33| S2 - Lilin Batangan

1.8K 254 109
                                    

“Bang,” panggil Doy kepada Hardivan, kakaknya Hava, yang lagi jongkok nata balon dan bunga mawar.

“Udah dapet Doy, lilinya?” tanya Hardivan.

“Udah nih, Bang.” Doy memperlihatkan sekresek plastik berisi lilin yang baru saja ia beli di pasar.

“ALLAH AKBAR!! Lo ngapain beli lilin batangan kek gini Doy, gue suruhnya beli lilin bentuknya hati, ini mana romantis kalo dibuat nglamar Doy, pake ginian malah kaya mau ngepet.”

“Gue mana tau Bang, lagian ribet amat sih mau nglamar pake ginian segala, tuh balon juga malah kaya dekorasi ulang tahun anak paud.”

Hardivan mengela napasnya, bersabar hati melihat 1000 lilin batang yang dibeli Doy, ini nanti mau diapain juga, masa habis dilamar, Hava jadi juragan lilin.

“Lo itu ya, nggak bisa romantis dikit, gue aja pas nglamar Prisil dulu aja hiking, nglamar dipuncak gunung, pas sunset,” kata Hardivan mengenang kembali masa-masa melamar istrinya.

Doy memutar bola matanya dengan malas, sedangkan Hardivan mengalah, mau tidak mau tetap pakai lilin batangan buat di nyalain.
Doy dan Hardivan sengaja mendekorasi taman di dekat rumah Hava, setelah berpacaran hampir 3 tahun, Doy mantap untuk melamar Hava, tak hanya Hardivan, kakak Doy, Gala juga ikut membantu.

“Lo udah liat tutorial di youtube belum Doy? Apa aja kalimat yang ntar lo katakan ke Hava?” tanya Gala sambil menyalakan lilin dan ditata membentuk hati.

“Will you marry me.”

Gala langsung berdecak sambil berkacak pinggang, kenapa adiknya ini pikirannya dangkal nggak ada romantis-romantisnya gitu.

“Beneran sinting lo ya, lo mau nglamar apa ngajak perang?” dumel Gala.

“Udah Doy saran gue lo putusin Hava ajalah, nggak usah ngelamar.”

Doy acap menatap Hardivan yang seenak jidatnya menyuruh dirinya mutusin Hava, padahal planning melamar udah dipikirin Doy berbulan-bulan lalu sampe dibawa debat sama Hava, saking gemasnya Hava yang liat Doy fokus merencanakan cara melamar, padahal Hava nggak tau kalo mau dilamar, tapi yang pusing-pusing tetap Gala dan Hardivan.

“Bang Hardi gitu ya, kalo bacot kaya anusnya kudanil,” tandas Doy sedikit emosi, berani-beraninya sama calon kakak ipar.

“Mantap slurrrr,” balas Hardivan langsung cengengesan lalu sibuk lagi sama lilin batangan.

“Coba lo pikirin masa-masa membahagiakan lo sama Hava, terus lo rangkai jadi kalimat, itu bisa jadi pengantar sebelum lo bilang will you marry me Doy,” kata Gala, mencoba memberikan jalan keluar sekaligus penerang untuk adik kesayangannya ini.

“Apa ya kak, selama gue sama Hava mana ada masa membahagiakan kalo tiap ketemu aja berantem terus, debat terus.”

“Makanya, gue saranin putus, lo nikah sama Hava mau jadi apa ntar hah? Pacaran aja udah kaya perang dunia ketiga.”

Lagi-lagi Hardivan belum menyerah, pikirnya sedang menyelamatkan Doy dari keberingasan adiknya yang nggak ada anggun-anggunnya sama sekali sebagai perempuan.

“Perang dunia ke empat, ntar kalo udah ada anak jadinya perang dunia ke lima,” sambung Gala, lalu Hardivan menanggapinya dengan tertawa puas, beda dengan Doy yang hanya memasang wajah pias.

“Kalian berdua nggak guna banget ya,” sebal Doy.

“Ya lo bilang ajalah, lo nggak bisa hidup tanpa Hava,” kata Gala yang langsung membuat Doy sok-sokan mau muntah.

“Najis gue bilang gitu ke Hava.”

“Hah capek gue ngomongnya, lo mending putus aja dah anjing,” ucap Hardivan yang kayanya ngebet nyuruh Doy dan Hava berpisah, padahal pas Doy bilang mau ngelamar Hava, Hardivan senengnya melebihi kabar pas Prisil hamil.

OLYMPIC ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang