Duapuluh Lima

1.5K 90 41
                                    

Sekarang jam setengah tujuh malam. Masih ada waktu setengah jam dari batas waktu yang ditentukan oleh Suho untuk memberi keputusan. Namun, aku sekarang sudah berada di depan Paradisso Cafe. Kupikir lebih baik datang lebih awal dari pada membuatnya menunggu.

"Kamu mau aku ikut turun?"

"Tidak," jawabku sambil merapikan rambut yang sedikit berantakan. Aku nanti malah tidak bisa leluasa berbicara dengan Suho jika Sehun ikut masuk ke kafe.

"Kenapa kamu dandan secantik ini, sih?"

Aku menghela napas panjang mendengar pertanyaan Sehun barusan. Sejak tadi dia terus saja mengomentari penampilanku. Lipstik kemerahan, bedak ketebelan, baju terlalu ketat. Dia selalu saja menemukan cela untuk berkomentar. Padahal penampilanku sekarang tidak ada bedanya dengan saat pergi ke kantor. Menyebalkan!

"Rambutnya nggak usah diikat." Dia merebut tali rambutku dengan paksa saat aku ingin mengikat rambut. "Aku tidak suka leher jenjangmu dilihat orang lain," imbuhnya.

Astaga, apalagi sekarang? Sejak kami saling mengakui perasaan satu sama lain Sehun semakin bersikap possesive. Sikapnya seperti seorang suami yang tidak ingin istrinya digoda lelaki lain.

Aku pun terpaksa mengikuti keinginannya agar dia berhenti merengek seperti anak kecil.

"Begini lebih cantik. Apa kamu perlu memakai scraft?"

Kedua bola mataku sontak membulat. "Astaga, Sehun. Jangan berlebihan!"

"Aku tidak berlebihan, Sayang. Aku hanya tidak ingin pria cupu itu melihat leher jenjangmu."

Kuraih kedua tangannya, menggenggam lumayan erat. Lalu menatap tepat ke dalam manik matanya. "Sehun dengarkan aku."

Dia pun balas menatapku.

"Aku tidak pernah peduli jika ada lelaki lain yang berusaha mendekatiku karena cuma kamu lelaki yang aku cintai."

Wajah Sehun sontak bersemu merah. Jujur, aku tidak akan pernah berpaling ke laki-laki lain karena sudah memiliki dia. Oh Sehun, cowok yang benar-benar tulus mencintaiku.

"Kau percaya padaku, kan?"

Dia mengangguk.

Tanpa sadar aku mengembuskan napas lega. Semoga saja dia benar-benar mempercayai ucapanku. "Aku menemui Suho dulu, ya?"

Sehun mengalihkan pandang ke arah lain, sepertinya dia tidak ingin aku pergi menemui Suho. Tapi aku tetap harus menemui lelaki itu agar tidak menggantung perasaannya terlalu lama.

"Sehun?" Kugenggam tangannya semakin erat.

Sehun pun menoleh, tapi dia malah menunduk, menghindari tatapan mataku. Dia terlihat sangat lucu jika sedang cemburu. Ah, rasanya aku ingin sekali mencubit kedua pipinya karena terlalu gemas.

"Haruskah kamu pergi menemuinya?" Ada nada tidak suka di pertanyaannya.

"Ya, harus."

Dia menghela napas panjang. "Apa waktu lima menit cukup?"

Aku menggeleng. Lima menit? Yang benar saja? Apa dia pikir aku mau membeli permen di warung?

"Tujuh menit?"

Aku kembali menggeleng.

"Tujuh setengah menit?"

Aku refleks memukul kepalanya. Tidak terlalu keras tapi dia meringis kesakitan. Lebay!

"Sehun jangan bercanda? Aku mungkin butuh waktu sekitar satu jam untuk bicara dengannya."

"Selama itu?" tanyanya sambil mengusap kepala. Aku yakin sekali pukulanku tidak menyakitkan.

Berondong NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang