Aku pun kembali duduk, segera meraih buku menu untuk menutupi wajah agar mereka tidak mengetahui di mana keberadaanku. Terutama Sehun.
Cowok tengil itu seolah mempunyai radar yang sangat kuat. Dia bisa saja tahu jika aku berada di dekatnya. Seperti kejadian di Paradisso Cafe beberapa hari yang lalu. Sehun bisa mengetahui keberadaanku di antara ratusan penggemar yang datang untuk melihat konsernya. Padahal saat itu aku sudah memilih tempat yang agak jauh dari panggung.
Cowok itu ... sinting!
Mereka memilih duduk di dekat jendela. Beruntung posisiku sekarang berada di bagian agak dalam kafe. Dari tempat ini aku bisa melihat apa saja yang mereka lakukan tanpa ketahuan.
Sehun dan Lami terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang menikmati makan siang bersama. Lami gadis yang sangat cantik. Dia memiliki mata bulat, hidung bangir, serta bibir tipis berwarna merah alami. Gadis itu terlihat cocok menjadi kekasih Sehun. Apalagi mereka seumuran.
Tanpa sadar aku menghela napas. Aku pasti dikira tante-tante jika bersama Sehun. Dilihat dari penampilan saja kami sudah tidak cocok. Aku seorang wanita karier, sementara Sehun seorang pelajar SMA. Usia kami pun terpaut cukup jauh.
Dilihat dari segi mana pun kami memang tidak cocok.
Sehun mengangkat tangan kanannya, meminta pelayan untuk memberi tagihan makanannya. Setelah membayar, mereka pun beranjak meninggalkan kafe. Tanpa menunggu lama aku bergegas mengikuti mereka. Entah kenapa aku ingin tahu apa yang akan mereka lakukan.
Aku refleks bersembunyi di balik pilar karena Sehun tiba-tiba berhenti melangkah. Kedua mata tajamnya mengedarkan pandang ke semua penjuru kafe. Entah apa yang dia cari. Semoga saja dia tidak sadar jika sedang diikuti.
"Kamu lihat apa?" Suara Lami terdengar lembut.
"Emb ... tidak ada," jawab Sehun sebelum kembali melangkah keluar kafe.
Aku pun segera menyusul keluar, sambil tetap menjaga jarak aman. Mereka pergi memakai motor Sehun. Lami duduk di belakang, kedua tangannya melingkari perut Sehun dengan erat. Panas. Aku merasa suhu di sekitar mendadak panas. Apa lagi Sehun diam saja, seolah terbiasa dan nyaman dipeluk Lami seperti itu.
Motor mulai melaju meninggalkan halaman parkir kafe. Aku segera menghentikan sebuah taksi, lalu meminta sopir untuk mengikuti motor Sehun.
"Jangan terlalu dekat, Pak. Saya takut ketahuan sama mereka."
"Suami Mbak selingkuh, ya?"
Aku terhenyak mendengar pertanyaan supir taksi barusan. Apa aku terlihat seperti seorang istri yang sedang memata-matai sang suami bersama selingkuhannya?
"Bu-bukan, Pak. Dia bukan suami saya."
"Maaf, Mbak. Saya kira itu suaminya."
Ah, kenyataannya Sehun bukanlah suamiku. Dia hanya orang asing yang tiba-tiba datang di hidupku. Mengacau serta mengaduk-aduk perasaanku. Sifatnya yang penyayang, penuh perhatian, juga sedikit kurang ajar malah berhasil membuatku jatuh hati.
Aku jatuh hati padanya, tapi dia sekarang malah asyik bersenang-senang bersama gadis lain.
Taksi melaju sedikit pelan karena Sehun membelokkan motornya ke sebuah toko pakaian. Apa dia ingin membeli baju untuk Lami?
"Berhenti di sini, Pak."
Sopir pun menghentikan taksinya sedikit jauh dari toko pakaian tersebut.
"Boleh saya minta topi itu, Pak?" tanyaku sebelum turun.
Sopir taksi yang kutaksir berusia sekitar lima puluh tahun itu sontak melirik topi yang ada di atas kepalanya.
"Saya kasih lebih deh, ongkos taksinya." Aku memberinya uang tiga ratus ribu sebagai ganti topi tersebut. Aku butuh benda itu untuk penyamaran agar tidak dikenali Sehun. "Boleh?"
Setelah berpikir selama beberapa detik, akhirnya sopir taksi tersebut memberikan topinya. "Ini, Mbak. Nggak usah bayar lagi, saya ikhlas."
Kedua mataku sontak berbinar. "Sungguh?"
Bapak tersebut mengangguk.
"Bapak baik banget. Tapi uang ini tetap untuk Bapak, anggap saja sebagai uang tips." Aku meraih tangannya, lantas menaruh uang tersebut di atas telapak tangannya.
