Satu

4.2K 173 2
                                    

Ponsel yang berada di atas meja terus saja berdering sejak satu jam yang lalu. Di layar masih menampilkan nama yang sama. Mama. Tidak lama kemudian telepon kantor ikut berdering. Wanita tua itu tidak pernah menyerah meneleponku, menyuruh untuk mengikuti kencan buta yang sudah dia atur bersama lelaki yang entah mana lagi.

"Cepat selesaikan pekerjaanmu, Anne!"

"Baik, Pak."

Lelaki berperawakan tinggi yang mengeluarkan perintah barusan itu atasanku. Tidak terasa sudah satu minggu aku bekerja sebagai sekretaris pribadinya. Menjadi sekretaris boss pemilik perusahan properti ternyata sangat melelahkan. Aku harus menyusun jadwal apa saja yang harus dia kerjakan. Belum lagi ikut menghadiri rapat yang sangat membosankan. Argh ... sampai kapan penderitaan ini berakhir? Aku ingin kembali ke pekerjaanku yang dulu, sebagai staff accounting. Kerjanya cuma membuat laporan keuangan perusahaan. Pekerjaan yang cukup mudah tapi tetap membutuhkan ketelitian agar tidak mengecewakan atasan. Namun, sekarang aku terpaksa menjadi sekretaris Mr. Senna untuk menggantikan temanku yang sedang cuti melahirkan.

Telepon kantor kembali berbunyi, meraung-raung minta diangkat. Berisik. Mama pasti menelepon lagi. Karena sudah tidak tahan, akhirnya aku menjawab telepon itu. "Anne sekarang sangat sibuk, Ma. Si Tua Bangka meminta Anne agar cepat memperbaiki jadwalnya. Tolong jangan suruh Anne ikut kencan buta lagi."

"Siapa lelaki yang kausebut Tua Bangka? Apa itu aku?"

Aku mengerutkan dahi mendengar suara di seberang. Kenapa suara Mama terdengar berat? Tunggu! Jangan bilang ...?

"Hallo, Anne. Kau masih di situ, kan?"

Mulutku sontak menganga lebar. "Bapak?"

Mampus! Matilah aku. Kenapa mulut ini kalau ngomong asal njeplak? "Sorry, Pak. Saya pikir yang menelepon, Mama," kataku takut-takut. Bagaimana pun juga aku harus menjaga sikap karena lelaki tua menyebalkan yang suka memerintah itu adalah bosku. Yah, walaupun kadang sering kelepasan karena bosan mendengar perintah konyolnya.

Terdengar kikikan di seberang. Mr. Senna pasti sedang menertawakan kecerobohanku. Ah, bodo amat! Mungkin Tuhan sengaja menciptakan manusia bodoh dan ceroboh seperti aku agar mewarnai dunia yang membosankan ini.

"Aku suka gayamu, Anne."

Aku mengerutkan dahi, tidak paham dengan maksud ucapannya.

"Tidak salah jika Sejong merekomendasikanmu sebagai sekretarisku. Meskipun kamu ceroboh dan sedikit lelet saat bekerja, tapi hasil kerjamu selalu memuaskan. Pertahankan itu!"

"Bapak memuji atau menghina saya, sih?"

Mr. Senna malah tertawa. Apa ada yang lucu? "Anne, Anne. Kalau putraku memberi izin untuk menikah lagi, aku pasti sudah menjadikanmu sebagai istri."

Aku menggeram kesal. Wanita mana yang mau menjadi istri Boss tua menyebalkan seperi Mr. Senna? Tidak ada! Termasuk aku.

Pengecualian untuk almarhum istrinya. Mungkin dia dulu khilaf mau menikah dengan lelaki berusia lima puluh delapan tahun itu.

"Aku cuma bercanda. Oh ya, buatkan aku kopi."

Aku berdecak, inilah salah satu alasan yang membuatku tidak menyukai Mr. Senna. Dia suka memerintah. Setiap hari dia selalu menyuruhku memesan roti srikaya di salah satu toko roti terkenal dikota ini untuk makan siang. Padahal kantin kantor sudah menyediakan roti yang sama. Sebenarnya pekerjaanku sebagai sekretaris apa babu, sih? Menyebalkan!

"Kan, ada OB, Pak."

"Kopi buatanmu rasanya jauh lebih enak dari pada OB kantor. Jangan lupa pakai cangkir khusus yang sudah aku sediakan. Kau tahu kan, aku tidak suka minum jika tidak menggunakan cangkir itu. Satu hal lagi, jangan masukkan gula terlalu banyak. Apa kau ingin aku terkena diabetes?"

Berondong NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang