Lima Belas

1.3K 94 10
                                    

Aku kembali mematut diri di depan cermin. Wajah terlihat sangat kusut. Lingkaran hitam menghiasi kedua mata, sebuah jerawat baru pun muncul di kening. Sumpah, aku terlihat sangat jelek. Mirip sekali dengan zombie di film Train to Busan. Mengerikan!

Semua ini gara-gara Sehun. Semalam aku baru bisa tidur mungkin sekitar jam setengah empat karena otak ini terus saja memikirkannya.

Di balik wajahnya yang manis dia ternyata sangat kurang ajar, mesum, pervert. Rasanya aku ingin sekali mencuci otaknya agar berhenti memikirkan hal kotor. Jika dipikir-pikir semua ini bukan murni kesalahannya, Sehun tidak mungkin melihat hal yang seharusnya tidak dia lihat jika aku turun ke dapur memakai bra.

Aku benar-benar tidak sengaja menunjukkan dada ini padanya. Sungguh, aku pikir Sehun sudah tidur tapi dia ternyata sedang belajar.

Sekarang apa yang harus aku lakukan? Rasanya aku tidak mempunyai cukup keberanian untuk muncul di depannya. Aku malu.

"Selamat pagi, Mama," sapa Sean saat aku tiba di ruang makan. Dia sudah terlihat tampan memakai seragam sekolahnya. Kupikir Bibi yang memandikan dan memakaikan Sean seragam, tapi dugaanku salah. Sejak tiga hari kemarin yang mengurus semua keperluan Sean ternyata Sehun.

Cowok tengil itu berperan menjadi ayah yang sangat baik bagi Sean. Tidak heran jika Sean mau memanggil Sehun papa.

"Selamat pagi juga, Sayang," balasku mengecup kedua pipi tembamnya dengan penuh sayang.

Sehun sedang membuat telur dadar untuk menu sarapan kami pagi ini. Di balik sifatnya yang tengil dan sedikit jahil, Sehun ternyata pandai memasak. Aku saja yang perempuan kalah, tidak bisa memasak sama sekali. Jangankan memasak nasi, membuat mie instan saja aku tidak bisa.

"Kamu tidur nyenyak semalam?" tanyanya sambil membuat segelas susu untuk Sean.

Aku menghela napas. Pertanyaan bodoh. Apa dia tidak bisa melihat lingkaran hitam di sekitar mataku?

"Sepertinya kamu kurang tidur."

Aku berdecak kesal. "Udah tahu nanya."

Kepala ini terasa sangat berat. Aku butuh minuman yang menyegarkan. Sesuatu yang mengandung kafein sepertinya bisa membuat badan ini terasa lebih segar. Aku butuh kopi.

"Kamu pasti butuh ini." Secangkir kopi hitam tersaji di hadapan. Sehun tersenyum manis sambil mengulurkan secangkir kopi untukku. Aroma khas dari kopi yang masih panas sontak menyeruak di indra penciuman.

Astaga! Kenapa pagi ini Sehun bersikap manis sekali? Tanpa perlu meminta dia sudah membuat kopi untukku.

Perasaan hangat sontak menjalar di dada. Sehun berhasil menyentuh hatiku lagi. "Terima kasih."

Setelah mengambilkan nasi untukku dan Sean, Sehun pun duduk di kursi yang ada di depanku. Dia memakan sarapannya dengan lahab sambil sesekali mencuri pandang ke arahku. Membuat risih.

"Lihat apa kau?" tanyaku ketus.

"Kamu memakai...?"

"Tentu saja," ucapku memotong pertanyannya. Dia pasti ingin bertanya aku memakai bra atau tidak.

Dasar tidak sopan!

Tentu saja aku memakai bra karena mau berangkat kantor, kecuali kalau tidur.

Dia tersenyum geli. "Syukurlah kalau begitu."

Aku mendesah panjang. Dia pasti merasa sangat beruntung karena bisa melihat salah satu aset berharga di tubuhku. Dasar cowok kurang ajar! Mesum! Pervert!

"Berhenti berpikiran buruk tentangku. Semalam aku benar-benar tidak sengaja melihat...."

"Stop!" Aku kembali memotong ucapannya. Mengingat kejadian semalam membuat wajah ini terasa panas. Aku malu.

Berondong NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang