Dua

2.8K 141 11
                                    

"Siapa lelaki cupu tadi? Apa dia kekasih barumu?"

"Kau bilang apa? Cupu? Suho tidak cupu, Sehun. Dia salah satu karyawan berprestasi di perusahaan. Dan satu hal lagi, dia bukan kekasihku."

Dasar cowok tengil! Apa dia pikir setiap lelaki yang dekat denganku adalah kekasihku? Menyebalkan!

Aku dulu memang sering bergonta-ganti pasangan, tapi sekarang tidak lagi karena aku selalu dikecewakan oleh mereka. Sekarang, aku hanya ingin fokus membesarkan Sean. Hanya itu. Tolong dicatat!

Sehun mengangkat kedua bahu. "Menurutku dia cupu."

"Terserah kau saja, lah." Aku sudah lelah menghadapi Sehun. Dia nyaris membuat keributan di kantor karena memaksa ingin mengantarku pulang. Tentu saja aku menolak karena Suho sudah menawarkan diri lebih dulu. Tapi cowok tengil itu sangat keras kepala, dia mengancam akan membolos sekolah lagi jika aku tidak pulang bersamanya. Suho pun akhirnya mengalah.

"Perhatikan jalan di depan, Sehun. Aku masih ingin hidup agar bisa melihat Sean tumbuh dewasa."

Sehun malah terkekeh karena aku menangkap basah dirinya tengah mencuri pandang ke arahku. "Mana mungkin aku melihat ke arah lain kalau bidadari tidak bersayap ada di sebelahku."

Aku menghela napas pelan. Setiap hari Sehun semakin terang-terangan menunjukkan ketertarikan pada diriku. Beberapa hari yang lalu dia berkunjung ke rumah, dan memperkenalkan diri ke Mama sebagai calon ayah Sean.

Cowok itu ... sinting.

Mama langsung mamarahiku setelah Sehun pulang. Dia pikir aku serius menjalani hubungan dengan berondong nakal seperti Sehun.

What the hell!

Aku masih cukup waras dan pintar memilih calon suami. Aku tidak mungkin memilih Sehun menjadi ayah sambung Sean karena aku menyukai lelaki dewasa, yang sudah mapan tentunya, juga bertanggung jawab. Sehun sangat jauh dari tipe idealku. Dia masih anak sekolah dan belum bisa menghasilkan uang sendiri. Kecuali wajahnya. Aku akui jika Sehun sangat tampan. Dia bahkan pernah menjadi model iklan baju keluaran butik yang aku bangun bersama Aeris. Berkat wajah tampannya baju yang kami produksi ludes di pasaran.

"Kita sampai."

Ucapan Sehun membuyarkan lamunanku. Karena terlalu asyik melamun aku sampai tidak sadar jika mobilnya sudah berhenti di depan rumah. "Terima kasih. Lain kali kau tidak perlu datang ke kantor untuk menjemputku lagi. Mengerti?" ucapku seraya melepas sabuk pengaman.

"Tapi, Anne...."

Aku mendelik. "Kau memanggilku tanpa embel-embel kakak? Dasar tidak sopan!"

"Untuk apa aku memanggil calon istri sendiri dengan sebutan kakak?"

"Sehun!"

"Iya, Sayang?"

Sehun malah tertawa. Apa dia tidak tahu kalau ucapannya itu membuatku naik darah? Cowok ini harus diajari sopan santun.

Aku menyesal dulu sempat tertarik padanya. Kukira Sehun memiliki sifat yang sama dengan Chanyeol. Dewasa, tegas, juga berpikiran luas. Namun, sifat mereka ternyata benar-benar bertolak belakang. Chanyeol sosok suami yang bertanggung jawab meskipun usianya lebih muda dari pada Aeris. Dia rela melakukan apa pun demi membahagiakan sahabatku itu. So sweet sekali, kan?

Sementara Sehun? Cowok ini selalu saja membuat masalah di sekolah. Entah membolos, merokok, bahkan ikut tawuran antar pelajar. Melanggar aturan sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari baginya.

Dia tidak bisa bertanggung jawab pada masa depannya sendiri. Bagaimana mungkin cowok sepertinya bisa bertanggung jawab pada keluarganya nanti?

"Aku ingatkan sekali lagi, jangan pernah muncul dikantorku. Mengerti?" pesanku sebelum turun dari mobilnya.

Langkahku terhenti karena melihat sebuah mobil yang terparkir di halaman rumah. Aku masih ingat betul siapa pemilik Pajero Sport berwarna putih itu. Mobil Liam, mantan kekasihku. Untuk apa lelaki berengsek itu datang ke rumahku lagi?

