•Dua puluh satu

4.3K 311 1
                                    

Kinan memekik girang, dalam apartemennya mereka berkumpul setelah hampir setengah tahun tidak bertemu. Raut kekecewaan tak bisa disembunyikan oleh kedua teman Jana. Sedangkan perempuan itu hanya nyengir tak berdosa lalu melanjutkan makan keripik pisang.

Cerita kenapa hamil juga mengalir setelah sogokan kremes ubi dari. Sebenarnya Jana tidak ingin membuat keduanya kecewa tapi apa daya kremes ubi lebih menggiurkan.

Tak ada airmata, kesedihan juga kekosongan. Hanya tatapan menerima dan santai. Jangan lupa suara kriuk kriuk sebagai selinga. Jangan ditiru ya teman-teman, makan sambil bicara itu tidak boleh.

Leyna dan Kinan hanya bisa menghembuskan napas panjang dan berdoa mudah-mudahan tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Gerak, Jan. Yaampun, pengen," Kinan masih mengelus-elus perut telanjang Jana.

Mendengar perkataan Leyna. Jana terkikik geli. "Minta nikah gih sama Lando."

Kinan tersenyum masam. "Udah putus gue, capek pacaran."

"Allhamdulillah," syukur Jana. Dia mengelus dada.

"Seneng 'kan? Doa lo terkabul. Tapi gue ngerasa sepi aja nggak punya pacar."

Datang Leyna dari dapur membuat acara curhat itu berhenti, diturunkannya satu piring sosis, nugget dan lain-lain. Bumil itu langsung mencomot tanpa canggung.

"Gendut deh," cibir Leyna.

"Biar dong," sahut Jana tanpa memindahkan matanya dari sosis baru diambilnya. Mencolek mayonaise semakin membuat Jana ingin nambah.

Kinan menggigit bibirnya, dia agak ragu membiak diskusi.

Suara Leyna mengagetkannya. "Mau ngomong apa?"

"Ada sih, tapi gu-... "

Kalimat Jana keburu memotong. "Ngomong aja kayak sama siapa aja sih."

Mata Kinan melirik Leyna sebentar, menarik napas. Berharap temannya ini tak marah. "Fauzan nembak gue."

Hening.

"Terus?" kata Jana bingung.

Tangan Kinan menepuk dahi, Jana belum tau ceritanya.
"Fauzan sebenernya lagi deket sama Leyna," dia melirik lagi dengan khawatir. Apalagi raut tak terbaca dari Leyna bertambah membuat ketar-ketir. "Tapi dia nembaknya ke gue. Gimana Ley?"

"Bodo amat," sahut Leyna acuh tak acuh.

"Lo marah?"

"Nggak. Terserah lo, Fauzan cuma deket doang, bukan punya rasa sama gue."

Toh, Cinta nggak bisa dipaksakan batinnya.

"Tapi tenang," Kinan sudah bernapas lega, berbaring dengan tangannya menekan pelan perut Jana. Lucu banget tau. Gerak-gerak gitu.

Keterdiam Kinan membuat Leyna yang masih menunggu lanjutan cerita menjadi kesal. "Tenang kenapa Kin, lanjut ngomongnya."

Kepala Jana naik turun. Mengiyakan. "Penasaran nih."

Bola mata Kinan berotasi. "Gue malah lebih penasaran sama bapak anak lo," tandasnya.

Beralih topik. Jana tersenyum lebar dan menggaruk tengkuknya. "Gue ada fotonya nih."

Dengan ponsel diperlihatkan wajah Gema. Beberapa menit tak ada tanggapan.

"Dia sih temen gue pas lomba berenang!"

Berbeda dengan Kinan, Leyna geleng kepala. "Gak kenal gue."

Dengan cekatan Kinan mengambil alih ponsel, membesarkan wajah Gema hingga terlihat kulitnya saja. Masih berfikir, apakah Gema orang yang pernah menolongnya waktu itu dan dia yang menjadi Cinta pertamanya?

Akrasia |✔|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang