Dada terasa begitu sesak. Napas pun mulai satu-satu. Malaikat pencabut nyawa seolah ada di depan mata. Sebentar lagi aku pasti akan mati. Sean dan Vivi sudah berlari agak jauh di depan. Sementara Sehun sedari tadi terus berada di sampingku, memastikan agar aku tidak berhenti berlari.
Apa dia bekerja sama dengan malaikat pencabut nyawa untuk membunuhku?
Sumpah! Dada rasanya sakit sekali. Aku sudah tidak kuat lagi. Sebentar lagi aku pasti mati. Aku pun berhenti sebentar, berbungkuk untuk mengatur napas.
"Kenapa berhenti?"
"Capek," jawabku dengan napas putus-putus.
"Baiklah, kita istirahat sebentar."
Apa aku tidak salah dengar? Setelah mengeluh jutaan kali akhirnya Sehun memperbolehkanku untuk beristirahat. Amazing! Rasanya aku ingin sekali berguling-guling di rumput karena terlalu senang. Kyaa...!
"Sean, berhenti. Kita istirahat sebentar, bawa Vivi ke sini!"
Kulihat Sean mengangguk, lantas berlari kecil menghampiri kami bersama Vivi. Anjing putih itu terlihat seperti gumpalan kapas besar yang menggelinding. Lucu.
"Kita sarapan dulu."
Alisku terangkat sebelah. Kenapa Sehun mendadak baik sekali? Apa dia sedang kesurupan arwah dewi Kwan Im?
"Aku tidak sedang kesurupan arwah dewi Kwan Im," ucapnya menjawab pertanyaan yang belum sempat aku lontarkan. "Aku mengajak sarapan karena cacing di perutmu sudah meraung-raung minta makan," lanjutnya. Mengundang kekehan Pak Lee Sooman, tukang bubur paling terkenal di kompleks rumah.
Wajahku sontak memerah karena malu. Dasar setan tengil!
Minggu ini kedai bubur pinggir jalan milik Pak Sooman ramai sekali. Bahkan ada warga luar kompleks yang sengaja datang karena ingin menikmati bubur legendaris buatan lelaki berusia tujuh puluh tahun tersebut.
Sehun mempersilakan aku dan Sean untuk duduk, sementara dia memilih berdiri karena tidak kebagian kursi. Dia sangat perhatian, tapi aku tidak akan tersentuh oleh perhatian kecilnya.
"Duduklah di sini." Seorang ibu-ibu pemimpin kelompok senam di kompleks dengan rela memberikan kursinya untuk Sehun. Padahal bubur di mangkuknya masih banyak. Aku yakin dia sengaja memberikan kursinya karena terpesona setelah melihat Sehun.
Coba kalian lihat! Sehun terlihat sangat tampan dengan tubuh penuh keringat. Kaos hitam yang melekat sempurna di tubuhnya membuatnya terlihat sexy dan tampan di saat yang sama. Tidak heran jika ibu-ibu kompleks di sini terpesona saat melihat wajahnya.
"Tidak perlu, Bu," tolak Sehun terdengar sopan. Namun, seorang ibu berdada besar memaksa Sehun untuk duduk di kursinya. Dia menatap Sehun seperti singa kelaparan. Aku yakin dia pasti langsung mimisan jika Sehun membalas tatapan matanya.
"Kamu sangat tampan, siapa namamu?"
Kedua bola mataku membulat, seolah ingin loncat keluar dari tempatnya ketika melihat Bu RT mencubit pipi Sehun dengan gemas. Senyum genit yang dia tunjukkan membuat perutku mual. Apa dia tidak ingat jika sudah memiliki suami?
"Nama saya Sehun." Lagi-lagi Sehun menjawab dengan sopan. Sekumpulan ibu-ibu berpakaian kurang bahan tersebut memekik girang setelah mengetahui nama Sehun.
"Nama yang bagus, sebagus orangnya."
"Uhuk!" Aku tersedak bubur yang kumakan karena melihat Bu RT mengusap lengan Sehun seperti singa kelaparan yang melihat daging segar. Berani sekali wanita tua itu. Apa dia lupa jika umurnya sudah kepala lima?
"Ini."
Aku mendongak, menatap sebotol air mineral yang Sehun ulurkan. Mengundang tatapa iri para ibu-ibu yang menjadi fans Sehun dadakan. Segera aku menerima botol yang Sehun berikan, membuka tutupnya lantas meminum airnya hingga tersisa setengah untuk menghilangkan rasa panas yang menjalar di tenggorokan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Nakal
FanfictionDewasa 21+ [Jangan lupa Follow authornya] Sequel Menikah Dengan Keponakan Pernah gagal berumah tangga membuat Anne memilih untuk tidak menikah lagi. Kencan buta yang diatur oleh kedua orang tuanya sering kali gagal karena Anne ingin fokus membesarka...