"Kenapa berhenti?"

"Ka-kau...?" Sehun tiba-tiba sudah berdiri tepat di sebelahku. "Kenapa kau masih ada di sini?"

"Aku pikir kamu pasti senang bila aku mampir."

"Siapa yang senang kau mampir, Bodoh. Pulang sana!"

Sehun menggeleng. "Tidak mau, aku ingin bertemu Sean."

"Sean sudah tidur. Pulang sana!"

"Bohong, Sean belum tidur, tuh," ucapnya sambil menunjuk anak laki-laki berusia enam tahun yang berlari ke arahku.

"Mama!" teriak Sean seraya memeluk kedua kaki ini erat, kebiasannya menyambutku saat tiba di rumah.

Aku lantas berjongkok, mengecup kedua pipinya dengan penuh sayang. "Kenapa Sean belum tidur?" tanyaku heran. Biasanya dia sudah tidur dari jam delapan malam.

"Sean sedang menyusun lego bersama Om Liam."

Aku menggeram kesal. Laki-laki hidung belang itu benar-benar tidak tahu malu. Padahal hubungan kami sudah lama berakhir tapi dia masih saja berusaha mendekati Sean.

Hubunganku dan Liam kandas karena dia sering bermain dengan wanita lain di belakangku. Satu, dua, tiga kali aku masih bisa memaafkan dan memberinya kesempatan. Namun, lelaki berengsek itu selalu mengulangi lagi kasalahannya. Karena alasan itulah akhirnya aku memilih berpisah.

"Om Liam membawa mainan banyak ... sekali untuk Sean," ucap Sean sambil membuat bulatan besar dengan kedua tangan. Seolah-olah menunjukkan betapa banyak mainanan yang Liam bawa untuknya.

"Lelaki berengsek itu masih suka ke sini?"

Bisa kudengar nada tidak suka dari pertanyaan yang Sehun lontarkan.

"Seperti yang kau lihat, dia sering sekali datang membawa mainan untuk Sean."

Liam ternyata belum juga menyerah. Namun, semua perhatian yang dia berikan tidak akan pernah bisa meluluhkan hati ini. Nama lelaki itu sudah aku buang jauh-jauh dari daftar calon ayah sambung Sean.

"Sean suka mainan?"

Putraku langsung mengangguk menjawab pertanyaan Sehun.

"Kalau Om Liam suka, nggak?"

Sean langsung menggeleng.

"Bagus!" Sehun tersenyum senang. Tangannya terulur mengusap puncak kepala Sean dengan penuh sayang. Dari sorot matanya aku bisa melihat jika Sehun benar-benar tulus menyayangi Sean. Jujur, aku merasa sedikit terharu.

"Kenapa kamu tidak langsung masuk ke rumah? Liam sudah lama menunggu kamu, loh."

Aku memutar bola mata. Mama selalu saja memaksaku agar berhenti mengabaikan Liam. Padahal bukan satu, dua kali aku meberitahu jika Liam bukan lelaki baik. Namun, Mama tidak pernah memercayai ucapanku. Menurutnya, Liam sangat pantas menjadi ayah sambung Sean.

"Sean, Nenek dapat apa tadi Om Liam?"

"Tas sama sepatu, Ma."

Sudah kuduga. Liam selalu memberi barang-barang mahal agar bisa menarik perhatian Mama. Dia benar-benar licik! Cih!

"Mau minum secangkir teh panas di rumahku?"

Sehun mengerutkan dahi mendengar pertanyaanku.

"Tadi kau bilang ingin mampir?" decakku kesal.

Sedetik kemudian wajahnya berubah senang. Seperti Sean saat mendapatkan banyak mainan. Menggemaskan.

"Dengan senang hati."

Deg....

Jantungku seolah-olah berhenti berdetak karena Sehun tiba-tiba melingkarkan sebelah tangannya di pinggang. Aroma laut berpadu dengan kayu manis yang menguar dari tubuhnya tercium jelas karena jarak kami sangat dekat.

Tubuhku bergeming. Kaku. Entah kenapa Sehun sekarang menjelma menjadi pria tampan yang begitu dewasa di mataku.

"Aku akan membuat lelaki berengsek itu berhenti mengganggumu lagi. Percaya padaku," bisiknya membuat tubuh ini meremang hebat.

Tbc.... 😊

Makasih sudah voment, ditunggu krisannya 😘

Berondong NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang