga mengisi perut dengan nasi. Hanya cemilan saja.
Bibir Jana mencebik. "Kenapa? Soalnya kasian lagi?" dia membuang pandang, ingat alasan Gema menikahinya. Kekesalannya masih ada, niat menikah itu harusnya yanh benar. Masa karena kasihan saja sih!
Melihat kegemasan itu Gema tak bisa tahan untuk mencubit pipi berisi itu, semakin bertambah masa kehamilan Jana berubah menjadi gemuk. Chubby lebih tepatnya.
Namun Jana tak terganggu, dia malah memelot ke samping tepatnya ke arah empat perempuan tengah cekikikan melihat kelakuan Gema mencubit pipinya tadi. Mirip ikan koi celetuk mereka.
Jana menendang kaki Gema dengan kesal. "Ngeselin banget sih!"
Raut marah itu membuat Jana semakin menggemaskan.
"Lucu, Jan. Mirip Dalton," kata Gema sambil tertawa. Menyeruput minuman.
Alis Jana terangkat. "Ilmuwan?"
"Bukan. Dalton itu ikan peliharaan Qorni," jawab Gema menahan tawa.
Jana hampir menangis, bibirnya melengkung kebawah sempurna, matanya menatap berkaca-kaca dengan airmata siap meluncur.
Gema mengusap kerudungnya. Jangan sampai perempuan itu mengeluarkan airmata, ingat ini tempat umum.
"Bercanda, Jan. Baper banget."
Helaan napas kasar keluar dari mulut Jana. Dia segera menormalkan raut wajah. Menunduk. "Iya, maaf."
Maaf? Gema merasa ada hal aneh. Dia memperhatikan Jana sebentar kemudian tangannya mengangkat dagu perempuan ini.
"Loh kenapa sedih?"
Bibir Jana mengulas senyum. "Nggak papa."
Kepala Gema menggeleng-geleng dan merangkul. Pasti ada salah nih, nggak papa nya perempuan itu cuma alibi untuk menutupi ada apa-apa nya mereka. "Aku salah?"
Aku? Jana membeo dalam hati.
"Jan."
"Eh," dia gelagapan kemudian menghela napas berat. "Jangan sembarangan bilang baper, Ge. Mungkin bagi l-kamu biasa aja, tapi bagi gue sakit. Nggak semua orang lahir dengan perasaan santai. Beberapa ada yang sensitif."
Lawan bicaranya terdiam. Tidak menyangka perkataan ringan tadi berdampak besar, apalagi raut di depannya tidak sinis seperti biasa malah mengulas senyum. Perasaan bersalah menyerang. Dia menggengam tangan Jana.
"Maaf, Jan. Aku ngga tau," sesalnya dalam.
Kepala perempuan itu terangkat dan memgusap rambut agak keriting kepunyaan Gema yang tak menatapnya, menyesal dia.
"No problem, make it lesson for tomorrow."
Pandangan mereka beradu, jarak sangat dekat.
"Maaf, ini makanannya."
Keduanya terkesiap dan membenarkan posisi jadi lebih jauh. Tangan Jana sudah beralih untuk menutup muka, bisa dipastikan Jana akan menjadi bahan tertawaan sekitar. Sedangkan Gema memperhatikan pelayan menurunkan makanan dengan perasaan awas, stay cool.
Cepat balik aja. Maluuu!
::
"Jana. Maafin gue ya. YaAllah, Jan. Bener-bener kemarin gue salah banget. Tugas semua pelajaran numpuk belum gue kerjain, deadline Pak Gunawan bikin gue stres. Lo tau sendiri hukumannya apa. Lo pasti ngerasa kecewa 'kan? Maaf Jan," pinta Leyna dengan suara menyesal, dalam hati berharap Jana memaafkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akrasia |✔|
SpiritualeGema dan Jana terikat oleh pernikahan. Rencana masa depan harus terpupus, menikah itu seperti pergi ke tempat baru. Berkenalan dengan lingkungan Gema, menghadapi karakter orang. Segalanya terasa sulit, semesta memang paling bisa membuat manusia leb...