"Terima kasih banyak, Mbak. Saya do'akan semoga hubungan Mbak dan pacarnya baik-baik saja."
Aku mengerutkan dahi. Siapa yang dimaksud pacar oleh bapak ini? Apa mungkin Sehun?
"Amiin, terima kasih banyak, Pak." Aku pasti sudah gila karena meng'amini' do'a sopir taksi itu. Sejak kemarin malam hubunganku dan Sehun sudah tidak baik-baik saja. Aku tidak tahu bagaimana nasib hubungan kami ke depan. Apakah berjalan baik? Atau mungkin malah semakin memburuk?
Sebelum turun aku memakai masker dan kaca mata. Semoga saja Sehun tidak mengenaliku. Aku berjalan mengendap-endap memasuki toko seperti seorang pencuri. Tidak lupa menjaga jarak agar mereka tidak sadar jika sedang diikuti.
"Selamat datang di Privè Boutique. Ada yang bisa saya bantu?" Suara pelayan toko membuatku berjengit.
"Saya sedang mencari kaos kaki," jawabku asal sambil terus mengawasi gerak-gerik Sehun dan Lami. Mereka menuju bagian gaun. Apa Sehun ingin membeli gaun untuk Lami?
"Maaf, toko kami tidak menjual kaos kaki."
"Kalau begitu sarung tangan." Sehun mengambil beberapa buah gaun, lalu mencocokannya di tubuh Lami.
Pertama gaun sabrin tanpa lengan berwarna pastel. Warna gaun tersebut kontras sekali dengan kulit Lami yang putih. Gadis itu pasti terlihat cantik memakai gaun tersebut.
Kemudian dia mengambil A-line dress selutut berwarna merah maroon dengan hiasan batu krystal di bagian dada. Lami pasti terlihat anggun memakai gaun itu.
"Maaf, kami tidak menjual sarung tangan."
Aku mendesah panjang. Pelayan toko ini benar-benar mengangguku yang sedang memata-matai Sehun. "Saya mencari pakian dalam untuk wanita."
Sehun mengambil sebuah floral dress biru tanpa lengan dengan hiasan pita di bagian pinggang. Pilihan yang sangat bagus. Aku yakin sekali Lami pasti terlihat manis memakai dress tersebut.
Gadis itu sangat beruntung karena Sehun memperlakukannya seperti seorang ratu. Dia membuatku iri.
Andai saja aku yang ada di sana.
"Pakaian dalam untuk wanita ada di bagian sana, mari ikut saya." Aku pun terpaksa mengikuti karyawan tersebut dan membeli dua pasang pakaian dalam model bikini berwarna merah terang. Aku pasti terlihat sexy memakai pakaian dalam ini.
Sehun ternyata tidak hanya membeli gaun untuk Lami. Dia juga membeli sepatu, aksesoris lucu-lucu, juga sepasang kaos couple. Melihatnya yang begitu perhatian pada Lami membuat dada ini sesak. Apalagi jemari mereka sejak tadi saling bertaut. Sehun seolah enggan melepas jemari Lami dari genggamannya.
Kedua mata mulai memanas. Aku tidak pernah menyangka hatiku akan sesakit ini saat melihat mereka.
Harapanku tidak akan pernah berubah menjadi kenyataan. Impian untuk bisa hidup bersama Sehun sampai maut memisahkan pupus sudah. Hatiku sekarang hancur, berkeping-keping, menyisakan luka yang tidak mungkin bisa diobati. Sakit. Seharusnya sejak awal aku tidak membiarkan hati ini jatuh.
Aku pun buru-buru keluar karena tidak tahan melihat keduanya, hingga tanpa sengaja menabrak seseorang, membuat kantung belanja yang kubawa jatuh dan menarik perhatian beberapa pengunjung toko. Termasuk Sehun dan Lami.
Ck, aku memang ceroboh.
"Maaf, saya tidak sengaja."
"Tidak apa-apa, Anda tidak perlu meminta maaf," ucap orang itu sambil membantu membereskan barang belanjaanku.
"Terima kasih." Tubuhku menegang karena Sehun sudah berdiri tepat di belakang orang tersebut. Tanpa sengaja tatapan kami bertemu dan terkunci cukup lama. Apa Sehun mengenaliku?
"An-Annelies?"
Aku pun cepat-cepat keluar lalu menghentikan sebuah taksi, mengabaikan Sehun yang terus berteriak memanggil namaku.
Tbc... 😊
Makasih sudah voment, ditunggu krisannya 😘

KAMU SEDANG MEMBACA
Berondong Nakal
FanfictionDewasa 21+ [Jangan lupa Follow authornya] Sequel Menikah Dengan Keponakan Pernah gagal berumah tangga membuat Anne memilih untuk tidak menikah lagi. Kencan buta yang diatur oleh kedua orang tuanya sering kali gagal karena Anne ingin fokus membesarka...